MOJOK.CO – Ada 4 hal yang harus dipikirkan sebelum membeli mobil. Kemampuan finansial, cara pandang, profesi, dan yang terpenting harus punya garasi! Jangan jadi orang zalim yang beli mobil tapi nggak punya garasi. Dosaaa~
Sahabat Celengers yang lebih kebelet beli mobil dibandingkan rumah walaupun tabungan pas-pasan, pas butuh pas nggak ada.
Masalah yang dihadapi negara yang transportasi publiknya kurang baik, secara umum seragam. Kesejahteraan penduduk digerogoti pengeluaran untuk transportasi.
Bagi yang mempunyai keleluasaan finansial, ada beberapa pilihan untuk menunjang aktivitasnya. Pertama, tinggal di pusat kota yang relatif dekat dengan sebagian besar aktivitasnya dijalankan. Konsekuensi harganya mahal. Kedua, memilih membeli rumah dengan harga terjangkau, konsekuensinya harus membeli kendaraan untuk menunjang aktivitasnya.
Celakanya, orang yang tinggal di pusat kota dan relatif terlayani jaringan trasnportasi juga membeli mobil walaupun mereka tinggal di gang sempit dan tentu saja tidak mempunyai tempat parkir khusus. Di mana kemudian mereka parkir? Di jalan umum mengokupasi jalan lingkungan perumahan yang rata-rata sempit. Di Jakarta tidak jarang pemilik rumah kesulitan memasukkan atau mengeluarkan kendaraan ke garasinya sendiri terhalang kendaraan orang lain.
Itu belum seberapa. Beberapa kali saya putus asa dan hanya pasrah pada kemampuan klakson untuk memanggil pemilik mobil yang begitu gilanya parkir di tikungan. Iya kalau pemiliknya yang tengah bertamu mendengar, kalau tidak? Kita yang dicap oleh tetangga sebagai songong dan tidak berbudaya. Mau ngempesin bannya nanti malah mobilnya ga bisa dipindah, mau ditempelin tulisan JANCUK di kertas kok saat itu lagi hujan.
Celaka yang kedua, pertumbuhan kendaraan seperti deret ukur, sementara pertumbuhan jalan seperti deret hitung. Volume kendaraan bertambah melebihi kapasitas jalan yang tersedia. Di Jakarta, misalnya, kota dengan daya beli terkuat di negeri ini. Ada 1.500 kendaraan baru setiap hari, dimana 1.200 motor dan sisanya 300 mobil. Bayangkan!
Ya, tentu nggak semuanya mobil mewah, mungkin kalau dirinci Lamborgini satu, sisanya Ayla, Calya, Avanza, Inova, dan Turanza. Hahaha nggaklah, yang terakhir itu merk ban mobil. Dulu kita berpikir bahwa fenomena LCGC memancing orang untuk bermigrasi dari motor ke mobil murah. Faktanya, semua moda bertambah, tekanan di jalanan bertambah, dan hebatnya Jakarta termasuk di antara kota dengan indeks kebahagiaan di atas rata-rata nasional.
Ya mungkin kebahagiaan semu. Senyum-senyum sendiri naik mobil di tengah kemacetan dan mensugesti dirinya bahagia hahaha
Celaka yang ketiga, tidak sedikit orang yang melakukan pencurian identitas orang untuk menggelapkan kepemilikan mobil.
Masalah seperti itu tentu saja pelik sekali, bagaimana bisa orang-orang yang tinggal di gang-gang sempit–di mana motor bersimpangan jalan saja sulit–mendapat tagihan pajak ratusan juta? Seperti di berita tersebut; sang Ayah di catatan Samsat memiliki Mercedez Benz, Ibu menggunakan Toyota Harrier, dan sang Anak mobilnya paling mentereng menggunakan Bentley yang berpajak 108jt/tahun.
Kasus serupa juga menimpa warga lain. Warga didatangi petugas karena dianggap menunggak pajak sebesar 64 juta ata kepemilikan Ferarri. Nah lho, ngeri banget kan?! Bisa jadi tetangga pun akan curiga kalau kita didatangi petugas pajak yang meminta kesediaan kita untuk membayar tunggakan pajak. Ini dialog imajiner dengan tetangga yang akan terjadi.
“Med. Memed… Ah, Lo keterlaluan banget. Pura-pura kismin ngaku motor aja ga punya. Emang selama ini lo nyimpen Ferrarinya dimana sih, kok nggak kelihatan?”
“Di senyumanku…”
Jadi, bagaimana sebenarnya dealer mobil beroperasi selama ini?
Entahlah, biarlah keanehan-keanehan seperti itu ditangani kepolisian. Rasanya kok mustahil banget, dealer mobil yang cara kerjanya harus berstandar internasional, menyesuaikan dengan produknya, tidak memverifikasi data yang diajukan pelanggan seawal mungkin, bahkan sebelum transaksi jual beli.
Anehnya lagi, orang yang datanya dicuri tersebut diminta petugas Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor untuk tanda tangan “Surat Pernyataan Pelepasan Hak Kepemilikan Kendaraan Bermotor yang Telah Dijual”. Apes, bukan menindak dealernya dan menyerahkan data pembelinya!
