Sukolilo yang kena cap sebagai kampung maling baru saja ditambahkan sebagai desa wisata di Pati, Jawa Tengah. Komentar negatif pun tak pelak mengiringi. Sebab, masih basah di ingatan banyak orang, ketika seorang bos rental mobil asal Jakarta meregang nyawa dikeroyok warga Sukolilo Pati karena dituding hendak maling. Padahal ia hanya mau mengambil mobil rental miliknya yang tak kunjung dikembalikan.
Tak berhenti di situ, nama Sukolilo kembali jadi sorotan bahkan sebelum keriuhan kasus tersebut benar-benar mereda. Polda Jawa Tengah menyita puluhan kendaraan yang diduga bodong di Sukolilo.
Sederet cap negatif lantas tersemat pada Sukolilo. Mulai dari Kampung Bandit, Kampung Maling, Kampung Penadah, dan sejenisnya.
Belum lama ini, Sukolilo dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati menjadi salah satu desa wisata. Keputusan yang sontak dipertanyakan oleh beberapa orang.
Sukolilo jadi desa wisata untuk meningkatkan ekonomi
Merujuk laporan dari Humas Pemkab Pati, ada enam daerah yang secara resmi dicanangkan oleh Pemkab sebagai desa wisata baru di Pati. Selain Sukolilo antara lain ada Desa Soneyan di Margoyoso, Desa Gunungsari dan Desa Tanjungsari di Tlogowungu, Desa Kauman di Juwana, dan Desa Gabus di Kecamatan Gabus.
Upacara penetapan tersebut berlangsung di Desa Soneyan, Kecamatan Margoyoso. Tepatnya di Sanggar Budaya Waringin Tunggal pada Senin (15/7/2024).
“Tujuannya adalah agar kunjungan wisatawan semakin meningkat dan ekonomi masyarakat berkembang. Sehingga diharapkan desa wisata dapat meningkatkan perekonomian lokal dan juga mampu memperkuat pelestarian budaya di setiap desa,” ujar Pj Bupati Pati Henggar Budi Anggoro dalam kesempatan tersebut.
Oleh karena itu, Henggar berharap sekaligus mendorong kelompok sadar wisata (Pokdarwis) di masing-masing desa—termasuk Sukolilo—untuk mengembangkan potensi wisata di desa masing-masing. Saling bersinergi antara perangkat desa dan masyarakat.
“Harapannya dapat menggali dan mengembangkan potensi alam, budaya, serta kearifan lokal yang ada di masing-masing desa. Bahkan juga bisa untuk memperkenalkan keindahan dan kekayaan budaya Kabupaten Pati kepada masyarakat luas,” tegas Henggar.
Tak menarik wisatawan karena takut jadi korban kriminal
Membaca kabar tersebut, Yudit (26) agak terheran-heran. Memposisikan sebagai calon wisatawan dari luar daerah, ia mengaku sama sekali tidak tertarik untuk berkunjung ke Sukolilo Pati jika benar-benar sudah jadi desa wisata.
“Sukolilo itu sudah lekat dengan stempel sarang bandit, sarang motor tadahan. Dilengkapi lagi dengan cap kampung kriminal gara-gara kasus pengroyokan Juni 2024 lalu. Mau berharap apa wisata ke sana? Nonton festival motor bodong?” ujar pekerja Jogja itu mengernyitkan dahi.
Bagi Yudit, Pemkab Pati tak perlu terburu-buru menjadikan Sukolilo sebagai desa wisata. Apalagi jika tujuannya adalah untuk membersihkan nama baik Sukolilo secara khusus dan Pati secara umum.
Menurutnya, Pemkab Pati harus mengurai akal masalah dari Sukolilo dan membereskannya terlebih dulu. Jika selama ini Sukolilo sudah mendapat cap sebagai kampung bandit, maka Pemkab Pati beserta perangkat daerah harus betul-betul mengusut tuntas: apakah benar praktik kriminal tersebut masih terjadi di sana? Jika masih, maka harus ada tindakan dan penertiban serius.
“Sebab sama saja, Pak. Kalau sudah jadi desa wisata tapi masih jadi kampung bandit, orang juga akan ogah wisata ke sana. Itu kalau sasaran wisatawannya nanti orang-orang dari luar Pati ya,” sambung Yudit.
