Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Seorang Ibu yang Maafkan Pembunuh Anaknya dan Orang-orang yang Coba Berdamai dengan Keadaan

Muchamad Aly Reza oleh Muchamad Aly Reza
30 Desember 2024
A A
Belajar budaya hidup damai bareng Cerita Damai Jogja MOKJOK.CO

Belajar budaya hidup damai bareng Cerita Damai Jogja. (Aly Reza/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Nama perkumpulan kecil itu adalah Cerita Damai. Sebuah inisiatif di Jogja yang mengajak banyak orang untuk berlatih membangun budaya hidup damai.

Orang mungkin hanya akan melihatnya sebagai perkumpulan kecil. Namun, Cerita Damai seperti punya magnet yang menarik orang-orang untuk datang kepadanya. Bahkan saat hujan lebat turun tanpa jeda pada Sabtu (28/12/2024) sore WIB.

Teman-teman Cerita Damai membuat “pelatihan damai” di Akademi Bahagia, Ngaglik, Sleman. Cukup jauh dari jarak tinggal peserta: kebanyakan dari arah Kota Yogyakarta. Menerabas hujan nyatanya tidak jadi soal. Bahkan ada salah seorang peserta yang sampai basah kuyup demi menjangkau lokasi pelatihan.

Rela kehujanan demi Cerita Damai Jogja

“Apa yang perkumpulan kecil ini tawarkan pada mereka?” Itu pertanyaan yang langsung melintas di kepala saya. Maka, saya memutuskan untuk naik ke ruang perpustakaan Akademi Bahagia. Turut menjadi peserta.

Total ada 12 orang—termasuk saya—yang berkumpul di ruang perpustakaan itu. Tiga di antaranya berposisi sebagai fasilitator: Jati, Ista Widhi, lalu ada Apriyani Indramayu.

Kertas-kertas ditempel dengan pola melingkar di beberapa sudut perpustakaan Akademi Bahagia. Berisi panduan dan tahap demi tahap yang akan dijalani peserta selama pelatihan berlangsung.

Belatih budaya hidup damai MOJOK.CO
Suasana pelatihan di Akademi Bahagia. (Aly Reza/Mojok.co)

Tahap pertama, stopping. Apriyani Indramayu atau yang akrab dengan sapaan Ayu, mengajak kami untuk berhenti sejenak. Duduk saja. Tidak melakukan apa-apa. Singkirkan ponsel dari genggaman.

“Dengarkan suara-suara di sekitar. Rasakan angin yang berembus,” begitu Ayu memberi arahan. Kami mengikuti. Lalu tiba-tiba lega. Setelah momen itu, tahapan-tahapan pelatihan baru bisa dimulai.

Ibu yang memaafkan pembunuh anaknya

Pada musim gugur 1980, Aba Gayle (perempuan asal USA) mendapati putrinya, Catherine Blount (19 tahun) tewas dalam kondisi mengenaskan. Beberapa bekas tikaman pisau memenuhi tubuhnya.

Tak butuh waktu lama, si pembunuh tertangkap. Namanya Douglas Mickey. Motifnya membunuh Catherine tidak jelas. Namun, atas perbuatannya itu, dia divonis hukuman mati.

“Orang-orang berkata begitu penjahat ini dieksekusi, saya akan sehat kembali. Saya tidak tahu, dan lebih baik saya percaya mereka. Jadi, saya menunggu, dan saya benci itu,” ungkap Aba Gayle.

Berbagi cerita dengan Cerita Damai Jogja MOJOK.CO
Momen pembacaan cerita Aba Gayle. (Aly Reza/Mojok.co)

Sialnya, delapan tahun berlalu, tapi eksekusi mati Douglas belum terjadi. Delapan tahun yang menyiksa bagi Aba Gayle. Hidup dalam kesedihan, amarah, dan dendam.

Aba Gayle lalu memutuskan mencari-cari cara agar hatinya bisa lekas damai. Singkat cerita, dia menemukan wawancara seorang penyintas Holocaust yang memutuskan memaafkan orang Jerman dan seseorang yang membantai keluarganya. Lalu penyintas itu hidup damai.

Aba Gayle, meski awalnya menolak, tapi akhirnya melakukannya juga. Dia memutuskan mengirimkan surat pada Douglas di penjara. Isinya: Aba Gayle “mengampuni” si pembunuh.

Iklan

“Semua amarah, kegusaran, dan nafsu balas dendam sirna begitu saja. Sebaliknya adalah perasaan gembira dan damai yang paling indah,” ujar Abay Gayle.

