Berbahayanya Merasa Jadi Minoritas Muslim di Negeri Mayoritas Islam - Mojok.co
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
Home Pojokan

Berbahayanya Merasa Jadi Minoritas Muslim di Negeri Mayoritas Islam

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
25 Oktober 2018
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Pada masa apa saja, baik dulu ketika zaman Nabi maupun sekarang, narasi merasa jadi muslim minoritas lumrah dilakukan untuk menggulirkan sebuah sikap permusuhan.

Jadi minoritas itu memang tidak ada enak-enaknya sama sekali. Jangankan mau kencing, mau makan saja susahnya naudzubillah. Serba khawatir, apakah daging yang akan dimakan ini halal atau tidak, apakah tempat salat ini suci atau tidak, atau apakah ibadah yang dilakukan ini masuk bidah atau tidak?

Pertanyaan-pertanyaan itu lumrah saja muncul bagi kita yang hati-hati ketika berada di negeri asing. Hanya saja pertanyaan ini akan jadi aneh jika kita berada di lingkungan yang mayoritas Islam. Sebuah pertanyaan yang cenderung menunjukkan bahwa ada juga dari kita yang mengenal agama melalui ketakutan-ketakutan. Sehingga merasa dunia seisinya merupakan ancaman yang perlu dilawan sampai dimusuhi.

Ayat-ayat soal kecurangan dan kejahatan yang pernah dilakukan Yahudi dan Nasrani jadi rutinitas yang dikumandangkan tiap khotbah, riwayat-riwayat nabi palsu atau aliran-aliran sesat dikuatkan secara terus-terusan dalam batin, bahkan sikap suuzan dikedepankan tanpa merasa perlu bersikap sabar lalu tabayyun terlebih dahulu.

Sikap tabayyun yang saya maksud tentu saja bukan hanya pada sebatas mencoba mencari data-data mentah lalu menafsirkannya secara serampangan juga. Sikap tabayyun seperti ini juga usaha untuk mencari data, melakukan riset, kemudian merangkum sebuah kesimpulan final sebelum memutuskan perbuatan apa yang paling bijak untuk dilakukan selanjutnya.

Baca Juga:

Piala Presiden: Turnamen Pramusim Paling Aneh Sedunia

PSSI: Grup Lawak Yang Mengalahkan Kelucuan Warkop DKI

Soekarno: Tunas, Tumbuh, Dan Senjakalanya Ide Persatuan

Memilih reaktif terhadap data mentah inilah yang kemudian membuat kita cenderung keras terhadap orang-orang yang tidak sejalan. Karena merasa apa pun yang tidak sesuai dengan pemikiran kita dianggap sebagai musuh—bahkan ketika belum ada indikasi permusuhan sekali pun, perasaan dimusuhi cukup kental sehingga menjadikan kita cenderung agresif.

Kita memang kemudian mengaku sudah bersikap tabayyun, maka tindakan agresif itu malah mendapat pembenaran. Sayangnya, sikap tabayyun seringkali hanya dimaknai sebagai ungkapan kasar semata.

Melihat secara umum, menilai tindakan lalu mengumumkan ke publik tindakan dengan buru-buru—seringnya malah mengedepankan nafsu di depan sebagai upaya untuk menunjukkan betapa besar dan pentingnya kita. Sebuah upaya yang masuk akal sebenarnya, karena ini merupakan bentuk pertahanan diri dari perasaan menjadi minoritas.

Masalahnya sikap sembrono seperti ini pernah ditunjukkan oleh Abdullah bin Ubay dan kita sebenarnya bisa mengingatnya kembali betapa berbahaya sikap suuzan dikedepankan.

Iya, Abdullah bin Ubay merupakan seorang muslim. Hanya saja, sikapnya yang sering gegabah dan selalu menaruh curiga terhadap sesama muslim membuat salah satu firman Allah soal kaum fasik dan munafik turun. Paling tidak ada tiga ayat Al-Quran dari kekacauan yang ditimbulkan Abdullah bin Ubay. An-Nuur ayat 11-12, At-Taubah ayat 80, lalu ayat 84 pada surat yang sama.

Meski seorang muslim yang taat, Abdullah bin Ubbay pernah dengan serampangan menanyakan hal yang—bisa jadi—dianggapnya merupakan kalimat kritis tapi malah berujung fitnah yang hampir tak berkesudahan. Tidak main-main, yang kena imbas adalah keharmonisan rumah tangga Nabi Muhammad.

Semua diawali dari perjalanan Nabi Muhammad ke kabilah Bani Musthaliq. Perjalanan panjang setelah 5 tahun peristiwa Hijrah. Nabi membawa Siti Aisyah dan Ummu Salamah, dua istri beliau, menggunakan unta sendiri-sendiri dengan beberapa sahabat.

Dalam perjalanan itu, pada suatu malam, Aisyah sempat turun untuk buang hajat dari unta tanpa diketahui oleh rombongan yang lain. Dalam proses itu, Aisyah memang hanya ingin sebentar saja buang hajat. Masalahnya ketika selesai hajat dan hendak mengejar rombongan, kalungnya jatuh. Aisyah pun mencari-cari kalungnya sampai membuatnya tertinggal sangat jauh.

