ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Adipati Wirabraja dan Adipati Wiranegara, Inisiator Islamisasi Lasem yang Terlupakan

Aly Reza oleh Aly Reza
23 September 2020
A A
tebuireng dipati wirabraja islamisasi lasem pondok pesantren ngajio sampek mati mojok

tebuireng dipati wirabraja islamisasi lasem pondok pesantren ngajio sampek mati mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Jika kebetulan sedang pulang kampung, saya selalu menyempatkan diri untuk ziarah ke makam tiga tokoh yang bagi saya memiliki andil besar dalam pembangunan peradaban kota Lasem. Makam-makam tersebut yaitu makam Sunan Bonang di desa Bonang, makam Adipati Wirabraja (adipati pertama Lasem), dan makam Adipati Wiranegara (adipati kedua Lasem) yang terletak di Lohgading-Sriombo.

Kebiasaan saya tersebut ternyata mendapat respons kurang enak dari beberapa kawan saya yang notabene adalah anak-anak pesantren. Bagi mereka, hanya ziarah ke makam Sunan Bonang lah yang paling tepat. Sebab, Sunan Bonang adalah tokoh ulama yang mendedikasikan hidupnya untuk mengenalkan ajaran Islam di bumi Lasem.

Sementara itu mereka agak sangsi dengan kebiasaan saya ziarah ke makam Adipati Wirabraja dan Adipati Wiranegara. Alasannya, dua tokoh ini sudah hidup dan berkiprah sejak Lasem masih menjadi salah satu negara vasal Majapahit. Mereka kemudian menyimpulkan, berarti dua adipati Lasem ini masih memegang teguh Hindu.

Nah, ini yang mereka permasalahkan. Masa orang Islam—lebih khusus saya yang alumni pesantren—ziarah ke makam orang Hindu? Kata mereka, akan lebih baik jika saya ziarah ke makam-makam ulama yang jelas-jelas memiliki peran dalam dakwah Islam di bumi Lasem. Wah, tudingan ini perlu sedikit diluruskan.

Sebenarnya saya bisa saja menjawabnya dengan pendekatan teologis atau tasawuf. Tapi, kayaknya lebih urgen untuk dijawab dalam konteks historis Islamisasi Lasem saja. Semoga sedikit membuka kesadaran mereka untuk melek terhadap sejarah leluhur mereka sendiri.

Baik, mari kita mulai.

Ngomongin soal Lasem sebenernya bisa sangat panjang, tapi secara ringkas kurang lebih bisa disimpulkan bahwa Lasem merupakan satu di antara sekian banyak negara atau kerajaan bawahan Majapahit. Di pesisir utara, dulunya Lasem dan Tuban menjadi bandar perdagangan besar di pesisir utara yang menghubungkan antara Jawa dengan Champa. Persinggungan dengan orang-orang Champa yang mayoritas beragama Islam inilah yang disinyalir menjadi gerbang awal masuknya gelombang islamisasi di Lasem.

Dalam naskah Carita Lasem gubahan R.M. Panji Khamzah disebut, gelombang pertama ini terjadi pada 1413. Waktu itu sekelompok awak kapal Laksamana Cheng Ho yang dipimpin oleh Bi Nang Un meminta izin kepada Pangeran Wijayabadra untuk menetap di Lasem.

Pangeran Wijayabadara adalah putera dari Pengeran Badra Wardhana yang merupakan putera dari penguasa Lasem, Bhre Lasem V Duhitendu Dewi (ada yang menyebut Rajasadhuhita Indhudhewi), yang tidak lain adalah puteri mahkota Bhre Pandan Salas, penguasa Majapahit sebelum Bhre Kertabhumi (Brawijaya V).

Singkat cerita, izin menetap diberikan. Sebagai hadiah, Bi Nang Un kemudian memberikan Bi Nang Ti, puterinya, untuk diambil istri oleh Pangeran Wijayabadra.

Dari pernikahan tersebut, keduanya dikaruniai seorang anak bernama Pangeran Badra Nala. Pangeran Badra Nala inilah yang kemudian menurunkan Pangeran Wirabraja, adipati pertama Lasem.

Ketika masa kekuasaan Bhre Pandan Salas berakhir, maka berakhir juga kekuasaan Bhre Lasem V atas Kerajaan Lasem yang berpusat di Istana Kriyan (Ada yang menyebut Sumbergirang). Hal tersebut lantaran kebijakan dari pemerintah pusat untuk menghapus Lasem dari bagian negara vasal Majapahit.

