Film Swing Vote Bisa Jadi Panduan Sebelum Kamu Golput - Mojok.co
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
Home Pojokan

Film Swing Vote Bisa Jadi Panduan Sebelum Kamu Golput

Khumaid Akhyat Sulkhan oleh Khumaid Akhyat Sulkhan
26 Agustus 2018
0
A A
swing vote
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Swing Vote memang film keluarga. Namun, film ini sejatinya mengangkat tema pemilu yang menarik untuk dibahas, yaitu wacana antigolput dan persaingan politik praktis para capres dalam mendulang suara rakyat.  

Isu ancaman golput yang berkembang menjelang Pilpres 2019, mengingatkan saya pada sebuah film berjudul Swing Vote besutan sutradara Joshua Michael Stern. Soalnya, film keluarga yang dirilis pada 2008 ini mengandung wacana antigolput dan sindiran yang cukup banal terhadap politik praktis penguasa. Oleh sebab itu, bagi kamu yang punya rencana golput, saya sarankan agar menonton film ini dulu.

Swing Vote bercerita tentang sebuah masalah yang terjadi saat Pilpres Amerika Serikat sedang berlangsung di Texico, sebuah kota yang terletak di negara bagian New Mexico. Masalah ini berawal dari Molly (Madeline Carol) yang diam-diam masuk ke bilik TPS dengan menggunakan identitas dan hak suara bapaknya, Bud Johnson (Kevin Costner).

Pada saat Molly hendak memilih, mesin yang dipakai untuk memberikan pilihan mati gara-gara seorang petugas kebersihan tidak sengaja menyandung kabelnya hingga tercerabut dari stop kontak. Padahal, Molly sudah terlanjur memasukkan kertas suara ke mesin tersebut. Walhasil suara Bud tak bisa dihitung.

Namun di luar dugaan, perolehan suara antarkandidat di negara bagian itu pun imbang secara ajaib (yah, namanya juga film), sehingga komite pemilihan di New Mexico memutuskan untuk melalukan pemungutan suara terakhir. Bud, satu-satunya peserta terakhir yang suaranya belum sempat masuk hitungan, dipaksa agar menyelesaikan tanggung jawabnya untuk memilih dalam waktu 10 hari. Dengan kata lain, suara Bud Johnson akan menentukan sosok presiden Amerika Serikat berikutnya. Dari sinilah keunikan film tersebut dimulai.

Baca Juga:

Kiat Merintis Bisnis Thrift Shop: Baju Bekas yang Bisa Berharga Jutaan Rupiah

Mengomentari Rencana Gaji 3,5 Juta di Umur 19 dan Upaya Taklukkan Dunia

Ketua Joxzin Bicara Soal Klitih: Geng Sekarang Waton Bacok

Bud, merupakan bagian dari masyarakat ekonomi kelas bawah Texico. Dia menjadi buruh di sebuah pabrik packing telur. Sebagai seorang single parent, Bud adalah sosok ayah pemalas, tukang mabok, dan cenderung apatis dengan politik. Bud berpikir bahwa siapapun yang akan jadi presiden tidak akan berpengaruh terhadap kehidupannya, sehingga dia tak peduli dengan pemilu. Itulah yang membuat Molly, anaknya, datang ke TPS dan menggunakan hak suara Bud.

Sedikit berbeda dengan Bud Johnson, Molly merupakan seorang gadis cerdas yang menginginkan perubahan melalui pemilu. Pandangan Molly mewakili tokoh intelektual yang meyakini bahwa dalam pemilu, kita tidak hanya urun suara, melainkan juga menandatangani sebuah kontrak sosial dengan pemimpin yang kita pilih. Pemikiran semacam ini jamak dikoarkan elite politik negara kita selama beberapa waktu terakhir untuk melawan ancaman golput.

Dalam pemilu, golput memang selalu jadi ancaman yang sukar ditampik. Sebagai sebuah sikap politik, golongan putih atau golput biasanya merujuk pada sekelompok orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Ada berbagai jenis golput di dunia ini. Namun, yang berpotensi besar memengaruhi dukungan masyarakat terhadap pemilu adalah golput sebagai wujud protes terhadap pemerintah.

