Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Yang Ngamuk Lihat Gus Miftah Orasi di Gereja, kalau Lihat Muslim Salat di Gereja kayak Kami Gimana Ya?

Sugiyanto Widomulyono oleh Sugiyanto Widomulyono
5 Mei 2021
A A
Menyadarkan ibu yang membela ceramah ngawur Miftah Maulana (Gus Miftah) MOJOK.CO

Ilustrasi - Menyadarkan ibu yang membela ceramah kontroversial Miftah Maulana (Gus Miftah). (Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Mereka yang sentimen ketika lihat Gus Miftah pidato di gereja itu, kalau lihat kami yang suka bikin salat jamaah di gereja, gimana ya?

Belakangan ini ramai sekali komentar, lebih banyaknya hujatan sih tepatnya, terhadap ceramah Gus Miftah di Gereja Bethel Indonesia Amanat Agung di Penjaringan, Jakarta Utara.

Potongan-potongan orasi disandingkan dengan ucapan dari tokoh agama Islam lainnya, entah betul-betul komentar atas kejadian itu atau sekadar ada kemiripan topik, intinya banyak beredar.

Sebagaimana klarifikasi Gus Miftah selanjutnya, yang dia sampaikan adalah orasi kebangsaan dalam rangka pembukaan gereja tersebut.

Sambutan sekitar 10 menit di hadapan jemaat dan tamu undangan, termasuk Gubernur Anies Baswedan, jelas bukan bagian dari peribadatan. Lagipula, apa yang disampaikan Gus Miftah, dalam pandangan saya, lebih pada ajakan untuk bersatu sebagai warga bangsa terlepas dari perbedaan agama.

Tanggapan buruk dan hujatan macam begini gampang sekali tersulut, apalagi jika ditambahi pelabelan macam sekulerisme, liberalisme, dan pluralisme.

Tentu saja ini bukan fenomena baru. Kita ingat bagaimana di awal tahun 2000-an Ulil Abshar Abdalla, cendekiawan dan pegiat Muslim yang dihalalkan darahnya oleh Forum Ulama Umat Islam.

Bahkan, terhadap tiga -isme di atas (di banyak forum disingkat SEPILIS) Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa pada 2005 tentang keharaman bagi muslim untuk mengikuti ketiganya. Tapi soal ini saya tak akan bahas lebih lanjut di sini.

Dari kejadian yang menimpa Gus Miftah di atas, saya jadi mikir kira-kira para penghujat Gus Miftah itu akan melakukan apa jika saja mereka melihat apa yang terjadi di tempat saya tinggal sekarang, Australia Barat: salat jumat di gereja.

Islam bukan barang baru di Australia. Selain dibawa oleh para nelayan Nusantara, ia berkembang bersama para cameleer, pengendara unta yang dibawa dari British-India sejak pertengahan 1800-an. Masjid tertua yang masih ada bangunannya, meskipun sudah tidak difungsikan, didirikan di Maree, Australia Selatan pada antara 1861-1882 oleh komunitas ini.

Mereka dengan untanya dibawa ke Australia untuk membuka wilayah pedalaman yang susah dijangkau. Berbagai material untuk membangun jalur kereta mereka bawa, menembus bagian-bagian tersulit dan terjauh di negeri benua itu.

Terlepas dari sejarah yang panjang dan migrasi yang cukup besar pada tahun 1980-1990-an, Muslim adalah minoritas di Australia.

Menurut Sensus 2016, warga Muslim tak sampai tiga persen dari keseluruhan populasi. Itu pun tak semua mengaku sebagai practising Muslims. Ada yang terlahir dari keluarga Muslim dan mengidentifikasi diri sebagai Muslim tetapi dia tidak menjalankan peribadahan macam salat dan puasa, misalnya.

Jumlah yang sedikit ini mengakibatkan menemukan masjid itu perkara yang agak tricky. Semakin jarang penduduknya, semakin kecil peluang akan adanya masjid atau musala. Di perkotaan dan pinggiran kota tentu lebih mudah.

Iklan

Selain itu, Australia sangat ketat mengatur tata ruang dan wilayah. Jadi, untuk mendirikan bangungan izinnya berlapis dan syaratnya banyak. Bangunan untuk keperluan tertentu mesti memenuhi syarat tertentu.

Masjid yang dipakai jumatan harus punya tempat parkir umum atau dekat dari parkir umum. Di sini nggak boleh parkir sembarangan, bwuosss. Dendanya berat, bisa buat belanja makan untuk seminggu.

Di suatu kawasan industri di Australia Barat pernah dilaksanakan salat jumat, untuk mengakomodir para pekerja muslim yang cukup banyak di sana dan masjid terdekat terlalu jauh untuk ditempuh dalam rentang istirahat makan siang.

Pada tahun 2009 pengadilan melarangnya, karena tidak berkesesuaian dengan fungsi tempat yang digunakan dan aturan yang mengikatnya. Bangunan yang dibuat sebagai tempat untuk peribadatan umum tidak diperbolehkan berada di kawasan industri tertentu.

Kalau pelarangan ini terjadi di Indonesia, saya nggak tahu celoteh macam apa yang akan muncul di sosial media.

Membangun masjid di Australia sini tentu saja mahal. Biaya pembangunan akan terasa lebih berat kalau komunitas yang mesti menanggungnya terlampau kecil jumlah anggotanya. Makanya, banyak dari komunitas ini mencari alternatif.

Ada jumatan diselenggarakan di tempat seperti community centre (semacam balai warga) atau tempat lain yang tidak didesain sebagai masjid atau musala.

Di University of Western Australia, misalnya, karena musalanya kecil sekali, biasanya jumatan dilaksanakan di bagian lain di kampus yang lebih luas: kadang di gym, kadang di balai pertemuan. Malah sesekali di taman, bikin jumatan rasa darmawisata.

Di Perth, sejauh pengetahuan saya setidaknya ada dua gereja yang digunakan untuk salat Jumat. Gereja-gereja ini masih berfungsi. St. Paul’s Anglican Church di kota pelabuhan Fremantle membukakan pintunya untuk warga muslim menyelenggarakan Jumatan di sana sejak 2011. Tahun 2020 lalu masih ada.

Saya kurang tahu apakah saat pandemi kayak gini jumatan masih diselenggarakan di sana.

Di tengah kota, Uniting Church sempat lama dipakai sebagai tempat jumatan. Baru-baru ini tempat itu tidak bisa dipakai lagi dan jumatan pindah ke sebuah studio foto yang tak jauh dari situ. Karena keterbatasan ruang, di satu lokasi kadang dilaksanakan jumatan dalam dua shift. Di studio ini salat jumat pertama dilaksanakan jam 12.30 dan yang kedua jam 13.00.

Praktik seperti ini juga dijalankan di tempat lain. Masjid Al-Taqwa di Mirrabooka di sebelah utara Perth adalah salah satu contohnya. Jumatan pertama dimulai jam 12.45 dan jumatan kedua dimulai jam 13.45. Udah kayak buruh pabrik ya, pakai shift-shift-an segala. Hehe.

Mengingat bahwa muslim yang ada di Australia berasal dari berbagai aliran, maka tidak heran praktik jumatannya juga mengandung banyak “penyimpangan”. Selain jumatan dua shift tadi, ada satu praktik yang saya dapati cukup mencengangkan. Kontroversi orasi Gus Miftah di gereja mah nggak ada apa-apanya.

Di Masjid Omar Bin Alkhattab di Adelaide, atau yang lebih tenar disebut Masjid Marion karena letaknya di bilangan Marion Road, saya dibikin kaget oleh satu “rukun” tambahan.

Khotbah pertama dan khotbah kedua disampaikan dalam Bahasa Arab oleh khatib yang juga imam masjid. Yang mengejutkan adalah sebelum khatib menutup khotbah kedua seorang pemuda tiba-tiba berdiri di depan majelis.

Dia membawa selembar kertas, membacakan ringkasan khotbah tadi dalam Bahasa Inggris. Dalam hati saya bertanya-tanya, ini bid’ah bukan, ya? Eh.

Kalau di Indonesia, hal beginian mungkin bakal jadi perdebatan berhari-hari. Gus Miftah pidato di gereja aja yang pada geram masih belum redam sampai hari ini, apalagi kami yang melakukan beragam “penyimpangan” di Australia begini.

Sungguh nggak terbayang apa yang kira-kira akan diperbuat oleh orang-orang macam Ustaz Abdurrohman ZR dan teman-temannya yang tempo hari melarang orang salat pakai masker di masjid Kampung Tanah Apit Bekasi itu seandainya mereka lihat pemandangan orang salat di gereja di depan mata mereka.

Ya maklum, ngamuk perkara agama itu sudah jadi nama tengah bagi segelintir orang Indonesia yang mainnya kurang jauh. Kaget dulu aja, stempel sesat kan banyak stok-nya.

BACA JUGA Takmir Masjid Harusnya Lebih Jago Nyanyi ketimbang Penyanyi Gereja dan tulisan Sugiyanto lainnya.

Terakhir diperbarui pada 5 Mei 2021 oleh

Tags: Australiagerejagus miftahsalat di gereja
Sugiyanto Widomulyono

Sugiyanto Widomulyono

Mantan guru Bahasa Indonesia. Mahasiswa doktoral di Edith Cowan University, Australia.

Artikel Terkait

Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menerima kunjungan CEO dan Founder IndOz Australia, David Widjaja, di ruang kerjanya, Kamis, 28 Agustus 2025 MOJOK.CO
Kilas

Gubernur Jateng Dorong Peningkatan Investasi dari Australia

29 Agustus 2025
Dubes Australia Jatuh Cinta dengan Jawa Tengah, Janji Investasi MOJOK.CO
Kilas

Dubes Australia Jatuh Cinta dengan Jawa Tengah, Janji Bawa Investor

13 Agustus 2025
Melbourne, Australia lebih baik timbang Bordertown. MOJOK.CO
Ragam

Pengalaman Pertama Orang Indonesia Pindah ke Bordertown, Malah bikin Syok karena Melbourne Lebih Menjanjikan

20 Mei 2025
Kabur Aja Dulu Yang Tidak Dikatakan Influencer Itu Kepadamu MOJOK.CO
Esai

Kabur Aja Dulu: Yang Tidak Dikatakan Influencer Itu Kepadamu

17 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.