Satu tahun setelah lenyapnya Kerajaan Lasem, pada 1469 Pangeran Wirabraja menginisiasi berdirinya Kadipaten Lasem. Atas wasiat dari sang ayah, Pangeran Badra Nala, dia kemudian memindahkan pusat pemerintahan dari Kriyan ke Bonang. Bahkan sang ayah meminta agar Pangeran Wirabraja membebaskan masyarakatnya untuk memeluk Islam. Seperti yang terekam dalam naskah Carita Lasem berbunyi:

“… Supaya enggal pindhah yasa dalem kadipaten ring Bonang bumi Binangun lan nglegakno kawulane padha ngrasuk agama rasul “ (… Segera pindahkan pusat kadipaten ke Bonang-Binangun dan memberi keleluasaan pada rakyat untuk memeluk agama rasul, yaitu Islam).

Pada masa pemerintahan Adipati Wirabraja, persebaran Islam di Lasem bisa dibilang belum terlalu masif. Adipati Wirabraja hanya memberi keleluasaan masyarakat dalam urusan beragama, tapi belum ada model dakwah terpusat.

Beberapa orang menyebut bahwa Pangeran Wirabraja belum Islam. Tapi, beberapa yang lain meyakini waktu itu dia sudah memeluk Islam. Hal tersebut diperkuat dengan fakta kedekatannya dengan Sunan Ampel jauh sebelum Kadipaten Lasem berdiri. Bahkan, sang putera mahkota, Pangeran Wiranegara, dikirim ke Ampel Denta untuk menimba ilmu dari Sunan Ampel. Di Ampel Denta, Pangeran Wiranegara dikenal dekat dengan putra Sunan Ampel bernama Makdum Ibrahim, yang kelak dikenal dengan gelar Sunan Bonang.

Sepeninggal Adipati Wirabraja pada 1474, tampuk kekuasaan kemudian jatuh ke tangan Adipati Wiranegara. Di bawah kekuasaannya, Islam ditetapkan sebagai agama resmi kadipaten. Untuk memperkuat kedudukan Islam di Lasem, Adipati Wiranegara sampai harus mendatangkan sahabatnya, Makdum Ibrahim, untuk mengajar di Bonang. Dari sinilah asal-usul gelar Sunan Bonang yang dia sandang.

Bahkan sebelum itu, untuk memperkuat jalinan ukhuwah Islamiyah, Adipati Wiranegara sudah menempuh langkah diplomatis dengan menikahi kakak dari Sunan Bonang, yaitu Nyai Ageng Maloka. Pada masa inilah agama Islam berkembang cukup pesat.

Sepeninggal Adipati Wiranegara pada 1479, Nyai Ageng Maloka kemudian menyerahkan sepenuhnya bangunan kadipaten di Bonang kepada Sunan Bonang untuk dikelola sebagai pesantren. Sementara Nyai Ageng Maloka memindahkan pusat pemerintahan ke Cologawen (Cologowok-Soditan). Dalam meneruskan pemerintahan, Nyai Ageng Maloka dibantu oleh Pangeran Santhipuspa hingga wafatnya pada 1490 dan dimakamkan di Caruban, Lasem.

Dengan rangkaian penjelasan tersebut saya mau menegaskan bahwa tegaknya Islam di bumi Lasem dan banyaknya pesantren yang berkembang sampai hari ini secara genealogis sebenarnya nggak bisa dipisahkan dari peran Adipati Wirabraja dan Adipati Wiranegara. Para ulama setelah era mereka bisa dibilang tinggal meneruskan.

Adipati Wirabraja meletakkan fondasi dasarnya berupa kelonggaran memeluk Islam. Sementara Adipati Wiranegara, Nyi Ageng Maloka, dan Sunan Bonang merancang aktivitas dakwah terpusat yang kemudian ditempatkan dalam satu wadah bernama pesantren

Justru harusnya saya yang sangsi, kok bisa ada orang yang ngaku santri Lasem, tapi nggak memberi penghargaan sama sekali kepada para tokoh inisiatornya?

BACA JUGA Manusia yang Eksploitatif Adalah Manusia yang Kegeeran dan tulisan Aly Reza lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 23 September 2020 oleh

Tags: islamisasiperanPesantrensunan bonang
Aly Reza

Aly Reza

Muchamad Aly Reza, kelahiran Rembang, Jawa Tengah. Penulis lepas. Bisa disapa di IG: aly_reza16 atau Email: [email protected]

ArtikelTerkait

mbah moen

Peninggalan Mbah Moen dan Tugas Kita Sebagai Ahli Warisnya

8 Agustus 2019
6 rekomendasi pondok pesantren di Malang mojok

6 Rekomendasi Pesantren Dekat Kampus di Malang

19 November 2020
Bukan di Tuban atau Bawean, Makam Asli Sunan Bonang Itu di Bonang, Lasem, Jawa Tengah MOJOK.CO

Bukan di Tuban atau Bawean, Makam Asli Sunan Bonang Itu di Bonang, Lasem, Jawa Tengah

