Motor Yamaha Jupiter MX 135 milik bapak memang sudah lama dijual. Namun, kenangannya masih membekas hingga sekarang.
Bapak membeli motor yang identik dengan sosok Komeng itu pada 2009, lalu menjualnya pada tahun 2014 ke tetangga dusun.
Sejak saat itu, saya sudah jarang lagi melihat motor berwarna biru tersebut. Meskipun si pemilik baru sebenarnya sering riwa-riwi di dusun saya.
Ya mungkin karena saat Jupiter MX itu dijual, saya lebih banyak menghabiskan waktu di pesantren daripada di rumah. Belum lagi saat kuliah di Surabaya, saya malah jadi jarang pulang.
Jadi saya kira, motor itu sudah tidak ada lagi sekarang. Barangkali sudah terjual lagi. Karena mungkin si pemilik kepincut untuk beli motor-motor keluaran terbaru.
Eh tapi, dugaan saya salah. Dalam kesempatan pulang akhir September 2023 silam, saat saya hendak mengantar ibu ke rumah saudara, di jalan saya berpapasan dengan orang yang membeli Jupiter MX bapak. Dan Yamaha MX Komeng itu ternyata masih ia pakai.
“Saya kira sudah terjual lagi motor itu. Jebul masih awet,” celetuk saya pada ibu.
“Lah iya kok awet. Sekarang dipakai buat cari ramban (pakan kambing),” timpal ibu.
Kenangan demi kenangan tentang Jupiter MX itu pun seketika berkelebat di kepala saya. Kenangan bersama bapak hingga kenangan pahit saat mencoba peruntungan pada cinta pertama semasa SMA.
Jupiter MX jadi motor pertama keluarga
Jupiter MX 135 yang bapak beli pada 2009 itu merupakan motor pertama bagi keluarga kami.
Sebelum memiliki motor sendiri, jika ingin bepergian agak jauh, mau tidak mau ya harus ngojek. Kalau untuk mobilitas sehari-hari, seperti sekolah atau pergi ke mana yang masih dalam satu desa, jelas ya harus jalan kaki.
Lalu pada suatu hari, sepulang sekolah (saat itu saya masih SD), saya melihat bekas kopi dan sepiring jajanan pasar di meja ruang tamu. Sepertinya bapak dan ibu baru saja kedatangan tamu.
Belum juga saya bertanya siapa yang baru saja bertamu di rumah, bapak langsung merangkul saya sembari berbisik, “Bapak punya sesuatu yang bagus”. Saya masih nggak ngeh karena memang di rumah tidak ada apa-apa.
Kemudian bapak mengajak saya ke rumah tetangga belakang rumah. Di sana sudah terparkir Jupiter MX berwarna biru. Masih kinyis-kinyis.
“Loh ya bapak punya motor sekarang. Kalau sekolah sekarang tak antar,” kata bapak.
Saya sempat mengira kalau bapak hanya bercanda. Karena kalau motor bapak, kenapa kok ditaruh di rumah tetangga? Sebelum akhirnya saya tahu kalau hal itu merupakan bagian dari hitung-hitungan Jawa.
Jadi sebelum masuk ke rumah sendiri, maka motor harus singgah ke rumah tetangga dulu, sambil nunggu tanggal yang bagus dalam hitungan Jawa untuk pindah ke rumah sendiri.
Setelah Jupiter MX Komeng tersebut parkir di rumah, barulah saya merasa bahagai sekali. Berarti memang motor bapak sendiri. Itu artinya, kalau sekolah atau ke mana bisa minta bapak yang antar.
Jupiter MX jadi Impian bapak sejak di Malaysia
Bapak memang sudah sejak lama memimpikan punya Jupiter MX. Alasannya, karena Jupiter MX pakai kopling.
Saya tidak tahu pasti, kalau yang dicari motor kopling, kenapa kok pilihannya jatuh pada Jupiter MX, bukan yang lain?
Bapak hanya pernah cerita, teman-teman rantaunya di Malaysia rata-rata pakai motor produk Yamaha yang berkopling. Dan bagi bapak, mengendarai motor kopling itu enak.
Lebih-lebih, di desa saya pada tahun-tahun tersebut belum banyak warga desa yang punya motor kopling. Kebanyakan pakai motor bebek biasa. Supra X 125 paling mendominasi. Jadi, mungkin bapak bisa sedikit bergaya karena beda dari yang lain.
Akhirnya, terbeli lah Jupiter MX biru itu dari sebuah diler di Lasem, Rembang dengan sistem kredit.
Kenangan satu momen diantar-jemput bapak
Jarak antara rumah dan SD saya memang cukup jauh. Kira-kira satu jaman jika jalan kaki.
Oleh karena itu, betapa senangnya saya ketika akhirnya saya tidak harus lagi jalan kaki pergi pulang naik turun desa saat berangkat sekolah, karena bapak siap siaga mengantar jemput.
Sayangnya, momen antar-jemput bapak dengan Jupiter MX itu tak berlangsung lama.
Seperti yang sudah-sudah, durasi bapak berada di rumah tak pernah lebih dari tiga bulan. Di atas tiga bulan, bapak pasti akan balik lagi ke Malaysia. Dan sekalinya di Malaysia, butuh waktu dua tahun bahkan lebih bagi bapak untuk pulang lagi.
Alhasil, sejak bapak balik lagi ke Malaysia, saya kembali jalan kaki lagi. Karena ibu dan apalagi saya masih belum bisa naik motor. Jupiter MX itu hanya terpakai ketika ada saudara yang pinjam atau saat ibu minta saudara untuk mengantarnya bepergian.
Baca halaman selanjutnya…
Cerita pahit tertolak sebelum menembak