Sahabat Celengers yang gampang kagum dengan kemewahan mobil, padahal ada kemungkinan mereka nyolong identitas orang kismin,
Belajar dari kasus tersebut di mana orang kaya sanggup membeli mobil mewah tapi enggan membayar pajak progresifnya, pajak tahunannya, dan juga adanya tendensi untuk menyembunyikan kekayaannya. Para milenial semestinya tidak lagi menempatkan kepemilikan kendaraan mewah sebagai bagian dari kesuksesan. Itu cara pandang lama.
Bukan berarti sebaiknya tidak perlu menggunakan mobil dan atau beralih ke transportasi publik. Tetapi perlu untuk melihatnya sebagai kebutuhan yang berdasarkan pada beberapa pertimbangan fungsionalitas yang sejalan dengan tujuan finansialnya. Sebelum membeli mobil, coba pertimbangkan dulu empat hal berikut ini:
Kemampuan Finansial
Memutuskan membeli mobil, konsekuensinya tidak sekadar mampu membeli bbm saja. Tetapi harus mampu menganggarkan untuk perawatan secara berkala, mampu membeli sparepart-nya jika ada kerusakan, dan tentu saja mampu membayar pajaknya. Semakin mahal harga kendaraan maka pengeluaran bulanannya akan menyesuaikan.
Keluarga yang mempunyai penghasilan 10 juta atau kurang di perkotaan, sebaiknya tidak perlu memikirkan mempunyai mobil. Cukup gunakan motor roda dua, sepeda, atau mengandalkan transportasi publik, taxi, dan transportasi berbasis aplikasi online seperti Grab dan Gojek. Lebih nyaman, murah dan tidak ribet
Keluarga yang mempunyai penghasilan kurang lebih 20-30 juta, cukup menganggarkan pembelian mobil LCGC, maksimal MPV low-end seperti Avanza, Mobilio dan lainnya. Ada pengeluaran lain yang lebih pantas dikedepankan seperti rumah, pendidikan, dan liburan.
Kalau sudah punya rumah, Om? Lebih baik lagi, berarti persentase tabungannya bisa semakin besar. Lebih dari angka-angka tersebut tinggal menyesuaikan saja, selama masih mampu menabung dengan cukup baik.
Cara Pandang
Tidak semua milenial yang mampu secara finansial memutuskan membeli kendaraan. Tidak sedikit anak muda yang memutuskan tidak memiliki kendaraan sama sekali. Hemat biaya perawatan, tidak memerlukan space untuk parkir, dan tetap tidak mengganggu mobilitasnya.
Benar jaringan transportasi publik kita belum sebaik dan tertata seperti kota-kota besar di luar negeri. Tetapi ada kecenderungan terus membaik dan itu mereka apresiasi dengan memanfaatkannya secara rutin. Cepat dan efisien. Untuk hal yang sifatnya insidental seperti membawa anak ke rumah sakit di malam buta, mereka memanfaatkan taxi yang semakin mudah didapat dengan aplikasi online.
Profesi
Untuk beberapa profesi seperti sales, marketing krupuk kaleng, misalnya, yang mobilitasnya sangat tinggi, kendaraan roda dua untuk membelah kemacetan kota besar seperti Jakarta adalah keharusan.
Apa tidak bisa menggunakan transportasi publik? Sangat bisa! Hanya kendalanya di waktu dan biaya. Satu hari kalau dengan menggunakan motor bisa 10 tempat, dengan transportasi publik mungkin hanya 1 tempat. Itu pun selain mahal dan capek, bisa dibully orang karena mengganggu kenyamanan penumpang lain.
Lha iya bayangkan anda berdesak-desakan dengan kaleng krupuk. Gerah iya, pingin motekin krupuknya iya, kzl banget sudah pasti.
Garasi
Gaji kalian gede, celengan segede gentong, emas menumpuk, investasi jalan, tapi kalau tidak punya garasi sebaiknya tidak perlu membeli mobil. Jelas itu zalim pada kepentingan umum di mana satu sisi jalannya hendak kalian kuasai untuk parkir.
Di Jakarta ada perda yang mengatur kewajiban untuk memiliki garasi bagi masyarakat yang hendak memiliki mobil. Bahkan bukti kepemilikan garasi menjadi syarat keluarnya STNK. Tapi aturan itu sejak lama dikencingi rame-rame. Nggak kepake, nggak dianggep, dan tidak ada aparat yang berniat menegakkan aturan itu!
Kalau sudah seperti ini, rasanya saya pingin banget jadi ketua MUI dimana 10 menit setelah pelantikan mengatakan, “Haram hukumnya anda membeli mobil tapi tidak memiliki garasi. Dosa besarrrr! Haram hukumnya, dealer menjual kepada orang yang tidak punya garasi. Kalau itu dilakukan tempat kalian di nerakaaa! Tetapi sebelum itu terjadi, saya harapkan Kapolda untuk menertibkannya. Itu juga kalau mau jadi pejabat yang amanah!”
Sebentar sebentar, rasanya kok saya pas banget kalau jadi ketua MUI…