5 Agustus 2020
Lika-liku Kehidupan Santri di Pesantren Perihal Kisah Asmaranya terminal mojok.co

Lika-liku Kehidupan Santri di Pesantren Perihal Kisah Asmaranya

8 Februari 2021
PMA PPKS, Langkah Progresif Kementerian Agama yang Patut Dirayakan Terminal Mojok

PMA PPKS, Langkah Progresif Kementerian Agama yang Patut Dirayakan

26 Oktober 2022
Nggak Usah Tersinggung kalau Pesantren Diasumsikan sebagai Bengkel Moral Kenangan Ramadan di Pesantren: Wadah Takjil Unik yang Sering Digunakan Santri Daftar Produk Obat Gatal yang Populer di Kalangan Anak Pesantren

Pesantren Sering Diasumsikan sebagai Bengkel Moral, dan Kita Jangan Tersinggung

4 Juni 2020
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Merayakan Hadirnya Film Aneh dengan Nonton ‘I’m Thinking of Ending Things’ terminal mojok.co

Merayakan Hadirnya Film Aneh dengan Nonton ‘I’m Thinking of Ending Things’

Pemilik Plat Nomor Cantik Adalah Tipe Manusia Unggul AHY plat nomor presiden orang kaya BPKP otomotif terminal mojok.co

Pemilik Plat Nomor Cantik Adalah Tipe Manusia Unggul

Jika BTS Tampil di Grammy Awards 2021, Mereka Perlu Belajar dari Via Vallen terminal mojok.co

Perjalanan Fans K-Pop yang Bertobat dari Sifat Barbar

Terpopuler Sepekan

5 Alasan Daun Kemangi Wajib Ada di Setiap Hidangan Pecel Lele

5 Alasan Daun Kemangi Wajib Ada di Setiap Hidangan Pecel Lele

15 Mei 2025
Kabupaten Grobogan, Daerah yang Sama Sekali Nggak Terkenal, padahal Lumbung Pangan Nasional

Kabupaten Grobogan, Daerah yang Sama Sekali Nggak Terkenal, padahal Lumbung Pangan Nasional

19 Mei 2025
Pengalaman Belajar Ilmu Tenaga Dalam di Pesantren (Unsplash)

Pengalaman Belajar Ilmu Tenaga Dalam di Pesantren Berharap Bisa Rasengan Kayak Naruto

19 Mei 2025
3 Wisata di Jogja yang Kelihatan Menarik di TikTok, tapi Aslinya Biasa Saja kuliah di Jogja

Jogja Tetaplah Kota Terbaik untuk Ditinggali, sekalipun Mukanya Berair karena Banjir, dan Penuh Jerawat Berbentuk Tukang Parkir Liar

18 Mei 2025
Tips Berwisata ke Jatim Park 1 supaya Puas dan Hemat, Saya Tulis karena Banyak Menyesal setelah Pulang

Tips Berwisata ke Jatim Park 1 supaya Puas dan Hemat, Saya Tulis karena Banyak Menyesal setelah Pulang

21 Mei 2025
4 Derita yang Saya Rasakan Saat Tinggal di Dekat Jalan Raya Jogja-Solo

4 Derita yang Saya Rasakan Saat Tinggal di Dekat Jalan Raya Jogja-Solo

19 Mei 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=Zbmdu5T4vVo

DARI MOJOK

  • Kecamatan Gedebage Salah Urus: Kawasan Mentereng di Bandung yang Awut-awutan karena Ulah Pemerintahnya, Bikin Warga Menderita
  • Pengalaman Nekat dan Penuh Siasat Naik Kereta Api, Bayar Rp3 Ribu Bisa ke Berbagai Kota Tanpa Diusir
  • 3 Gen Z Salurkan Ribuan Orang ke Pekerjaan Impian Lewat Startup Pendidikan, Masuk Forbes 30 Under 30
  • Nekat Merantau dari Jakarta ke Solo untuk Bangun Usaha Sendiri, Kini Hidup Jauh Lebih Tenang dengan Gaji Berkecukupan
  • Pertama Kali Nginep di Hotel: Berlagak Kaya Berujung Malu karena Kegoblokan, Bingung Cara Buka Pintu Kamar
  • Derita Jadi Mahasiswa UIN Jogja: Dianggap Tahu Segalanya oleh Warga Desa, Disuruh Ruqyah sampai Melacak Uang Hilang, padahal di Kampus Belajar Matematika

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.