Tak pernah sakit hati
Meski begitu, jika dibanding-bandingkan dan diremehkan oleh seseorang, Iwan mengaku tak sakit hati atau bahkan sampai overthinking kalau meminjam istilah anak sekarang. Sebab, sedari muda ia memang sudah melihat bahwa Tasaro GK memiliki potensi untuk menjadi sukses dan orang besar.
Itulah kenapa sebagai kakak, ia pun turut mendukung setiap cita-cita Tasaro GK di samping dukungan dari bapak dan ibu. Sehingga ia akhirnya menjadi penulis besar di Bandung.
“Saya ikut bangga saja, Mas. Apalagi kalau lihat foto Taufik lagi jadi pembicara, ikut senyum-senyum sendiri,” ucap Iwan.
Dalam hati Iwan, justru ada perasaan lega ketika melihat sang adik berhasil memiliki kehidupan yang layak. Lebih-lebih lewat apa yang ia sukai dan tekuni sejak remaja: menulis.
“Yang penting jangan lupa sama saudara, itu saja,” sambung Iwan.
Kata Iwan, sejak tinggal di Bandung, Tasaro GK memang sudah jarang pulang ke Jogja. Meski Hari Raya Idul Fitri pun belum pasti Tasaro GK akan mudik ke kampung halamannya di Gunungkidul. Terlebih di Jogja sudah tidak ada orang tua yang bisa Tasaro GK jujuk (karena telah menghadap Tuhan YME).
Iwan tak masalah. Toh meskipun sudah jarang pulang ke Jogja, dari Bandung Tasaro GK tak pernah luput untuk video call dengan kakaknya tersebut. Tak melulu harus mengobrolkan hal penting. Tapi sekadar menanyakan kabar atau obrolan-obrolan ringan pun sudah cukup.
Sementara untuk Iwan sendiri yang dianggap tak sukses ketimbang sang adik, Iwan mengaku santai saja dan tak tersinggung sama sekali. Sebab, baginya, nasib dan rezeki seseorang sudah Tuhan atur sebaik-baiknya.
Toh bagi Iwan, omzet dari buka angkringan di Jogja juga sudah lumayan alias lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News.