Ngopi yang seharusnya asyik dan santai bisa berubah menjadi aktivitas penuh risiko kalau ngopinya di Jalan Ahmad Yani, Nganjuk. Sebab, kawasan tersebut kerap menjadi arena bentrok antarperguruan silat. Yang paling sering misalnya PSHT vs Pagar Nusa.
***
Slogan ngopi ae ben gak resiko (ngopi aja biar tidak risiko) sepertinya tidak cocok kalau diterapkan di Nganjuk. Sebab, ngopi di Nganjuk, khususnya di Jalan Ahmad Yani, benar-benar penuh risiko.
Bagaimana tidak. Jalan Ahmad Yani pada dasarnya menyuguhkan banyak pilihan tempat ngopi. Baik warung kopi maupun angkringan. Namun, kerusuhan antara PSHT vs Pagar Nusa juga menjadi sajian yang tentu saja bikin suasana ngopi yang seharusnya santai, malah berubah mencekam.
Saya sendiri sudah berulang kali mengalaminya. Yang paling baru yakni pada Juni 2024 lalu.
Waktu itu saya sedang ngopi di angkringan milik teman saya di Jalan Ahmad Yani, Nganjuk. Panggil saja Dandi* (20), bukan nama asli. Selain untuk ngopi, saya memang bermaksud ngobrol banyak dengannya karena sudah lama kami tak bersua. Kami pun srawung hingga hampir tengah malam.
Menjelang tengah malam, tiba-tiba saja dari kejauhan muncul beberapa kelompok orang yang mengendarai motor sambil bleyer-bleyer. Mereka berteriak, misuh-misuh, dan melakukan aksi-aksi provokatif lain.
Yang mengagetkan, beriringan dengan munculnya sekelompok pengendara motor tersebut, tiba-tiba sekelompok orang yang semula ngopi di angkringan sebelah angkringan Dandi berlari berhamburan. Mereka mengejar para pengendara motor tersebut dengan melempar batu. Tak lama kemudian, bentrok pun tak terhindarkan.
Beruntung saya selamat. Baru saya tahu kemudian, kalau ternyata bentrokan tadi sudah terencana. Para pengendara motor adalah anak-anak dari perguruan silat Pagar Nusa. Sementara orang-orang yang berhamburan dari angkringan dari PSHT. Mereka memang sedang bersiap untuk saling luruk/labrak.
Jalan Ahmad Yani Nganjuk: gelanggang bentrok PSHT vs Pagar Nusa
Dandi sebagai pemilik angkringan mengungkapkan bahwa biang perseteruan di Jalan Ahmad Yani adalah para oknum pesilat yang fanatik. Lebih sering dari kalangan PSHT dan Pagar Nusa.
Hal itu ia ketahui sendiri dari hasil pembicaraan dengan salah satu pengunjungnya yang merupakan bagian dari kelompok pesilat tersebut. Pun ia sendiri juga sudah tak terhitung berjualan di tengah-tengah bentrok antarperguruan silat tersebut.
“Biasanya di kaosnya (oknum pesilat yang bentrok) ada tulisan Gashak, Shorenk, Ligas, macam-macam lah,” beber Dandi saat Mojok wawancarai pada Senin (22/7/2024) malam WIB.
Dandi awalnya mengira itu adalah nama sebuah geng. Namun ketika ia mendengar cerita dari orang lain, ia baru mengetahui bahwa itu merupakan nama komunitas pesilat di PSHT dan Pagar Nusa.
Gashak dan Shorenk adalah nama komunitas fanatik PSHT. Sementara Ligas adalah nama komunitas fanatik Pagar Nusa.
“Tapi nggak semua pakai (atribut). Beberapa memang pakai, beberapa yang lain pakai hoodie. Mungkin biar nggak ketahuan (wajahnya),” imbuhnya.
Mirisnya, kebanyakan dari mereka yang bentrokan adalah remaja yang masih sekolah. Hal ini seperti yang sudah Dandi pastikan dari pengunjung angkringannya yang merupakan bagian dari salah satu perguruan silat tersebut. Bedanya, pengunjung Dandi itu sebenarnya sangat tidak sepakat dengan tindakan-tindakan anarkis.
Bentrokan PSHT vs Pagar Nusa di Jalan Ahmad Yani Nganjuk bisa 2 sampai 3 kali dalam seminggu
Dandi menuturkan, bentrok PSHT vs Pagar Nusa di Jalan Ahmad Yani Nganjuk memang sudah biasa terjadi. Dalam seminggu bisa dua sampai tiga kali bentrok. Meski kadang bisa juga tidak sama sekali.
“Pernah waktu itu aku lagi jaga angkringan. Kebetulan juga ada pengunjung. Tiba-tiba bentrokan, batu-batu terbang kena angkringan saya,” ungkap penjaga angkringan itu.
Akibatnya, Dandi terpaksa tutup lebih awal. Padahal, biasanya–jika situasi adem ayem–ia baru akan menutup angkringannya lewat tengah malam.
Alhasil, ia harus kehilangan banyak pelanggan. Bagaimanapun juga, kalau sudah terjadi bentrok, hal pertama ia lakukan adalah menyelamatkan sumber uangnya: angkringan. Ora risiko, Rek!
“Kalau bentrokannya, biasanya jam sepuluh malam ke atas,” sambungnya.
Jadi korban salah sasaran
Dandi bercerita, salah satu temannya pernah menjadi korban salah sasaran bentrokan antara PSHT vs Pagar Nusa di Jalan Ahmad Yani, Nganjuk. Kejadian itu bermula saat temannya sedang ngopi di angkringannya dan duduk tepat di pinggiran trotoar.
“Jadi temanku itu pernah kena lemparan batu, pas kena muka,” tuturnya. Tentu bonyok lah muka teman Dandi tersebut.
Cerita serupa Mojok dapat dari Bayu (20). Saat itu Bayu baru tiba dari Madiun setelah menempuh perjalanan motor kurang lebih 45 menit.
Saat melintas di Jalan Ahmad Yani, Nganjuk, ia sengaja berhenti untuk mencari makan. Perutnya sudah terasa keroncongan. Tanpa ia sangka, ia malah kena sergap oleh sekelompok pesilat.
“Waktu itu aku lagi nyari nasi pecel di pertigaan depan Taman Nyawiji. Pas di jalan dihadang oleh pesilat,” kenang Bayu.
Para pengroyok tersebut berasal dari PSHT. Mereka mengira Bayu adalah salah satu bagian dari komunitas musuh (Pagar Nusa). Karena Bayu mengenakan hoodie hitam yang memang kerap dipakai oleh oknum pesilat Pagar Nusa yang sering terlibat bentrok.
Bayu berusaha menjelaskan kalau mereka salah sasaran. Namun, belum tuntas ia menjelaskan, pukulan sudah mendarat di pipinya. Untungnya, Bayu punya cukup energi untuk segera keluar dari pengroyokan. Dengan cepat ia memacu motornya untuk kabur sejauh-jauhnya.
Baca halaman selanjutnya…