MOJOK.CO – Untuk membersihkan vagina, penggunaan sabun kewanitaan menjadi pilihan utama. Eh tapi, memangnya aman?
Ada beberapa produk kewanitaan yang umum dipilih perempuan untuk digunakan di area vagina. Menjadi nomor satu adalah produk sabun kewanitaan, termasuk pula pembersih dan pewangi yang berupa douche, tisu basah, hingga bedak.
Meski produk lain seperti tampon dan pantyliners juga masuk ke dalam list, penggunaan tinggi sabun kewanitaan ini patut disoroti: benarkah ia aman dipakai di area vagina tanpa menimbulkan masalah?
Seorang mahasiswi, sebut saja namanya Yanti, pernah menggunakan sabun sirih yang ia beli dari seorang kawannya yang menjadi reseller. Berharap sabun ini akan membantunya mendapatkan vagina yang bersih dan wangi, ia justru harus menerima rasa terbakar keesokan harinya hingga tak mampu berjalan beberapa saat.
Usut punya usut, zat-zat yang terkandung dalam sabun kewanitaan ini sendiri berpengaruh besar terhadap keadaan vagina kita, termasuk mikroorganisme yang ngekos ada di sana. Zat-zat inilah yang konon bisa mengakibatkan perubahan suhu, pH, dan mikroflora pada kulit vagina dan kulit vulva. Naah, ketidakseimbangan mikroflora inilah yang akhirnya justru menyebabkan vulvovaginitis dan infeksi dengan adanya kolonialisasi mikroorganisme tak normal pada vagina.
Itu baru teorinya. Praktiknya sendiri telah dilaksanakan dalam studi berjudul Effects of Feminine Wash (Soap) on Some Pathogenic Bacteria Causing Urinary Tract Infections (UTIS) bersama dengan 200 perempuan yang mengalami infeksi vagina. Studi yang yang berlangsung di Ahmadu Bello University ini menemukan fakta bahwa 133 pasien di antara 200 orang tadi ternyata menghasilkan pertumbuhan bakteri yang signifikan setelah menggunakan sabun kewanitaan sebagai produk pembersih vagina.
[!!!!!!!!11!!!1!!!!]
Penggunaan sabun kewanitaan, pada titik tertentu, memang meresahkan. Meski menjanjikan hasil vagina yang bersih dan wangi, nyatanya pemakainya berisiko tiga kali lebih tinggi akan mengalami kondisi kesehatan yang justru kurang baik. Sebagaimana dilansir dari Tirto.id, secara umum, risiko-risiko penggunaan sabun kewanitaan adalah: gatal (74,5%), terbakar (50,2%), kemerahan (34,9%), iritasi (21,3%), pembengkakan (17,9%), dan luka (10,7%).
Ya, ya, ya, dear Perempuan Indonesia, ternyata menggunakan sabun kewanitaan tidak aman-aman banget. Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin pun akan tidak menganjurkan sabun semacam ini karena pembersihan vagina ternyata cukup mengggunakan air bersih.
Loh, kok gitu, ya? Terus gimana, dong, cara bersihinnya? Bukannya nanti vagina kita malah bakal bau dan kotor?
Angka pH vagina mencapai 4,5, sementara sabun kewanitaan memiliki pH basa di atas 7. Ketidakseimbangan ini ditengarai bakal mengacaukan keadaan pH sehingga menjadi penyebab utama adanya jamur dan munculnya keputihan. Maka, air bersih sesungguhnya sudah cukup menjadi pembersih vagina paling baik di hatimu di dunia ini.
Tapi, ingat: cara membersihkannya pun dengan arah pembersihan ke dalam. Artinya, toilet-toilet yang menyediakan WC dengan penyiram air dari belakang sesungguhnya kurang tepat digunakan karena justru akan mendorong kotoran dari anus ke vagina. Sebaliknya, semprotan depan memang sudah cukup baik untuk perempuan-perempuan kayak kita, gini~
Lagi pula nih, ya, dear calon ibu-ibu, vagina bisa kok membersihkan dirinya sendiri. Ia akan secara alami menghasilkan lendir yang bisa membersihkan darah, air mani, hingga keputihan. Kalau pun kamu terganggu dengan bau yang dihasilkan vagina, kamu bisa berkonsultasi dengan dokter. Namun ingat: vagina yang sehat pasti memiliki bau yang terus berubah sepanjang hari.
Lantas, bolehkah kita menyiasati keputihan ini dengan penggunaan pantyliners?
Penggunaan pantyliners dalam hal ini ternyata diperbolehkan, meski dengan kondisi penggunanya harus mengganti setiap selesai buang air, baik besar maupun kecil. Pemilihan pantyliners juga harus diperhatikan, yaitu menghindari bahan-bahan plastik.
Hadeeeh, jangankan bahan plastik untuk pantyliners, tas plastik buat belanja aja sekarang sudah dianjurkan diganti, kok, demi lingkungan~