Bisa ditebak kemudian, Aisyah tertinggal dan tidak berani menyusul karena takut salah arah dan membuatnya semakin sulit ditemukan nanti. Akhirnya Aisyah memilih menunggu di posisi dia turun dari untanya.

Sampai kemudian datanglah Shafwan bin Mu’athhal. Sahabat yang memang ditugaskan berada di posisi paling belakang untuk memastikan barang jatuh dari rombongan di depan. Betapa terkejutnya Shafwan menemukan Aisyah, istri Nabi sendirian meringkuk dalam padang pasir yang gelap. Dibawalah Aisyah menggunakan untanya, lalu Shafwan menuntun unta dengan jalan kaki.

Kejadian tersebut tidak menjadi masalah sampai kemudian Abdullah bin Ubay bertanya ke beberapa sahabat, “Kenapa Aisyah terlambat dan datang bersama Shafwan?”

Pertanyaan penuh curiga ini kemudian menyulut jadi fitnah keji. Aisyah lalu digosipkan selingkuh dengan Shafwan. Lagipula, memang tak ada saksi selain Aisyah dan Shafwan yang tahu betul kejadiannya. Masalah lebih pelik karena kebetulan Aisyah jatuh sakit setelah peristiwa tersebut, membuat gosip ini menggelinding lebih parah.

Nabi Muhammad sudah barang tentu merasa heran dengan gosip ini. Sifat cemburu jelas manusiawi, karena tidak akan ada manusia yang nyaman ketika mendengar gosip sang istri berbuat selingkuh. Uniknya, ketimbang meminta shortcut informasi langsung dari Allah, Nabi memilih tabayyun. Melakukan riset lapangan dengan bertanya kepada informan-informan terpercaya. Dari Ali bin Abu Thalib, Usamah bin Zaid, sampai Abu Bakar, yang merupakan ayah dari Siti Aisyah.

Dengan beragam informasi dan hasil verifikasi data itu pun, Nabi tak menghakimi Aisyah telah berbuat kesalahan. Padahal jika mendapati secara kasat mata, fitnah ini pun “terlihat” begitu benar. Apa urusannya Shafwan datang bersama Aisyah malam-malam?

Tapi apa yang disampaikan Nabi Muhammad? Beliau dengan lembut berkata bahwa jika Aisyah memang bersih pasti Allah akan membersihkan namanya, namun jika memang Aisyah salah, Nabi meminta istrinya untuk segera bertobat. Setelah proses ini, kemudian turunlah Surat An-Nuur ayat 11-12 yang menjadi legitimasi bahwa Aisyah sama sekali tidak bersalah.

Sikap sabar dan penuh perhitungan Nabi ini lah yang seharusnya bisa dicontoh. Bukan malah mencontoh Abdullah bin Ubay yang menggulirkan apa yang terlihat “benar” secara kasat mata ke publik dengan penuh sikap curiga tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu.

Selain sikap ceroboh itu, beberapa tahun kemudian Abdullah bin Ubay kembali bikin rusuh dengan membangkitkan sentimen kesukuan masyarakat muslim di Madinah. Abdullah bin Ubay adalah penduduk asli Madinah, dan tidak begitu suka dengan masifnya perkembangan “pendatang”. Pendatang yang dimaksudnya adalah umat muslim Suku Quraisy yang hijrah dari kota Mekah.

“Pendatang” ini bagi Abdullah merupakan ancaman nyata. Pada masa apa saja, baik dulu mau pun sekarang, narasi ini lumrah didengungkan ketika ada pihak yang merasa inferior. Entah apa latar belakang Abdullah bin Ubay mencetuskan ide ini, yang jelas perasaan minoritasnya (padahal jelas dia berada di posisi mayoritas) membuat dirinya terancam, sehingga menggulirkan sentimen tersebut ke masyarakat.

“Mereka telah menyaingi dan mengungguli jumlah kita di negeri kita sendiri. Demi Allah, di antara kami dan orang-orang Quraisy ini seperti pepatah; ‘gemukkan anjingmu dan ia bakal menerkammu’,” ujar Abdullah menyulut sentimen tersebut.

Karena sikap ini, Umar bin Khattab berang dan sempat akan bikin perhitungan dengan Abdullah bin Ubay. Hanya saja sebelum keadaan memburuk, Nabi meminta Umar untuk bersabar. Bahkan meski sudah diperlakukan sedemikian rupa, Nabi Muhammad tetap memanggil Abdullah bin Ubay sebagai “sahabat” alih-alih “musuh Islam” atau “kaum munafik”.

Sampai ketika Abdullah bin Ubay meninggal dunia dan Nabi menyalatkan jenazahnya, turun ayat yang menunjukkan bahwa jenazah tersebut adalah orang fasik dan munafik, artinya Abdullah merupakan seorang muslim yang melakukan kerusakan dan kemaksiatan.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam posisi sebagai manusia istimewa yang menerima segala informasi langsung dari langit saja Nabi tak pernah menghakimi orang sebelum mendapat legitimasi langsung dari Allah.

