Gosip soal “sperma berceceran di mall FX Sudirman setelah konser JKT48” baru-baru ini ramai di media sosial. Meski meragukan dan belakangan sudah dibantah pihak manajemen mal, cerita itu pun menjadi bola liar. Banyak netizen kemudian angkat bicara soal sisi gelap mall di kotanya, termasuk di Jogja.
Sebagai sebuah provinsi, Jogja memiliki lebih dari 10 mal. Mulai dari yang mewah seperti Pakuwon Mall, Jogja City Mall, Sleman City Hall, serta Ambarrukmo Plaza. Hingga mal-mal yang mulai sepi pengunjung laiknya Galeria, Lippo Plaza, JWalk bahkan Ramai Mall.
Uniknya, mal-mal ini tersebar di dua kawasan saja, yakni Kota Jogja dan Sleman. Sementara di tiga kabupaten lain, Gunungkidul, Kulonprogo, dan Bantul, mal belum dibangun.
Bagi Yuli (26), tak adanya mall di kota kelahirannya, Bantul, sebenarnya adalah berkah tersendiri. Tiga tahun bekerja di salah satu mal mewah Jogja, Yuli tak mendapatkan kemewahan apa-apa dalam hal pendapatan. Dia berkelakar, “hal-hal aneh lebih mungkin terjadi di mal ketimbang kenaikan gaji.”
Langganan orang-orang dengan orientasi seksual aneh
Pada 2018 lalu, Yuli mulai bekerja di kedai makan salah satu mall mewah di Jogja. Tempat kerjanya selalu ramai pengunjung. Namun, setelah beberapa bulan bekerja di tempat tersebut, ia mulai notice ada sekelompok pengunjung yang setidaknya sebulan sekali bikin acara di tempat kerjanya.
Awalnya, Yuli bersikap biasa saja. Toh, banyak orang datang, pergi, dan bikin acara di sana.
Semua berubah ketika temannya menceritakan kalau sekelompok orang itu merupakan perkumpulan orang-orang swingers. Alias, mereka adalah suami-istri yang berkomitmen saling bertukar pasangan dalam berhubungan seks.
“Awalnya aku pikir itu gosip. Tapi aku diceritain sama manajer di tempatku kalau aku jangan kaget, mereka emang orang yang suka gituan,” jelasnya.
Bahkan, Yuli bercerita kalau manajernya juga pernah ditawari untuk bertukar pasangan oleh mereka meski akhirnya ditolak.
“Parahnya adalah, kata manajerku mereka ini aslinya orang-orang berpendidikan. Ada yang guru, dosen, gitu.”
Terakhir kali Yuli bekerja di mall tersebut adalah 2021. Ia ‘diruamhkan’ akibat pandemi Covid-19. Namun, tiga tahun bekerja di sana, Yuli tak pernah menemukan penjelasan mengapa tempat kerjanya itu menjadi lokasi favorit swingers buat nongkrong.
Penipu dari kampus-kampus besar beroperasi di mall Jogja
Selain jadi langganan kelompok yang Yuli sebut punya “orientasi seksual aneh”, beberapa mall besar di Jogja nyatanya jadi tempat favorit pelaku penipuan mencari mangsa.
Kasus penipuan memang bisa datang dari mana saja. Namun, menurut Rinjani* (20), kelompok penipu yang pernah menipunya sampai belasan juta rupiah memulai aksi mereka dalam pertemuan di mall-mall Jogja.
“Motifnya diajak ketemuan. Diajak makan atau nonton di mall, nanti di sana kita dibujuk rayu buat gabung ke proyek mereka yang aslinya peniupuan,” kata mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) kepada Mojok.
Rinjani sendiri merupakan korban sindikat penipuan yang melibatkan mahasiswa kampus besar seperti UGM dan UNY. Ceritanya pernah Mojok tulis dalam liputan “Komplotan Mahasiswa di Jogja Tipu Mahasiswa di Panti Asuhan Lewat MLM. Orang Tua Korban Sampai Jual Tanah” pada 17 Januari 2024 lalu.
Perempuan yang tinggal di pondok panti asuhan ini menilai, alasan mall dipakai karena jadi lambang “gaul” dan “anak muda” banget. “Kalau saya melihat sih, pelaku ngajakin ke mall karena mau nunjukin, ‘ini lho aku kekinian banget, banyak duit banget sampai tiap hari nongkrongnya di mall,” ungkap Rinjani.
Rinjani mengetahui hal tersebut karena banyak korban juga bercerita awal mereka berkenalan dengan pelaku, ajakan nongkrongnya adalah ke mall. “Mungkin sudah diskenarioin, kalau di mall apalagi yang baru pertama kita kunjungin, ya kita asing jadi nggak ada pilihan selain percaya pelaku.”
Untungnya, mall juga jadi tempat Rinjani bisa lepas dari pelaku. Ia bercerita, saat pelaku mencoba memerasnya di Pakuwon Mall, ia menangis dan berteriak. Alhasil, ada beberapa orang yang notice. Meskipun dirinya merasa malu, setidaknya beberapa orang aware dan para pelaku enggan buat melanjutkan aksinya.
Belakangan, dari informasi yang beredar, para pelaku sudah tertangkap.
Tempat para buruh terlunta-lunta
Meski bangunannya mewah dan menjadi tempat nongkrong yang elite, para pekerja booth-booth mall di Jogja ternyata jauh dari kata sejahtera. Temuan Mojok di lapangan menunjukkan, banyak buruh yang mendapat gaji di bawah UMR. Sementara yang punya gaji cukup, biasanya dipekerjakan secara overtime.
Beberapa pekerja FnB di Pakuwon Mall, misalnya, mereka mengaku dipekerjakan dengan status freelance meski sudah bekerja selama dua tahun. Alhasil, hak-hak mereka sebagai karyawan tetap tak bisa terpenuhi.
Gaji mereka pun dibayarkan dengan skema shift, rata-rata Rp85 ribu per sesinya. Belum lagi, untuk tiap shift, mereka kerap overtime sampai 10 jam kerja tiap harinya.
Kasus serupa juga Mojok temui 2023 lalu. Di Lippo Plaza, beberapa pekerja toko pakaian mengeluh karena hanya digaji Rp2 juta per bulan. Memang, jam kerja mereka normal, tak seperti para buruh FnB di Pakuwon Mall.
Namun, gaji Rp2 juta artinya masih di bawah UMR Jogja yang pada 2023 lalu berada di angka Rp2,2 juta.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA Surabaya Punya Ikon Baru yang Malah Jadi Pusat Masalah Baru, Tak Pernah Bisa Tenang di Kota Pahlawan
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News