MOJOK.CO – Kasus ikan kaleng mengandung cacing mengantarkan kita pada pertanyaan tentang citra barang-barang made in China hari ini.
Sesaat setelah BPPOM menyampaikan bahwa ikan bercacing parasit itu berbahan baku impor, otakku langsung menebak ikan itu berasal dari China (selanjutnya akan disebut Cungkwok). Biarlah kuambil risikonya, dicemooh SARA atau rasis oleh jamaah FPPKS (Front Pembela Pluralisme Kemarin Sore) walau rasis apanya sih jika bicara produk satu negara dan bukan bicara tentang rasnya?
Jika ada pertanyaan, coba kamu sebut negara mana yang produknya dipersepsikan berkualitas buruk di Indonesia. Korea, Burkina Faso, Thailand, Jepang, Cungkwok, Burundi, Liechtenstein, Taiwan, Peru, atau Selandia Baru? Adakah yang lebih buruk ketimbang persepsi atas produk cungkwok?
Mungkin ada sih, tapi tidak banyak produknya diimpor ke Indonesia. Tidak sebanyak dari Cungkwok.
Aku ingat cerita temanku yang bekerja di Garuda Food. Dia katakan, merek Gery laku keras di Cungkwok, begitu juga makanan ringan dari Mayora Group produksi Tangerang. Apa pasal? Ternyata, hingga saat ini, setiap tahun selalu muncul kasus kesehatan serius terkait makanan di Cungkwok. Akibatnya, warga Cungkwok sendiri tidak percaya produksi brand lokal meskipun berasal dari pabrikan terkenal.
Kasus paling terkenal dan go internesyenel adalah kasus susu bermelamin tahun 2009-2010 lalu disusul kasus daging unggas busuk dan kedaluwarsa yang dipasok untuk KFC, McD, Pizza Hut, dll. di tahun 2014. Saat kasus daging kedaluwarsa terjadi, mungkin juga ada netizen yang bilang, “Jika diolah dengan benar, kumannya akan mati.” Silakan googling dengan kata kunci “food scandal china” kalau mau cari tahu lebih banyak masalah ini.
Temanku itu juga pernah bilang sambil tersenyum, “Delapan tahun bekerja di Garuda Food, tak sekali pun aku makan Ting-Ting Kacang meskipun dikasih gratis.” Bagi yang belum tahu, Ting-Ting kacang adalah permen kacang milik Garuda Food yang diimpor dari Cungkwok. Oh ya, penulis tidak bilang Ting Ting kacang adalah produk bermasalah, justru ini permen favoritku. Please, jangan dilaporkan dengan alasan pencemaran merek Garuda Food dan pencemaran nama negara yang baik!
Tentu saja akan ada yang protes dengan fakta dan jump to conclusion-ku. “Bagaimana dengan iPhone, Nokia, Toshiba, Sharp, LG, Samsung, Motorola? Semua itu diproduksi di Cungkwok lho.” Aku bisa menjawab dengan enteng, “Semua merek itu made In China, tapi standar kualitasnya dibuat, dimiliki, dan diawasi ketat oleh pemilik asal.”
Nggak mau kalah, masih juga protes dilanjut dengan suara lebih rendah “Bagaimana dengan Haier, Xiaomi, Oppo, Vivo? Itu merek asli Cungkwok.” Jawabanku makin enteng setengah ngawur, “Itu semua produk Cungkwok, tapi Cungkwok cuma merakit dan mendesain casing-nya, chipset-nya dari Qualcomm Snapdragon, memory dari Kingston, baterai dari Samsung, speaker dari JBL, mainboard dari AT&T.”
Eh, masih nggak mau kalah, tetap ada protes dengan suara makin melemah, “Bagaimana dengan motor Jialing, motor Kanzen, mobil Cherry QQ, TV Jiangsu, sepeda mini Xanyu, bra Yung Kiang, sempak Dong Ming, sandal Bao Ling? Itu semua produk asli Cungkwok dan partnya 100% diproduksi di sana.” Aku akan terdiam, menarik napas panjang, dan mengernyitkan dahi.
Jika kita balik ke tahun ‘80-an, di masa itu produk Cungkwok dipersepsikan berkualitas bagus oleh orang Indonesia dan dulu disebut barang RRT (Republik Rakyat Tiongkok). Faktanya memang begitu. Kalau beli barang RRT, tebersit kebanggaan karena harganya lebih mahal dan ada jaminan lebih awet. Sepeda ontel merek Phoenix, jarum dan peniti, kaos dalam dan sempak merek Swan, bet serta bola pingpong merek Double Happiness, dan seterusnya. Bahkan, jika mau beli sandal karet saja, jika penjualnya bilang ini sandal RRT, harganya akan dua kali lipat dibanding sandal lokal meskipun sama-sama bermerek Lily.
Namun, entah mengapa saat ini kualitas produk Cungkwok babak belur hancur lebur. Kaos singlet sekali pakai bisa berubah ukuran dari 34 menjadi 38. Bola pingpong yang berbentuk bulat telur. Mainan anak yang setelah berpindah tangan dari penjual langsung rusak. Ban sepeda ontel yang bisa lepas sendiri dari peleknya (ini bukan hiperbolis, tapi memang terjadi padaku karena ukuran yang tidak presisi), dan terakhir, tentu saja makarel berkremi yang tinggi protein itu.
Lalu kuingat pada temanku yang Jokower garis keras dulu pernah berkata, “Aku sih nggak masalah dengan kereta cepat Jakarta-Bandung, tapi made In China?”
Nah, itu dia. Jangan-jangan beli kereta cepatnya dulu tender dan negosiasinya di Alibaba?