Sikap yang sering tenggelam dengan kisah-kisah ketegasan beliau dalam menegakkan agama Islam ketika berada pada situasi peperangan melawan kaum yang jelas-jelas memusuhi Islam. Riwayat-riwayat yang sering digulirkan di sekitar kita belakangan ini, di mana keadaan yang damai ini dinarasikan seolah-olah kita sedang berada dalam situasi peperangan.

Membuat kita lalu merasa selalu terancam dan harus melakukan segala cara agar kita bisa kembali menegakkan Islam sesuai yang kaffah. Padahal, Islam di Indonesia memang tak pernah ke mana-mana dan baik-baik saja. Kalau memang ada yang menyeru harus kembali ke “Islam”, ya bisa jadi yang berteriaklah yang sudah ke mana-mana sehingga memang perlu untuk kembali.

Lalu bagaimana menanggulangi perasaan ingin bermusuhan seperti itu? Sederhana.

Cukup awali dengan tidak merasa jadi minoritas muslim di negeri yang mayoritas Islam seperti Indonesia ini. Karena perasaan terancam setiap saat akan memuncullkan sikap pertahanan diri yang seringnya malah berbahaya bagi umat muslim sendiri.

Terakhir diperbarui pada 25 Oktober 2018 oleh

Tags: AllahdamaiIndonesiaIslammayoritasMinoritasMuslimnabi muhammadpeperanganpermusuhanrasultabayyun
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Piala Presiden: Turnamen Pramusim Paling Aneh Sedunia

Piala Presiden: Turnamen Pramusim Paling Aneh Sedunia

23 Juni 2022
PSSI: Grup Lawak Yang Mengalahkan Kelucuan Warkop DKI

PSSI: Grup Lawak Yang Mengalahkan Kelucuan Warkop DKI

16 Juni 2022
Soekarno: Tunas, Tumbuh, Dan Senjakalanya Ide Persatuan

Soekarno: Tunas, Tumbuh, Dan Senjakalanya Ide Persatuan

3 Juni 2022
toleransi antarumat beragama di kotabaru

Toleransi Antarumat Beragama di Kotabaru Tak Sekadar Menyediakan Lahan Parkir

4 Mei 2022
Islam Sebagai Dasar Negara

Islam Sebagai Dasar Negara

30 April 2022
Mr Supomo kedaulatan Indonesia

Kedaulatan Sebuah Negara Menurut Supomo

25 April 2022
Pos Selanjutnya
Meski Hari Santri Dirayakan Presiden, Belum Tentu Semua Santri Bakal Pilih Jokowi

Dikritik Cucu Bung Hatta: Semirip Apa Sih Prabowo-Sandiaga dengan Soekarno-Hatta?

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Berbahayanya Merasa Jadi Minoritas Muslim di Negeri Mayoritas Islam

25 Oktober 2018
Lokasi 18 SPBU di Jogja untuk uji coba MyPertamina

Lokasi 18 SPBU di Jogja yang Jadi Tempat Uji Coba MyPertamina untuk Roda Empat

30 Juni 2022
kecurangan SBMPTN

Polisi Amankan 15 Pelaku Kecurangan SBMPTN di UPN Veteran Yogyakarta

28 Juni 2022
Garuda Pancasila, Sudharnoto

9 Fakta Pencipta Lagu Garuda Pancasila yang Tersingkir dari Sejarah

26 Juni 2022
Pertamina dan aplikasi MyPertamina yang bikin ribet rakyat kecil! MOJOK.CO

MyPertamina dan Logika Aneh Pertamina: Nggak Peka Kehidupan Rakyat Kecil!

29 Juni 2022
PPDB SMA/SMK DIY dan sekolah pinggiran kekurangan murid

PPDB SMA/SMK Ditutup, Sekolah Pinggiran di DIY Kekurangan Murid

30 Juni 2022
Teror Spirit di Puncak Bogor Hingga Makassar MOJOK.CO

Teror Spirit di Puncak Bogor Hingga Makassar: Antara Keriaan dan Kemarahan yang Tak terjawab

30 Juni 2022

Terbaru

kericuhan babarsari mojok.co

Sehari Setelah Kericuhan Babarsari, Sejumlah Pedagang Belum Berani Buka

5 Juli 2022
ganja medis mojok.co

IDI Angkat Bicara Soal Wacana Penggunaan Ganja untuk Medis

5 Juli 2022
ACT Bikin Geger! Petingginya Tilap Miliaran Dana Kemanusiaan MOJOK.CO

ACT Bikin Geger! Petingginya Tilap Miliaran Dana Kemanusiaan, Kepercayaan Publik Berpotensi Koyak

5 Juli 2022
Deputi II Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Imdadun Rahmat. (Dok. Baznas.go.id)

Deputi Baznas Sebut Global Zakat Milik ACT Tak Punya Izin

4 Juli 2022
Sepeda motor dibakar dalam bentrok di Babarsari, Senin (04/07/2022)

Bentrok Antarkelompok di Babarsari, Sri Sultan Minta Polisi Tindak Keras Pelaku 

4 Juli 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In