Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Proyek Galian Jalan yang Selalu Saja Menyebalkan

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
28 Februari 2020
A A
medan-jalan-berlubang-mojok

medan-jalan-berlubang-mojok

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Pagi tadi, saya menjemput istri saya di bandara. Ia baru pulang dari Jakarta setelah sebelumnya selama empat hari penuh mengikuti semacam kelas pelatihan yang saya tak tahu apa judulnya dan temanya. Pokoknya pelatihan, gitu aja.

Empat hari ditinggal istri, bagi seorang lelaki yang belum genap tiga bulan menikah adalah hal yang, tentu saja tak ubahnya siksa dunia.

Maka, ketika istri saya mengirim pesan wasap minta dijemput di bandara, saya, dengan segenap kerinduan yang menyala-nyala, tentu saja langsung girang bukan kepalang.

Motor saya siapkan, pakaian terbaik saya pakai, semuanya demi menyambut kedatangan istri yang terkasih.

Sampai bandara, di tempat kami biasa saling bertemu, saya menyambutnya. Ia tampak cantik dan sentosa. ia tampak serupa wanita karier dengan masa depan yang begitu cerah. Dari penampilannya, saya begitu yakin kelak ia bisa menafkahi saya, bukan sebaliknya.

Ia tersenyum, tampak manis, entah ini karena faktor kangen atau memang dia memang manis dari sononya.

Kami berpelukan sebentar. Saya angkat koper yang dia bawa, saya taruh di ruang depan jok. Tas yang saya bawa saya puter ke depan, semata biar ia, kalau mau, leluasa bisa memeluk saya.

Kami berdua melaju membelah jalanan Jogja. Laju motor kami tentu saja tidak impresif dan kencang, sebab memang banyak muatan yang kami bawa.

Laju yang agak lambat ini sedikit banyak menyiksa batin saya. Saya keburu ingin cepat-cepat sampai di rumah agar bisa segera memeluk lama dan mencium pipi istri saya.

Sampai di salah satu ruas jalan, tak jauh dari ring road, arus tampak macet merayap. Batin saya makin tersiksa. Maklum, macet tentu saja membuat saya semakin lama untuk sampai rumah untuk menuntaskan kerinduan saya.

Saya lantas penasaran, apa gerangan sebab kemacetan yang menyebabkan batin saya tersiksa itu. Ingin sekali saya maki apa saja yang menjadi penyebab kemacetan terlaknat di waktu yang “genting” ini.

Setelah sekitar seratus meter, barulah saya tahu apa penyebab kemacetan. Tak lain dan tak bukan adalah pekerjaan galian. Bangsat.

Emosi saya karena kemacetan, ditambah dengan rindu yang terkoyak, ditambah dengan kepayahan membawa barang-barang serasa bikin saya muntab.

Saya masih ingat betul, baru setahun yang lalu jalan itu kena pekerjaan galian. Sekarang sudah digali lagi. Apa mau mereka ini? Kemacetan kali ini semakin membuat rasa benci saya terhadap proyek galian jalan semakin membuncah.

Iklan

Jalan aspal yang tadinya mulus bak karier politik Jokowi itu pasti selalu jadi bopeng tiap kali kena proyek galian.

Maklum, bekas galian jalan itu nantinya memang bakal ditutup kembali, tapi tentu saja dengan kualitas aspal yang tidak sebaik aspal sebelum digali. Tidak semulus sebelumnya. Semacam hanya formalitas bahwa galian itu ditutup kembali.

Ia bakal menyisakan pinggiran jalan dengan kontur yang tidak semulus bagian aspal yang tidak kena gali. Dan bagi pengendara motor seperti saya, itu adalah satu dari sekian banyak hal yang menyebalkan di jalan raya.

Sungguh, kendati saya begitu membenci banyaknya orang-orang yang menganggur di negeri ini, namun saya juga tak pernah suka dengan papan pengumuman bertuliskan “Mohon maaf, perjalanan Anda terganggu, ada pekerjaan” yang kerap terpasang hampir di banyak ruas jalan.

“Sabar, Mas,” kata istri saya, “Mungkin memang galian itu diperlukan, biar nggak banjir,” terangnya.

Entah kenapa, pernyataan dari istri saya itu malah membikin saya agak mangkel. Berasa emosi saya tidak diredakan, tapi malah ditambah sebab ia jadi kelihatan membenarkan proyek galian tersebut.

“Ooo, Jadi kamu lebih memilih membela proyek pekerjaan itu ketimbang membela suamimu sendiri?” Kata saya agak sinis.

“Ya bukan begitu juga, keles!” jawabnya sambil merengut. Saya ikut merengut.

Tuh, kan. Proyek pekerjaan galian itu bukan hanya mengganggu perjalanan saya, tapi juga menganggu hubungan komunikasi rumah tangga saya.

Memang bedebah betul itu proyek.

Terakhir diperbarui pada 15 September 2020 oleh

Tags: jalanjalan rayamacetrusak
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

Jalan Kaliurang, Jalan Paling Tidak Ramah Pejalan Kaki Mojok.cp
Pojokan

Jalan Kaliurang, Jalan Paling Tidak Ramah Pejalan Kaki 

4 Oktober 2025
Perempatan Gedangan adalah momok bagi warga Surabaya dan Sidoarjo. MOJOK.CO
Ragam

Warga Sidoarjo Muak dengan “Jalan Neraka” Perempatan Gedangan, Hanya Bisa Ngeluh Bertahun-tahun karena Flyover Hanya Wacana

17 Juli 2025
Ciputat, Tangerang Selatan.MOJOK.CO
Ragam

Ciputat, Kecamatan di Tangerang Selatan yang Sebaiknya Jangan Ditinggali Kalau Kesabaran Setipis Tisu

8 April 2025
Malioboro jadi satu dari empat nama jalan pertama yang ada di Jogja MOJOK.CO
Memori

Ini Nama Jalan Pertama di Jogja dan Lokasinya Sekarang

5 Oktober 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.