Berbagi cerita di Cerita Damai Jogja: memaafkan diri sendiri

Kisah Aba Gayle adalah satu dari kisah nyata dari berbagai dunia yang kerap dibacakan dalam beberapa pelatihan Cerita Damai. Cerita Aba Gayle bisa dibaca lengkap di laman resmi Friends Peace Teams.

Melalui cerita-cerita “pengampunan” tersebut, perkumpulan kecil asal Jogja itu ingin memberitahu bahwa memaafkan ternyata menjadi salah satu jalan berdamai. Bukan hanya soal memaafkan orang lain. Tapi juga juga memaafkan diri sendiri.

Saya tidak bisa merunut tahapan-tahapan acara Cerita Damai di Jogja sore itu. Tapi ada beberapa bagian yang akhirnya berdampak besar bagi peserta. Yakni ketika 12 peserta dibagi ke dalam empat kelompok: masing-masing kelompok berisi tiga orang.

Berbagi cerita dengan Cerita Damai Jogja MOJOK.CO
Berbagi cerita dengan Cerita Damai Jogja. (Aly Reza/Mojok.co)

Mulanya hanya diskusi merespons cerita Aba Gayle. Kemudian, semua saling berbagi perihal bagaimana upaya teman-teman mencari jalan damai untuk hidupnya masing-masing. Salah satunya dengan memaafkan dan mengapresiasi diri sendiri.

“Aku bisa belajar mengobati tanpa mengorek luka lama,” begitu kata Cantika, perempuan muda yang satu kelompok dengan saya. Dia asal Makassar dan sudah lama merantau di Jogja.

“Aku juga belajar, semua orang berhak mencoba banyak cara untuk mencari kedamaian untuk dirinya sendiri. Nggak perlu terdistraksi kalau ada yang menyebut toxic positivity,” sambungnya.

Lebih lanjut, kata Cantika, saatnya menyudahi perasaan hancur atau overthinking saat sedang diremehkan atau dibenci orang lain. Harus menyadari, bahwa masih ada orang-orang baik yang sayang dan peduli pada kita. Fokuslah ke situ. Abaikan mereka yang membenci dan meremahkan.

Saya belajar pula dari mereka, perihal bagaimana menyalurkan dendam. Silakan menyimpan dendam. Bukan dendam untuk menjatuhkan atau berbuat buruk pada orang lain. Melainkan dendam untuk menunjukkan bahwa kita bisa lebih baik dan berharga dari apa yang mereka sangkakan.

Membawanya pulang ke Flores

Dimulai pukul 16.30 WIB, pelatihan baru berakhir pada pukul 20.00 WIB. Saya berkesempatan berbincang dengan Apriyani Indramayu alias Ayu (24) selaku fasilitator.

Ayu berasal dari Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Merantau ke Jogja pada 2018, 2024 ini dia baru saja merampungkan studinya di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.

“Saya gabung ke Cerita Damai tahun 2022. Awalnya gabut. Tapi ternyata inisiatif ini punya hal konkret dari visi misi organisasiku sebelumnya,” ujarnya.

Ayu kemudian rutin mengikuti pelatihan hingga akhirnya direkrut menjadi fasilitator. Ayu merasa punya kedekatakan dengan Cerita Damai.

Cerita Damai sendiri menjadi bagian dari Friends Peace Teams. Sebuah inisiatif internsional yang punya concern pada penanggulangan pasca trauma, terutama akibat kekerasan.

“Apalagi saya dari Timur. Sejak kecil harus berhadapan dengan kekerasan. Karena pola parentingnya begitu. Dan itu memberi dampak traumatis yang membentuk diri kita di hari-hari setelahnhya,” ungkap Ayu.

Sebagai fasilitator, Ayu mengaku beberapa kali mendengar cerita perihal mereka yang trauma akibat kekerasan di keluarganya.

“Metode yang saya pakai (untuk katakanlah konseling) itu stopping lalu journaling. Bentuk journaling-nya itu melukis nurani. Hanya mewarna-warnai saja sesuai keinginan hati,” jelas Ayu.

Berlatih budaya hidup damai ala Firends Peace Teams MOJOK.CO
Sungai hidup: bagian saat peserta diminta menggambar isi nurani. (Aly Reza/Mojok.co)

Cerita Damai sendiri, mengadopsi dari Friends Peace Teams, punya sejumlah metode untuk penanggulangan pasca trauma. Bagi Ayu, itu lebih efektif terutama bagi orang-orang kecil yang punya keterbatasan biaya untuk ke Psikolog atau Psikiater.

Karena sudah rampung studi, Ayu berencana meninggalkan Jogja, kembali ke Flores. Dia ingin membangun lembaga pemberdayaan anak muda dan perempuan di kampung halamannya.

“Permasalahan terbesar di sana kan human trafficking dan pernikahan diri. Saya merasa perlu memberdayakan agar hal itu tidak berlarut-larut,” kata Ayu.

Seorang pria asal Pati

Friends Peace Teams sendiri diinisiasi pada 1993 di Amerika, sebagai respons atas krisis Bosnia (perang etnis antara Bosnia vs Serbia yang berlangsung sejak 1992). Orang-orang yang terlibat dalam prosesnya antara lain, David Hartsough dari Pacific Yearly Meeting, Mary Arnett dari Philadelphia Yearly Meeting, dan Val Liveoak dari South Central Yearly Meeting.

Seiring waktu, inisiatif tersebut terus berkembang hingga mengirim delegasi-delegasi internasional. Salah satunya di Aceh pada 2005 untuk menanggulangi trauma pasca tsunami dan konflik bersenjata Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia.

Seorang pria asal Pati, Jawa Tengah, ikut andil dalam momen tersebut. Namanya Petrus (kelahiran 1968). Saat itu dia bekerja di bawah Yayasan SHEEP Indonesia (yayasan kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan perdamaian) yang berkantor di Jogja.

Momen pelatihan di Akademi Bahagia MOJOK.CO
Momen pelatihan di Akademi Bahagia. (Aly Reza/Mojok.co)

Di Aceh, Petrus bertemu dengan Nadine Hoover, donatur Yayasan SHEEP Indonesia. Dari Nadine pula Petrus belajar secara langsung metode mengembangkan hati nurani melalui lokakarya Alternatives to Violence Project.

“Saya merasa bahwa pengembangan hati nurani dibutuhkan oleh semua orang, bukan hanya orang Aceh yang telah mengalami perang secara langsung, tetapi di Jawa ada banyak masalah ketika orang menggunakan kata-kata dengan cara yang kasar,” ujar Petrus usai menerima metode tersebut, seperti termuat dalam laman resmi Friends Peace Teams.

Dari pati lalu Jogja

Pada Oktober 2008, Petrus lalu membuat pelatihan untuk pertama kalinya di Pati. Pada April 2011, dia membangun rumah joglo yang dia namai “Peace Place”. Rumah itu jadi tempat bagi Petrus untuk melakukan pelatihan-pelatihan dengan metode pengembangan hati nurani.

“Saya yakin apa yang telah kami kembangkan selama ini akan sangat bermanfaat dan mampu memberi makna bagi keluarga saya dan lingkungan di sekitar kami. Hal ini sudah dibuktikan dan diakui oleh banyak orang yang telah mengikuti pelatihan,” kata Peturs.

“Hati nurani mengatakan bahwa ini adalah metode baru, yang membuat seseorang menjadi lebih percaya diri, lebih terbuka, lebih peka terhadap diri sendiri, melepaskan trauma, dan lebih memahami makna hidup,” tegasnya.

Dari Pati, metode Friends Peace Teams yang Petrus kembangkan lalu disebarluaskan. Salah satunya oleh Cerita Damai di Jogja.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Pedih Korban Pengusiran Paksa di Rusunawa Gunungsari Surabaya: Ibu-ibu Cedera Fisiknya, Anak-anak Trauma Batinnya

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

 

 

Terakhir diperbarui pada 30 Desember 2024 oleh

Tags: akademi bahagiacerita damaicerita damai jogjafriends peace teams
Muchamad Aly Reza

Muchamad Aly Reza

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Cangkringan, Kecamatan Paling Cantik di Sleman (Foto oleh Mohammad Sadam Husaen)
Pojokan

Ketika Klub Sepeda Bahagia Cycling Comedy Membelah Cangkringan Sleman, Kecamatan Paling Cantik yang Membuat Kecamatan Lain Minder

10 Juli 2025
Membahas pentingnya ruang publik untuk anak muda bareng Totok Hedi di Sleman MOJOK.CO
Kilas

Ruang Publik yang Sadarkan Berpikir Kritis Jadi Solusi atas Gejala Pembusukan Otak

27 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kuliah di universitas terbaik di Vietnam dan lulus sebagai sarjana cumlaude (IPK 4), tapi tetap susah kerja dan merasa jadi investasi gagal orang tua MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Terbaik Vietnam: Biaya 1 Semester Setara Kerja 1 Tahun, Jadi Sarjana Susah Kerja dan Investasi Gagal Orang Tua

15 Desember 2025
ugm.mojok.co

UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar

20 Desember 2025
Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Gagal dan tertipu kerja di Jakarta Barat, malah hidup bahagia saat pulang ke desa meski ijazah S1 tak laku dan uang tak seberapa MOJOK.CO

Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia

19 Desember 2025
UGM.MOJOK.CO

Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas

20 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.