Sejarah mencatat, pada 1971, Arif Budiman dan para mahasiswa pernah melakukan counter culture terhadap pemerintahan Orde Baru dalam bentuk golput. Mereka yang ikut gerakan ini tetap datang ke TPS, tapi sengaja tak memilih atau hanya mencoblos bagian putih di kertas gambar. Gerakan golput ini menjadi upaya Arief Budiman dkk untuk melawan kekuasaan Orde Baru yang dinilai gagal mewujudkan kebebasan berpolitik masyarakat.

Selain protes, golput juga menjadi alternatif politik orang-orang yang kecewa. Di akhir kepemimpinan Megawati, tepatnya pada 2004, jumlah orang yang golput mencapai 23,4%. Meningkat dibanding golput pada pemilu masa akhir Orde Baru (1997) yang hanya sekitar 10%. Dan itu disebabkan oleh satu hal: rasa kecewa.

Pada era kepemimpinan Megawati ada beberapa kasus yang membuat masyarakat kecewa. Di antaranya adalah makin merebaknya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) ditambah penegakan hukum yang cenderung tumpul ke atas. Pada satu sisi, masyarakat sudah berharap banyak terhadap pemerintah pasca tumbangnya Orde Baru.

Saya kira dua masalah itu, masih belum bisa teratasi hingga era Jokowi. Sementara, masalah-masalah inilah yang berpotensi besar menambah jumlah orang-orang golput. Maraknya pejabat korup atau penegak hukum yang lemah acap kali membuat masyarakat malas memilih pemimpin. Mereka merasa tidak bisa memengaruhi moral pemerintah.

Padahal, menjelang pemilu, setiap kandidat pemimpin berlomba-lomba untuk dekat sekaligus mencoba memahami keinginan masyarakat. Dalam Swing Vote, saat para capres Amerika tahu suara Bud Johnson akan menentukan nasib mereka, maka persaingan politik yang lucu dan konyol antara Presiden Andrew Boone (Kelsey Grammer) melawan capres dari Partai Democrats, Donald Greenleaf (Dennis Hopper) pun tidak bisa dihindari.

Bud, masyarakat sipil yang biasanya cuma jadi remah-remah roti, mendadak diperebutkan dua capres tersebut. Mereka berupaya mendekati Bud dengan cara mewujudkan setiap keinginannya. Mulai dari mengundang pembalap idola Bud, berpesta ria dengan band favorit Bud, sampai memberi souvenir-souvenir mahal untuk dia dan anaknya. Dua capres itu juga berusaha menaruh perhatian pada isu-isu yang sekiranya dekat dengan Bud, seperti imigran ilegal dan kebebasan LGBT (Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender).

Namun, kelihatan sekali, Andrew dan Donald hanya berusaha memperoleh suara Bud. Inilah sindiran politik praktis dari film ini: tafsir atas realitas yang menunjukkan bahwa rakyat kerap diperlakukan hanya sebagai batu loncatan menuju kursi kekuasaan. Perhatian terhadap rakyat, dengan memahami isu kebutuhan mereka, tak lebih dari usaha untuk mewujudkan kepentingan elite politik semata.

Di sisi lain, Bud Johnson juga menjadi harapan bagi orang-orang yang aspirasinya merasa belum didengar pemerintah. Banyak surat yang dikirim ke rumah Bud, isinya keluhan-keluhan mengenai pemanasan global, problem asuransi kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Para pengirim surat itu berharap, Bud akan mendiskusikan semua keluhan tersebut dengan para kandidat sebelum menentukan pilihan.

Pada titik ini, film Swing Vote menunjukkan pada kita bahwa dalam setiap suara individu ada harapan menuju negara yang lebih baik. Oleh sebab itu, film ini memberikan satu satu pesan, “Walaupun semua kandidat presidenmu cuma bermain politik praktis buat mendekati rakyat, kamu harus tetap nyoblos demi terwujudnya perubahan! Karena pemilu itu pertaruhan suara. Kamu tidak benar-benar tahu siapa yang tulus mengabdi pada rakyat, jadi yang bisa kamu lakukan sebagai warga negara hanya memilih dan berharap. Sudah.”

