Perasaan yang tidak ditemukan di Serang Banten
Awal bekerja di Rembang, Khoiron dan istri tinggal di mes yang disediakan pabrik yang berada di tepian jalan pantura.
Hanya satu bulan Khoiron bertahan di mes. Sebab lokasinya di pinggir jalan pantura membuat bangunan mes terasa bergetar tiap kali truk-truk besar melintas. Belum lagi debu-debunya.
“Saya lalu pindah dan memilih rumah (ngontrak) yang agak masuk ke dalam. Perbukitan. Jaraknya masih terjangkau. Pabrik-rumah kisaran 15 menit naik motor,” tutur Khoiron. “Lumayan. Tidur bisa lebih nyenyak. Udara lebih segar dan bersih. Dekat dengan pasar tradisional.”
Tak dinyana, istri Khoiron ternyata krasan. Istrinya menemukan keakraban desa: saling sapa dengan tetangga saat belanja, ada kumpulan rutin ibu-ibu yang bisa diikuti, banyak ruang untuk anak-anak kecil bermain dan belajar. Ketenangan dan keakraban yang tidak Khoiron dan istri dapat selama di Serang, Banten.
“Saya merasa seperti di Malang saat saya kecil. Saya mendapati banyak pemuda yang tidak gengsi mencari rumput untuk ternak. Sore hari mereka main bola atau voli di lapangan dekat balai desa. Banyak anak-anak ngaji madrasah. Ada ngaji rutin yang bisa saya ikuti,” sambungnya.
Membeli rumah di Rembang
Semua itu merangsang Khoiron untuk menetap di Rembang. Pun seandainya nanti dia tidak lagi bekerja di pabrik pengolahan ikan itu, dia tetap ingin menjadi orang Rembang, tinggal di tempat dan lingkungan yang dia tempati.
“Nilai yang tidak bisa di beli dari Rembang adalah guyub dan tradisi ngajinya yang kental. Di Rembang berceceran pondok yang berkelas. Dari timur, ada Sarang. Ke barat sedikit, ada Gus Baha. Ada lagi Gus Qoyyum di Lasem. Ke barat lagi, ada Gus Mus di Rembang kota,” kata Khoiron.
Karena sama-sama merasa nyaman, pada 2023 Khoiron dan istri pun akhirnya bisa membeli rumah di sebuah pedasaan di Rembang. Rumah yang membuatnya merasa hidupnya sudah cukup lantaran memiliki tetangga yang guyub, udara sejuk karena rindang pepohonan, dan sungai yang mengalir tidak jauh dari sisi rumah.
“Bagaiaman dengan ekonomi dan UMR Rembang yang aduhai? Saat ini zaman sudah berkembang. Kalau mau kreatif, mau mendayagunakan waktu dan tenaga untuk menekuni suatu bidang, di manapun berada saya yakin akan berhasil. Saya telah menemui beberapa orang Rembang yang penghasilannya di atas saya karena kreatif,” tandas Khoiron.
Suatu saat, jika dia sudah tidak lagi bekerja di pabrik, Khoiron akan mencoba memaksimalkan keterampilannya berbahasa Mandarin dan menulis. Apalagi sekarang era digital. Kreativitas bisa terakomodir untuk menghasilkan cuan.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Jadi Buruh Pabrik di Rembang: Kerja Habis-habisan dari Pagi hingga Larut Malam, Masih Tak Dikasih Libur atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












