Minta anak jangan telat makan, padahal sendirinya kelaparan
Sering kali saat menelepon anaknya yang tengah kuliah di luar kota, setidaknya ada dua hal yang selalu ditanyakan paling pertama. Satu, kondisi sang anak sehat atau tidak? Dua, sudah makan atau belum?
Apapaun jawaban sang anak, orangtua akan memberi dua pesan utama pula. Satu, jagalah kesehatan. Dua, jangan sampai telat makan.
Bahkan, untuk pesan nomor dua, ada tipikal orangtua yang “sok” meminta agar sang anak tidak berhemat-berhemat amat. Jangan suka menahan diri jika ingin membeli sesuatu. Kalau uang habis bilang agar bisa lekas dikirim.
Padahal, berpesan demikian sama halnya dengan menimpakan beban berat di pundak sendiri. Sebab, jika pesan itu benar-benar dilakukan si anak, maka yang terjadi adalah keuangan untuk hidup di rumahlah yang akan makin menipis. Apalagi jika si anak mengabari kalau uangnya habis dan ingin dikirimi sebelum waktunya kiriman bulanan.
Mengaku baik-baik saja padahal kesepian
Kepura-puraan lain, lewat sambungan telepon, orangtua selalu menjawab dalam kondisi baik ketika ditanya kabar oleh si anak. Padahal, sebenarnya tidak baik-baik amat.
Perasaan paling “mak deg” adalah ketika si anak mengabari kalau dia belum bisa pulang kendati sedang libur panjang.
Orangtua mungkin akan menjawab tidak apa-apa. Akan tetapi, dada mereka tiba-tiba menjadi sesak bukan main. Pasalnya, momen libur kuliah biasanya sangat dinanti orangtua karena terlampau kangen dengan anak.
Seiring dengan kabar kalau si anak tidak bisa pulang, maka kangen itu masih harus mereka simpan lebih lama lagi.
Bahkan, jauh sebelum itu, ketika awal-awal anak hendak pergi meninggalkan rumah—untuk mengejar gelar sarjana—orangtua bisa tampak sangat tegar melepas kepergian si anak. Tapi setelahnya, hati mereka tiba-tiba terasa sangat kosong. Hanya bersisa kesepian yang teramat dalam.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Tinggalkan Skripsi Gara-gara Urusan Asmara, Berujung DO dan Sakiti Ibu hingga Susah Cari Kerja












