MOJOK.CO – Saya heran kenapa kehadiran Yasonna Laoly di konferensi pers PDIP menanggapi OTT KPK yang melibatkan kader PDIP Harun Masiku dipermasalahkan banyak orang.
Maksud saya, ya biasa aja lho, dia kan di sana tampil sebagai Ketua DPP bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan (DPP PDIP). Perihal dia punya kerja sampingan sebagai Menteri hukum dan HAM yang harusnya memberikan contoh untuk netral dan tidak memihak–apalagi melibatkan diri dengan partai yang sedang jadi sorotan karena kasus korupsi, itu hal lain yang nggak relevan.
Nggak usah lah kita rame-rame mempermasalahkan ini, kayak nggak ada kerjaan aja. Kan emang bukan rahasia kalau pejabat publik lebih mementingkan kepentingan partai daripada kepentingan rakyat. Lha wong dia dapat jabatan di pemerintahan aja karena jasa partai kok, bukan jasa rakyat. Makanya nggak aneh kalau bela partai jadi agenda utama, masa ujug-ujug disuruh bela rakyat, kan nggak elok itu kalau udah dapat jabatan tapi malah berpihak ke rakyat. Itu apa bukan kacang lupa pada kulitnya?
Lagian apa yang Yasonna Laoly lakukan nggak melanggar aturan kok. Kan di Indonesia nggak ada larangan rangkap jabatan sebagai pejabat publik dan kader partai. Saya sih yakin kalau soal aturan kayak gini, Yasonna yang nyambi sebagai Menteri Hukum dan HAM pasti sudah khatam lah makanya berani terang-terangan menyatakan keberpihakan. Kan ya aneh kalo menteri hukum melakukan sesuatu yang melanggar hukum. Mikir dong.
Lagian kita ini siapa juga, kok berani-beraninya ngelarang-larang orang yang menunjukan keberpihakan? Itu kan pelanggaran HAM. Hem???
Apa??? Kamu nggak terima soalnya pejabat publik level menteri itu harusnya punya tanggung jawab moral untuk netral dan menunjukan semangat antikorupsi, bukannya malah membela partai yang jelas-jelas sedang tersandung kasus korupsi?
Kamu pikir ini masih era Reformasi apa? Kok bisa-bisanya mikir ada pejabat publik yang punya moral dan integritas kayak gitu. Salah, kita ini sedang balik ke masa Orde Baru tahu. Mbok ya bangun, jangan terjebak dengan kenangan masa depan kalau pejabat publik itu mestinya jujur, berintegritas, dan menghidupi kepentingan rakyat. Pejabat sekarang mana ada yang kayak gitu. Boro-boro menghidupi rakyat, yang ada malah minta penghidupan dari rakyat. Minta fasilitas, minta privilese.
Sekarang jadi makin ngerti kan kenapa Yasonna Laoly tuh nggak salah?
Betul, bukan dia yang salah, tapi kita. Kita salah soalnya kita yang punya harapan terlalu tinggi sama kader partai yang nyambi sebagai pejabat publik. Padahal jelas-jelas bagi mereka, membela kepentingan partai lebih penting daripada menjaga moral dan etika, inget ya, punya moral dan etika nggak akan bisa bikin kamu diangkat jadi menteri. Kalau punya jabatan kader partai baru bisa.
Makanya, lain kali, kalau nggak mau dibikin sakit hati sama pejabat publik kayak gini, kalau mau menangin partai tuh ya, partai yang jelas punya kepentingan untuk rakyat. Jadinya, kalau kadernya nyambi jadi pejabat lagi, ketika memperjuangkan kepentingan partai, dia juga memperjuangkan kepentingan rakyat. Jangan malah pilih partai pragmatis yang mbuh kontribusinya ke rakyat, orang kerjaannya cuman rebutan kekuasaan.
BACA JUGAÂ Pejabat Kita (Pernah) Anti Korupsi, Anti Kepentingan, dan Punya Standar Moral Tinggi atau artikel lainnya di POJOKAN.