Hadapi ancaman ijazah S2 UGM tak laku di dunia kerja
Wildan sendiri memilih Prodi ALB atau CRCS UGM karena tertarik dengan kajian sosial. Bidang kajian ini katanya juga pernah ia pelajari saat menjadi Mahasantri di MI MAHA atau S1 Ma’had Aly, Tebuireng, Jombang.
“Ada kajian Living Hadis dan Sosiologi Agama di MAHA. Saya tertarik karena Living Hadis dan Sosiologi Agama beririsan langsung dengan kajian sosial,” beber pemuda Nganjuk itu.
Sebelum mendaftar ke S2 UGM, Jogja, Wildan sebenarnya sudah kerap mendengar bahwa lulusan S2 UGM sekalipun tak ada jaminan bakal mudah mendapat kerjaan. Malah tidak sedikit juga lulusan S2 UGM yang lulus tapi nganggur.
Tentu karena banyak faktor. Entah karena tak memiliki soft sklill yang memadai atau bisa jadi dianggap terlalu overrated oleh perusahaan.
Namun pastinya, Wildan menegaskan pada dirinya sendiri bahwa ia tak mau bergantung pada ijazah S2 UGM-nya dalam urusan mencari kerja kelak. Ia sudah mempersiapkan kemungkinan jika kelak ijazah S2 UGM, Jogja yang ia punya tak membantunya dalam mencari pekerjaan mentereng.
“Secara umum jika lihat dari para alumni CRSC, maka mayoritas berkarier menjadi dosen, peneliti, bekerja di Kemenag, Kemenlu, NGO, dan lain-lain. Jadi tidak jauh dari sana,” jelas Wildan.
“Saya sendiri sudah sadar karier menjadi akademisi di Indonesia kurang menjanjikan dan berat. Maka sembari mendalami keilmuan yang saya minati di S2 UGM saya sejak lama mau jadi pengusaha,” ungkap pemuda Nganjuk tersebut.
Dengan kata lain, sambil kuliah di S2 UGM, Jogja, Wildan juga sedang belajar ilmu-ilmu bisnis. Agar jika kelak ia tak bisa menggunakan ijazah S2 UGM-nya untuk bekerja, ia bisa mengembangkan bisnisnya sendiri.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.