Di waktu “senggangnya”, ia menyempatkan diri mengecek email lamaran kerja yang dikirim ke banyak perusahaan. Sialnya, hasilnya tetap sama: tak ada jawaban.
“Sejak tahun lalu, ada kali 100 lamaran kukirim,” ujarnya. “Nyari kerja di Cikarang nggak semudah membalikkan telapak tangan.”
Cerita miring soal “calo masuk pabrik” di Cikarang
Rendi mengakui persaingan kerja yang superketat di Cikarang. Pasalnya, selain kudu bersaing sesama akamsi, ada juga ribuan anak muda dari wilayah lain yang datang ke Cikarang.
Cap sebagai pusat industri terbesar di Asia Tenggara, negeri 1.001 pabrik, dan UMR tinggi, memang menjadi daya tarik Cikarang di mata perantau.
“Makanya, ada banyak praktik kotor. Menghalalkan segala cara buat dapat kerja, ya, karena cari kerja di sini sesusah itu,” ungkapnya.
Rendi mencontohkan, di Cikarang, jamak ditemui oknum calo masuk pabrik. Mereka membuka jasa “ordal”; dengan membayar nominal tertentu, calon pekerja dijamin mendapatkan pekerjaan di pabrik.
Dulu, saat masih sekolah, Rendi membayangkannya sebatas mitos atau gosip di siang bolong. Namun, ketika sudah berhadapan langsung dengan dunia kerja, ia perlahan menyadari bahwa calo itu memang nyata adanya.
“Job fair kayak kemarin itu nggak guna, sebab orang yang diterima kerja udah ditentuin. Tanpa seleksi, tapi pakai duit dan ordal.”
Hidup di Cikarang, merasa asing di kota sendiri
Alhasil, di tengah kota yang dikelilingi pabrik-pabrik megah, Rendi justru merasa asing dan terpinggirkan. Rumahnya hanya beberapa kilometer dari kawasan industri. Jalanan depan rumahnya pun, menjadi jalur yang tiap hari dilintasi para pekerja.
Namun, ia cuma sebagai penonton. Bukan aktor utama.
“Di kampung sendiri, dikelilingi pabrik besar, malah jadi pengangguran,” ungkapnya, getir.
Di kepalanya, terbesit keinginan untuk meninggalkan kota kelahiran dan mencari peruntungan di tanah orang. Namun, baginya, bukankah itu menjadi ironi, karena: di saat orang lain datang ke kotanya buat mencari kerja, dia sendiri malah “kabur” ke tempat lain(?)
Namun, bagi Rendi, pilihan tetaplah pilihan. Mana yang terbaik, itu yang bakal diambil. Kalau dia sudah di titik frustrasi, suatu saat pasti bakal meninggalkan Cikarang.
“Daripada jadi pengangguran di tempat sendiri, baiknya memang kudu menyingkir.”
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Ironi di Balik Perkantoran Mewah Slipi Jakarta Barat: Ijazah S2 Dianggap Tak Berguna, Pekerjanya Sengsara atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












