Pemkab janji ratakan perbaikan jalan
Menurut laporan dari Suara Merdeka Muria, tahun 2024 ini Bupati Rembang, Abdul Hafidz menjanjikan penanganan jalan rusak di beberapa daerah di Rembang. Terdiri dari Sedan, Pamotan, Sulang, Sale, Pancur, hingga Bulu di Rembang selatan. Daerah-daerah tersebut memang memiliki kerusakan jalan cukup parah. Sementara jatah perbaikan di bagian utara adalah di Sluke dan Sarang.
Saya sendiri kerap melintas di daerah Pamotan, Pancur, dan Sale. Rasanya memang sangat berbanding terbalik dibanding jalanan bagian utara.
Di Rembang utara saya bisa melaju mulus dengan kecepatan tinggi. Sementara saat masuk di daerah-daerah selatan, kondisinya langsung berubah drastis. Hanya umpatan-umpatan yang keluar saat motor saya bolak-balik terjeglong lubang-lubang besar.
Apalagi kalau hujan. Lubang-lubang tersebut tentu akan tertutup genangan air. Sehingga ketika tidak waspada, bisa-bisa jatuh karena jerjerembab di lubang menganga. Karena saya sendiri pernah mengalaminya, kira-kira pada awal 2021 lalu saat masih jadi wartawan di kota kecil itu.
Beruntungnya saya hanya lecet kecil. Selebihnya ya tahan malu karena saya basah kuyup oleh air genangan air tempat saya jatuh. Sudah hampir tiga tahun, tapi kondisinya ternyata masih sama saja.
Dari laporan Suara Merdeka Muria itu pula, kabarnya Abdul Hafidz menargetkan perbaikan jalan di Rembang akan tuntas setidaknya 75 persen di tahun 2025 nanti. Semoga saja.
Kota bersejarah yang mangkrak dan menyedihkan
Kondisi jalan di Rembang yang rusak tentu tak hanya dikeluhkan oleh Siroj dan Widodo. Banyak orang Rembang, terutama anak-anak muda yang mengeluhkannya.
“Bupatinya sibuk selawatan bersama, nggak ngurus kotanya,” begitu ujar seorang pemuda umur 22-an saat kami nongkrong-nongkrong di angkringan Lapangan Kridanggo, Sluke, beberapa waktu lalu.
Mengingat, Abdul Hafidz yang berlatar belakang pesantren memang aktif dalam mengikuti agenda-agenda selawat bersama di Kota Dampo Awang tersebut.
“Nggak salah. Selawat itu bagus. Tapi sebagai bupati, selain mikir ukhrawi juga harus mikir kondisi rakyat, kondisi infrastruktur daerahnya ini gimana,” sambung pemuda yang enggan disebut namanya itu.
Sebab, kondisi jalan yang rusak membuat Rembang terkesan makin mangkrak. Sudahlah tertinggal (karena tak semodern daerah-daerah tetangga), eh mangkrak pula. Padahal Rembang terbilang sebagai daerah bersejarah.
Rembang sendiri menjadi bagian dari sejarah panjang Kerajaan Majapahit hingga Mataram Islam, seperti termuat dalam buku Lasem Kota Pusaka karya M. Akrom Unjiya.
Sebelum menjadi kabupaten sendiri, terlebih dulu Rembang menjadi bagian dari Kerajaan Lasem yang tercatat sebagai negara vassal Majapahit. Sebelum akhirnya kerajaan tersebut runtuh hingga berubah menjadi Kadipaten Lasem (berjaya 1469-1490). Dalam rentetan masa tersebut, Lasem juga menjadi salah satu pusat syiar Islam di Jawa (khususnya Pantura) karena Sunan Bonang menetap dan membangun pesantren di sana.
Lalu singkat cerita, di masa Mataram Islam dan masa pendudukan VOC, Rembang menjadi kabupaten sendiri yang lambat laun melunturkan kuasa Lasem yang sempat digdaya.
Sejarah kota kecil itu terus berlanjut dan tercatat sebagai bagian dari sejarah panjang kemerdekaan Indonesia. Yakni pasca RA. Kartini dipersunting dan diboyong oleh Bupati Rembang Adipati Djojo Adiningrat dari Jepara ke Rembang.
Di sana lah kemudian RA. Kartini menghabiskan sebagian besar masa hidupnya dengan memperjuangkan hak-hak wanita. RA. Kartini pun wafat di kota kecil itu dan disemayamkan di sana pula, persisnya di Kecamatan Bulu (berbatasan dengan Blora).
Pendek kata, sungguh sayang kalau kota yang bersejarah itu justru makin mangkrak gara-gara jalan rusak tak terurus.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.