Temannya tidak sengaja membeli bibit stroberi dan menitipkannya. Dari sana, Ines jadi tertarik dan melanjutkan rutinitasnya sebagai petani stroberi. Dia mengecek tanaman sekaligus menyiram bibit stroberi di halaman rumahnya Kabupaten Malang.
“Tapi waktu berbuah awal itu nggak sesuai ekspektasi. Rasa buahnya kecut dan ukurannya kecil, terus juga sempat mati semua karena ditinggal di Surabaya beberapa minggu,” ujarnya.
Kegagalan itu tidak membuat Ines urung untuk mencoba lagi. Dia memutuskan magang di salah satu perkebunan stroberi daerah Pandanrejo Bumiaji, Kota Batu. Dari sana dia mendapat banyak pelajaran hingga perlahan tanaman stroberi di halaman rumahnya berbuah.
“Ya namanya juga belajar sampai ada yang mau beli bibit maupun buahnya dari aku, lumayan bisa nambah uang jajan,” ujarnya.
Menolak gengsi usai meninggalkan Surabaya
Ines merasa bersyukur tinggal di Kabupaten Malang, sehingga bisa menikmati waktu dengan berkebun atau menjadi petani stroberi. Namun, dia tak begitu yakin bisa mendapat ketenangan batin jika tinggal di pusat Kota Malang.
Sebab menurutnya, suasana pusat Kota Malang tidak jauh berbeda dengan hiruk pikuk Kota Surabaya. Khususnya saat dia melintasi seluruh kampusnya Kota Malang, Universitas Brawijaya menuju. Sama-sama padat .
“Di Malang kota terdapat lebih banyak lokasi pendidikannya, seperti universitas dan sekolah. Jadi pukul 06.00 WIB – 07.00 WIB macet ke arah kampus, karena rutinitas di pagi hari,” ucapnya.
Selain itu, dari segi harga makanan pun tidak jauh berbeda. Ines sendiri harus pintar mencari tempat makanan yang cocok dengan selera orang Surabaya, begitu juga dengan harga dan porsinya.
“Makanan di Surabaya itu enak dan bumbunya kuat, kalau di Malang rasanya kurang medok nggak semedok di Surabaya. Harganya 11-12 lah, tapi mungin relatif murah di Malang,” ujarnya.
Sama seperti di Surabaya, pusat Kota Malang juga banyak menghadirkan kedai kopi atau kafe. Harganya pun tidak jauh berbeda.
Kalau menuruti gengsi, kata Ines, dia tak mungkin bisa hidup slow living karena menuruti keinginannya untuk foya-foya. Terlebih dengan banyak pilihan hiburan di Kota Malang.
“Jadi kembali lagi, bagaimana cara kita mengelola keuangan dan gaya hidup,” ucapnya.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Mirip Sukolilo Pati, Kampung Muharto Malang Dicap Sebagai “Sarang Preman”: Warganya Di-blacklist Leasing Saking Banyak Kredit Macet atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan .