Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Cara Menangis Palsu yang Ternyata Bisa Dipelajari

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
13 November 2018
A A
Cara Menangis Palsu yang Ternyata Bisa Dipelajari

Cara Menangis Palsu yang Ternyata Bisa Dipelajari

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Bagi saya, dan mungkin bagi banyak orang lainnya, menangis bukanlah perkara yang sepele, ia adalah perkara yang rumit yang susah untuk diurai.

Saya punya banyak pengalaman tentang menangis, namun salah satu yang paling saya ingat tentu saja adalah kisah singkat yang terjadi tiga tahun lalu.

Saya teringat di pertengahan tahun 2015 lalu, entah karena sebab apa, saya mendadak dihubungi oleh seorang asisten sutradara. Saya diminta ikut casting untuk mengisi satu peran dalam sebuah film. Film tersebut merupakan proyek dari salah satu pemerintah daerah dan bertujuan sebagai bahan sosialisasi untuk para pelajar agar tidak terjebak pergaulan bebas. Sungguh sebuah film yang sangat Depdikbud sekali.

Entah pikiran kotor apa yang merasuki si asisten sutradara sampai-sampai menyuruh saya yang memang tak pernah punya pengalaman bermain film ini untuk ikut casting.

“Tampang sampeyan cocok untuk memerankan tokoh ini, Mas,” ujarnya.

Saya yang memang menyukai hal-hal baru kemudian nurut saja apa kata Mas asisten sutradara yang kelak saya ketahui bernama Dona.

Saya kemudian datang ke studio tempat casting dilakukan. Di sana, saya dihadapkan dengan empat (atau lima) orang direktur casting yang siap menguji dan melihat kemampuan akting saya.

Ujian casting tahap awal berjalan dengan sangat lancar.

Saya disuruh tertawa. Tentu ini hal yang mudah, sebab tertawa memang sudah menjadi nama tengah saya. Untuk melakukannya, saya tinggal membayangkan polah konyol kawan-kawan saya, atau membayangkan tingkah lucu bapak saya, maka otomatis, kotak tertawa saya bereaksi dengan sangat lancarnya. Tawa saya keluar dengan sangat nyaring.

Boleh dibilang, saya sukses untuk acting tertawa ini.

Nah, perkara sesungguhnya baru muncul beberapa menit sesudahnya, saat penguji casting mulai menyuruh saya untuk menangis.

Tentu ini hal yang sangat-sangat sulit. Saya merasa tak punya sesuatu untuk dibayangkan yang bisa sampai membuat saya menangis. Saya berusaha sebisa mungkin. Dan nyatanya, saya tetap tak bisa menangis, bahkan untuk sekadar mbrambang dan mimbik-mimbik pun, saya tak kuasa. 

Saya sudah menemukan kisah sedih untuk saya bayangkan. kalaupun ada, itu juga belum tentu sanggup untuk memancing air mata saya, sebab saya bahkan terbiasa menertawakan kesedihan-kesedihan saya sendiri.

Alhasil, saya gagal dalam akting menangis. Ya, bagi saya, menangis memang bukan perkara sederhana. Butuh sesuatu yang sangat-sanget sentimentil untuk bisa menyundul ember air mata agar mau tumpah.

Iklan

Namun, di luar dugaan, kegagalan saya untuk menangis mimbik-mimbik ternyata tak memengaruhi hasil penilaian, saya tetap lolos casting. Sebab peran yang saya dapatkan ternyata memang peran bocah yang periang dan cuwawakan, bukan bocah melankoli yang doyan nangis dan mimbik-mimbik.

Di peran pada film yang saya mainkan, saya beradu akting dengan Pak Susilo (atau yang lebih akrab dikenal dengan panggilan Den Baguse Ngarso), dan Vanda Mutiara, gadis jelita pemeran Utari di film Tjokroaminoto.

Lewat Vanda inilah saya akhirnya mengubah pandangan saya tentang tangisan. Lewat Vanda, saya melihat betapa tangis ternyata bisa menjadi tidak serumit yang saya kira.

Dalam salah satu sesi latihan, saya melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana Vanda menangis saat reading naskah. benar-benar tangis yang begitu real, tangis yang timbul bukan karena tetesan insto di mata.

Andai saat itu bukan sedang latihan, saya mungkin sudah mengira bahwa Vanda sedang dilanda kesedihan yang teramat sangat atau habis dikaploki sama pacarnya sendiri.

Menangis ternyata bukan hanya perkara perasaan. Pada titik tertentu, ia adalah perkara skill.

Berbulan-bulan berlalu, waktu kemudian mengajak saya untuk mengetahui lebih lanjut tentang teknik-teknik menangis. Belakangan saya tahu, ternyata ada banyak cara untuk memancing air mata keluar tanpa harus menonton drama korea, membayangkan kisah-kisah sedih ditinggal kekasih, atau membayangkan tagihan awal bulan yang selalu saja menguras perbendaharaan uang.

Salah dua yang saya pelajari adalah teknik menekan diafrahma perut (ah, saya susah menjelaskannya pakai kata-kata), dan teknik mendudul langit-langit tenggorokan.

Dua cara tersebut, bila dilakukan dengan benar, niscaya bisa memancing air mata untuk keluar dengan lumayan deras.

Alhamdulillah, seiiring dengan jam terbang, dengan sedikit latihan yang lumayan berdedikasi, saya perlahan mulai bisa dan lumayan lancar untuk mempraktikkan teknik “menangis” walau tidak “ndoak-ndoak” amat.

Namun sayang, hingga saat ini, belum ada satu pun PH yang menawari saya untuk main film di peran yang sedih dan melankoli, atau main di reality show seperti Katakan Putus yang memang mensyaratkan air mata sebagai salah satu instrumennya.

Duuuh, saya jadi merasa, skill menangis yang saya punya ternyata sia-sia.

Terakhir diperbarui pada 13 November 2018 oleh

Tags: Filmmenangis
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

menangis, perantau, perantauan.MOJOK.CO
Ragam

Karyawan Tidak Bercerita tapi Diam-Diam Menangis di WC Tempat Kerja, Cara Terbaik Istirahat dari Hari yang Lelah

5 November 2025
Film Tukar Takdir Nggak Sekadar Adegan Mesra Nicholas Saputra dan Adhisty Zara dalam Mobil! Mojok.co
Pojokan

Film Tukar Takdir Nggak Sekadar Adegan Mesra Nicholas Saputra dan Adhisty Zara!

8 Oktober 2025
film tema perselingkuhan.MOJOK.CO
Mendalam

Main Serong di Sinema Indonesia: Mengapa Kamu Menyukai Film Bertema Perselingkuhan?

22 September 2025
Film Safe Haven.MOJOK.CO
Seni

Tutorial Masuk Surga ala “Kang Mus” dalam Safe Haven, Film Pendek Berdurasi Singkat tapi Ngilunya Melekat

29 April 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.