Klaten sejak dulu seolah menjadi laboratium bagi petani untuk menemukan tanaman-tanaman unggulan. Salah satu nama petani yang tersohor adalah Jagus (cara bacanya: Yagus). Sosok petani yang memikat Presiden Soekarno. Jagus adalah petani yang melawan kemustahilan yang membuat para doktor Belanda angkat tangan.
***
Dalam beberapa tahun terakhir, Klaten selalu mengalami surplus beras. Tidak heran jika kota kecil di Jawa Tengah tersebut kemudian mengukuhkan diri sebagai kabupaten penyangga pangan (lumbung pangan), baik di tingkat regional (Jawa Tengah) maupun nasional.
Merujuk data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Klaten, pada 2020 Klaten mencatat surplus beras hingga 101.000 ton, 157.000 ton pada 2021, 200.085 ton pada 2022, dan 87.969 ton di tahun 2023.
Angka 87.000 di 2023 bisa dibilang masih angka yang tinggi. Sebab, pada 2023, petani di Klaten harus berjibaku di tengah El Nino, tapi masih bisa surplus sebesar itu.
Lantaran konsisten menghasilkan surplus beras, Pemerintah Kabupaten (Pemkab Klaten) pun menerima anugerah “Inovasi Pembangunan Terpuji” dalam Detik Jateng-Jogja Awards 2024 kategori Program Ketahanan Pangan se-Jawa Tengah-DIY.
Penemuan padi Rojolele Srinuk yang untungkan petani
Masih dari laporan DKPP Klaten, pada 2022, Pemkab bersama Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) melakukan rekayasa genetik, hingga menghasilkan varietas padi yang kemudian dinamai Rojolele Srinuk.
Jenis padi ini disebut memiliki keunggulan dari Rojolel induknya. Misalnya, masa tanam Rojolele induk bisa mencapai enam sampai tujuh bulan. Sedangkan masa tanam Rojolele Srinuk hanya 110 hari atau sekitar tiga bulan. Artinya, masa tanamnya lebih singkat ketimbang Rojolele induk.
Tidak hanya itu, Rojolele Srinuk lebih aman ketimbang Rojolele induk. Ukuran Rojolele Srinuk lebih pendek, sehingga aman dari serangan burung atau terpaan angin yang dapat merobohkannya.
Tentu berbeda dengan Rojolele induk yang ukurannya tinggi (lebih dari 1 meter), sehingga rentan diserbu burung atau dihempas angin.
Petani Klaten pun disebut lebih untung ketika menanam varietas Rojolele Srinuk. Pasalnya, setiap kali panen Srinuk, petani bisa meraup pendapatan hingga Rp6 juta per hektare.
Sedangkan panen varietas lain atau Rojolele induk biasanya menghasilkan Rp4 juta sampai Rp5 juta per hektare. Itu pun harus bersiap dengan risiko yang cukup besar (seperti disinggung tadi).
Pada 2022 itu pula, Rojolele Srinuk mendapat hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) dari Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Selada dan tembakau premium Klaten yang jadi nomor 1 di pasaran Belanda
Jauh sebelum hari ini, Klaten sempat menjadi “laboratorium” bagi seorang petani bernama Jagus.
Jagus sebenarnya asli Madiun, Jawa Timur. Lahir pada 6 September 1901. Sisa hidupnya kemudian dihabiskan di Klaten.
Pada 1932, Jagus bekerja di Proefstation Tembakau Klaten bagian seleksi. Jagus sama sekali tidak mengenyam pendidikan tinggi ilmu tani. Gurunya adalah pengalaman. Laboratoriumnya adalah sawah dan ladang.
Saat bekerja di pusat penelitian tembakau itu, Jagus berhasil menemukan satu jenis tembakau yang tahan serangan hama. Nama tembakaunya: Grote Broek.
“Pada masanya, tembakau itu jadi tembakau premium nomor satu di pasaran tembakau di Belanda,” ujar pengarsip, Muhidin M. Dahlan, dalam program Jasmerah di kanal YouTube Mojokdotco.
“Saat itu ada doktor tani asal Belanda yang ditugasi memperbaiki kualitas tembakau di Belanda. Namanya, Dr. d’Angremoond. Dia sudah riset sepanjang 1915-1928 dan selalu gagal, menemui jalan buntu. Sampai akhirnya ketemu Jagus,” sambungnya.
Itu bukan yang pertama kali temuan Jagus membuat orang Belanda terkagum-kagum. Pada 1926—sebelum bekerja di pusat penelitian tembakau Klaten—Jagus sempat melakukan ikhtiar mengawinkan beragam jenis selada. Hasilnya, dia berhasil menciptakan selada raksasa yang dikagumi oleh orang-orang Belanda.
Baca halaman selanjutnya…
Temukan jenis padi besar-besar setelah diragukan sarjana pertanian Belanda