Demikian, kenyataan dalam dunia demokrasi kita. Nyoblos hanya menjadi semacam menunaikan kewajiban dan bertaruh harapan. Sementara kita, masyarakat, tidak benar-benar mengenal seperti apa orang yang kita pilih. Kita hanya tahu mereka lewat kampanye pemilu atau kegiatan sosial dari media. Padahal, boleh jadi sosok yang kita pilih justru adalah “orang jahat” sebagaimana yang dikatakan Mahfud MD. Siapa tahu?

Terakhir diperbarui pada 26 Agustus 2018 oleh

Tags: anak mudagolputpilkadapiplres
Khumaid Akhyat Sulkhan

Khumaid Akhyat Sulkhan

Penulis lepas, suka tumis kulit mlinjo, dan nonton anime.

Artikel Terkait

thrift shop mojok.co

Kiat Merintis Bisnis Thrift Shop: Baju Bekas yang Bisa Berharga Jutaan Rupiah

11 Februari 2022
Umur 19 Gaji 3,5 Juta dan Rencana Taklukkan Dunia. (Mojok.co/Ega Fansuri).

Mengomentari Rencana Gaji 3,5 Juta di Umur 19 dan Upaya Taklukkan Dunia

22 Januari 2022
Joxzin mojok.co

Ketua Joxzin Bicara Soal Klitih: Geng Sekarang Waton Bacok

1 Januari 2022
Tak Ada Milan Kundera di Mandalika

Tak Ada Milan Kundera di Mandalika

21 November 2021
Surat Terbuka dari Guru untuk Mas Nadiem Makarim Menteri Tersayang

Surat Terbuka untuk Nadiem Makarim yang Heran Ditanya Mulu: ‘Kenapa Sekolah Belum Buka?’

30 Maret 2021
Lewat Akun Alter, Gen Z Mencari Teman, Cinta, Popularitas, dan Perang mojok

Lewat Akun Alter, Gen Z Mencari Teman, Cinta, Popularitas, dan Perang

18 Februari 2021
Pos Selanjutnya
ahok

Ahokers Batal Golput dan Berkomitmen akan Mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin

Komentar post

Terpopuler Sepekan

swing vote

Film Swing Vote Bisa Jadi Panduan Sebelum Kamu Golput

26 Agustus 2018
Garuda Pancasila, Sudharnoto

9 Fakta Pencipta Lagu Garuda Pancasila yang Tersingkir dari Sejarah

26 Juni 2022
kecurangan SBMPTN

Polisi Amankan 15 Pelaku Kecurangan SBMPTN di UPN Veteran Yogyakarta

28 Juni 2022
Lokasi 18 SPBU di Jogja untuk uji coba MyPertamina

Lokasi 18 SPBU di Jogja yang Jadi Tempat Uji Coba MyPertamina untuk Roda Empat

30 Juni 2022
baskara aji mojok.co

Soal Jam Malam, Sultan Minta Menyeluruh di Jogja

24 Juni 2022
Pertamina dan aplikasi MyPertamina yang bikin ribet rakyat kecil! MOJOK.CO

MyPertamina dan Logika Aneh Pertamina: Nggak Peka Kehidupan Rakyat Kecil!

29 Juni 2022
Kasman Singodimedjo tagih janji ke Sukarno sial Piagam jakarta

Kasman Singodimedjo, Menagih Janji 7 Kata Piagam Jakarta pada Sukarno

26 Juni 2022

Terbaru

Tjipto Mangoenkoesoemo [Bag.2]: Anti Raja dan Anti Kolonial

Tjipto Mangoenkoesoemo [Bag.2]: Anti Raja dan Anti Kolonial

1 Juli 2022
laman mypertamina eror mojok.co

Laman MyPertamina Eror, Sejumlah Warga Jogja Batal Daftar Pembelian BBM Subsidi

1 Juli 2022
provinsi baru mojok.co

Tiga Provinsi Baru di Papua Disetujui DPR, Persiapan Mulai Dijalankan  

1 Juli 2022
roy suryo mojok.co

Roy Suryo Diperiksa 3 Jam di Polda Metro, Bantah Akun Twitternya Disita

1 Juli 2022
Muhaimin Iskandar, Lokomotif Pemilu 2024: Potensi Impresi Ciamik Media Sosial Cak Imin MOJOK.CO

Muhaimin Iskandar, Lokomotif Pemilu 2024: Potensi Impresi Ciamik Media Sosial Cak Imin

1 Juli 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In