MOJOK.CO – Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) akhirnya ditetapkan sebagai RUU Inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (21/3/2023) kemarin.
Pada rapat yang dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani tersebut, agenda utamanya adalah mendengarkan pandangan fraksi-fraksi dan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan.
Saat Puan mengajukan pertanyaan kepada peserta rapat, “Apakah semua fraksi setuju jika RUU PPRT menjadi RUU Inisiatif DPR?”
Forum langsung menjawab setuju. Kemudian, palu pun diketok, tanda diterimanya RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR.
Puluhan perempuan pekerja rumah tangga (PRT), aktivis buruh, anak-anak muda, dan aktivis perempuan yang ikut memadati balkon DPR langsung berdiri dan bertepuk tangan, meluapkan kegembiraan atas putusan tersebut.
Koordinator Koalisi Sipil untuk PPRT, Eva K. Sundari, yang dihubungi Mojok pada Rabu (22/3/2023), mengaku gembira dengan putusan tersebut.
“Sebagai pihak yang di-PHP, selama 16 tahun, saya sangat gembira,” ujarnya.
Kendati demikian, Eva juga merasa bahwa tahapan berikutnya harus tetap dikawal. Menurutnya, RUU ini telah lama diabaikan.
Pembahasannya pun sering dihambat oleh proses legislasi hingga akhirnya disalip 10 undang-undang, yang kalau kata dia “pembahasan RUU PPRT sering di-PHP”.
“Apalagi mendekati 2024 bakal sering membahas elektoral. Jangan sampai RUU PPRT ditinggal lagi,” Eva melanjutkan.
Sebelum lebaran, harusnya kelar
Eva juga memaparkan, bahwa secara teknis RUU PPRT harusnya bisa disahkan secara cepat setelah menjadi RUU Inisiatif DPR. Kata dia, idealnya sebelum lebaran pun sudah harus kelar.
Ia punya dua alasan. Pertama, muatan substansi dalam RUU ini cenderung lebih minimalis jika dibanding UU lain yang terkesan lebih tebal halamannya. Pun, substansinya juga tidak mengubah banyak hal.
Sementara yang kedua, jika dibandingkan dengan UU TPKS, misalnya, RUU PPRT dinilai lebih minim kontroversi dan diterima hampir semua Fraksi DPR.
“Dengan demikian, secara teknis 2-3 kali pertemuan saja, pakai konsinyering. Sebelum masa sidang ditutup menjelang lebaran, harusnya ini bisa disahkan,” ujar Eva.
Ia juga menjelaskan, setelah menjadi RUU Inisiatif DPR, pihaknya hanya perlu menunggu Ketua DPR RI Puan Maharani berkirim surat ke Presiden Jokowi untuk meminta Surat Presiden (Surpres).
Saat Surpres sudah dibikin presiden, artinya pemerintah sudah menyiapkan tim untuk mendiskusikan RUU ini bersama Panitia Kerja (Panja) dalam mengesahkan menjadi undang-undang.
“Tapi prosesnya harus cepat, jangan ditunda-tunda lagi,” ia menegaskan.
Diurus Baleg aja, jangan Komisi IX
Selain harus mempercepat proses pengesahan, Eva juga menyarankan agar nantinya pembahasan RUU PPRT dikembalikan ke Badan Legislasi (Baleg), bukan ke Komisi IX DPR—yang membawahi kluster ketenagakerjaan.
Kata Eva, sejak 2020 lalu, Baleg-lah yang memang serius dalam menggenjot pengesahan RUU PPRT. Bahkan, Wakil Beleg saat itu, Willy Aditya dari Partai NasDem, adalah pengusungnya.
“Sementara kalau di Komisi IX, 16 tahun enggak jadi-jadi. Kemajuan berarti selama tiga tahun belakangan ini nyatanya terjadi di Baleg,” jelas Eva.
Eva juga mengakui, bukan tidak mungkin pengesahan RUU ini akan kembali terhambat mengingat draft-nya sempat mandek selama tiga tahun di meja Ketua DPR RI. Namun, Eva melanjutkan, bahwa untuk kali ini momentumnya begitu tepat untuk segera mengesahkan RUU PPRT.
“Ini bulan Ramadan, please, be kind! Berbuat baiklah [dengan mengesahkan RUU PPRT menjadi undang-undang],” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Amanatia Junda