Pati tetap mencurigakan
Hal senada juga Reski (30) ungkapkan. Dari kacamata orang luar Pati, wisata ke Sukolilo menjadi ide yang buruk, sepanjang akar masalah di sana belum dibereskan terlebih dulu.
“Soalnya sudah terlanjur kena cap buruk. Jadi alih-alih penasaran buat ke sana, aku malah takut. Ke sana buat wisata, tahu-tahu motor ilang, kan nggak lucu juga,” ungkapnya.
Sebelum lebih serius menata Sukolilo sebagai desa wisata, baginya alangkah lebih baik menata SDM dari Sukolilo sendiri. Karena berkaca pada kasus pengroyokan Juni 2024 lalu, problemnya adalah warga yang terkesan gradak-gruduk. Alhasil pengroyokan pun tak terhindarkan.
Bukan tanpa dasar kenapa Yudit dan Reski menekankan agar Pemkab Pati membereskan akar masalah di sana terlebih dulu. Sebab, mengubah image Sukolilo menjadi bersih kembali tidak bisa jika hanya lewat framing. Tapi juga harus konkret: bener-bener memberantas kriminalitas.
Berkaca dari gerakan Pati Cinta Damai lalu. Di media sosial, setiap ada postingan dengan narasi tersebut komentarnya pasti sangat minor. Beberapa di antaranya:
“Damai dari mana? Suka main hakim sendiri gitu kok.”
“Walaupun katanya cinta damai, tapi saya nggak sudi pergi ke sana. Amit-amit.”
“Anda baik kami curiga.”
“Damai kalau masih jadi penadah dan kampung maling ya sama aja.”
Kelewat banyak komentar-komentar yang meragukan narasi “Pati Cinta Damai”.
Lihat postingan ini di Instagram
Sukolilo punya potensi wisata
“Ini yang harus diluruskan. TKP pengroyokan itu bukan di Desa Sukolilo, tapi di Sumbersoko,” tegas Amiruddin selaku Lurah Desa Sukolilo Pati saat Mojok mintai keterangan, Rabu (17/7/2024) malam WIB.
Amiruddin menyayangkan banyak orang yang salah paham. Kampung yang sempat viral Juni 2024 sebenarnya adalah Sumbersoko, Kecamatan Sukolilo. Itu berbeda dengan Desa Sukolilo—desa pimpinan Amiruddin—yang baru saja dicanangkan sebagai desa wisata. Memang dalam satu kecamatan (Kecamatan Sukolilo), tapi desanya beda.
Ia berharap agar publik tidak salah paham dan kemudian memukul rata bahwa mayoritas kampung di Pati bertendensi kriminal. Lebih-lebih sampai memberi cap kampung maling. Padahal, menurutnya, hanya sebagian saja oknum yang berbuat seperti itu.
“Kalau Sukolilo jadi desa wisata untuk membersihkan nama Sukolilo ya nggak juga. Kerena desa kami sudah masuk daftar 20 calon desa wisata Pati itu jauh sebelum kasus pengroyokan,” terang Amiruddin.
Ia lalu mengirimkan surat kepada saya, berisi undangan sosialisasi 20 calon desa wisata tertanggal 3 November 2023.
“Desa kami kemudian lolos, masuk daftar enam desa terpilih itu bukan asal-asalan. Ada penilaiannya,” tekan Amiruddin.
Ia menjelaskan, di Desa Sukolilo memang sudah memiliki daya tarik wisata budaya bersifat event tahunan, namanya Tradisi Meron. Model acaranya mirip dengan Sekaten di Solo, yakni untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw.
Selain itu, Amiruddin bersama Pokdarwis juga tengah mencoba mengembangkan potensi bersifat harian, berupa aktivasi sebuah mata air legendaris—konon sudah ada sejak zaman Belanda—di desanya. Mata air tersebut akan dikelola seperti Umbul Ponggok di Klaten, Jawa Tengah.
“Kami juga berencana ada pembuatan batik. Jadi Sukolilo punya corak batik sendiri,” tutup Amiruddin.
Menutup obrolan kami, ia bener-bener berharap agar publik lebih bijak dalam bermedia sosial dan dalam memandang persoalan di Sukolilo Pati: harus jernih, tidak memukul rata.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.