MOJOK.CO – Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan mengadakan pertemuan dalam waktu dekat. Sinyal kerjasama di Pemilu 2024?
Ya, rumor yang beredar mengatakan bahwa pertemuan keduanya untuk membahas koalisi antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Demokrat di Pemilu 2024 mendatang.
Memang, rumor tersebut belum jelas kebenarannya. Namun, jika koalisi antara kedua partai ini benar-benar terwujud, ini bakal menjadi babak baru dalam sejarah pemilu di Indonesia. Sebab, PDIP-Demokrat memang selalu berkonflik, hubungannya panas-dingin, bahkan dalam empat edisi pemilu sebelumnya, mereka selalu beradu.
Lantas, bagaimana sejarah hubungan keduanya?
Awal mula konflik
Ketegangan antara PDIP dan Demokrat sudah terjadi sejak awal tahun 2001. Sebenarnya, perseteruan berawal dari konflik personal yang melibatkan Presiden Megawati Sukarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang kala itu menjabat sebagai Menko Polhukam.
Saat itu, SBY terlibat dalam pendirian Partai Demokrat, secara diam-diam—dan tak pernah mengatakannya pada Mega.
SBY tak pernah memberikan jawaban pasti ketika dirinya ditanya punya posisi apa di partai baru tersebut. Mengingat sejumlah pihak mengendus SBY menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Benar saja, sebelum masa kampanye Pemilu 2004, SBY memutuskan mundur dari jabatan menteri. Ia berdalih, kewenangannya sebagai Menko Pulhukam sudah diambil alih presiden. Mega pun geram. SBY kemudian mengaku bahwa hubungannya dengan Megawati telah berjarak.
Konflik memuncak saat pasangan SBY-Jusuf Kalla berhasil mengalahkan Megawati-Hasyim Muzadi dalam Pilpres. Tak hanya itu, SBY bahkan bisa melenggang selama dua periode.
Selama SBY memimpin, Megawati tak pernah hadir dalam perayaan HUT RI di Istana Negara. Ia lebih memilih memimpin upacara di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta Selatan.
Tak pernah akur di setiap pemilu
Dalam empat edisi pemilu terakhir, PDIP dan Demokrat selalu berseberangan. Ketika SBY menjadi presiden, PDIP memilih berada di luar kabinet. Begitu pun dengan Partai Demokrat, yang saat Jokowi memimpin negeri ini selama dua periode selalu jadi oposisi.
Bahkan, pakar komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menjuluki perseturuan dua partai ini sebagai “El clasico”.
Terbaru, jelang Pemilu 2024, PDIP dan Demokrat terlibat aksi saling sindir pada September 2022 lalu. Perseturuan bermula ketika SBY mengaku telah mendengar adanya tanda-tanda Pemilu 2024 bakal dijalankan secara tidak jujur. Oleh karenanya, SBY pun mengaku harus “turun gunung” untuk menghadapi pemilu nanti.
Dalam pidatonya di acara Rapimnas Partai Demokrat itu, SBY juga menyebut bahwa Pemilu 2024 akan diatur untuk dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Menanggapi tudingan SBY, Sekjen PDIP Hasto Kristianto mengatakan, kecurigaan akan adanya pemilu tidak jujur sebelumnya pernah terjadi di masa kepempimpin SBY pada 2009.
Terlepas dari itu, Hasto juga meminta agar SBY tidak menyalahkan Pemerintahan Jokowi apabila tidak bisa mencalonkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada Pilpres 2024.
Bisa goyang pencapresan Anies
Balik lagi soal rencana pertemuan AHY dan Puan, Pengamat Politik Universitas Andalas, Asrinaldi, mengomentari rencana tersebut.
Kepada CNN Indonesia, ia mengaku telah mengendus gelagat PDIP untuk menjegal pencapresan Anies Baswedan dengan cara mengajak Partai Demokrat bekerja sama.
Partai Demokrat memang telah membangun Koalisi Perubahan bersama Partai NasDem dan PKS untuk mengusung Anies di Pilpres 2024. Koalisi ini telah memenuhi syarat presidential threshold.
“Saya melihat kerja sama dua partai ini tentu untuk kepentingan Pemilu. Apalagi Partai Demokrat adalah bagian dari koalisi Perubahan yang NasDem gagas,” kata Asrinaldi, Senin (12/6/2023).
“Jika Partai Demokrat bergabung dengan koalisi PDIP, tentu Koalisi Perubahan tidak bisa mencalonkan Anies [karena tak lolos threshold],” sambungnya.
Kendati demikian, Asrinaldi mengatakan dua partai ini baru tahap penjajakan. Menurutnya, tawaran ini tak mudah bagi Partai Demokrat, sehingga harus ada pertimbangan yang mendalam untuk mengkaji untung-rugi kerja sama dengan PDIP.
Menurutnya, jika bergabung dengan PDIP, Demokrat dapat memperoleh keuntungan berupa perbaikan hubungan dengan partai penguasa. Tapi di sisi lain, mereka bisa dinilai inkonsisten oleh publik yang bisa berpengaruh pada suara partai.
“Sementara bagi PDIP ini hanya keinginan untuk menggoda Partai Demokrat apakah bersedia meninggalkan Koalisi Perubahan,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi