ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Teruntuk yang Protes Tiket Konser Mahal dan Pengin UMR Jogja Naik

Apa kamu pikir tenaga, waktu, dan ide yang dihabiskan orang-orang di balik organiser gig ini tidak layak untuk mendapat bagiannya?

Martinus Indra Hermawan oleh Martinus Indra Hermawan
28 November 2022
0
A A
Teruntuk yang Protes Tiket Konser Mahal dan Pengin UMR Jogja Naik MOJOK.CO

Ilustrasi Teruntuk yang Protes Tiket Konser Mahal dan Pengin UMR Jogja Naik. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Ingat ya, produksi konser di Jogja itu bukan berarti fee band, biaya produksi (sewa alat, venue, dan lain-lain) jadi lebih murah. Kamu pikir Pamungkas mau main di Jogja dengan bayaran disesuaikan UMR Jogja?

Tiket mahal, idealnya, fee pekerja event lebih tinggi dong. Bukannya kamu pengin upah  yang lebih layak untuk para pekerja di Jogja? Belum lagi band yang main juga butuh dibayar layak.

Kamu pikir pekerja konser musik dan musisi itu nggak layak dapat fee yang sesuai juga? Apa jangan-jangan kamu pikir ngurusin konser dan ngeband gitu nggak termasuk pekerjaan juga, nganggep kalo semuanya cuma hobi mungkin?

Ada lagi yang komen tiket konser mahal, orang Jogja cuma jadi tukang parkir dan jualan asongan. Lah, itu kan berarti membuka kesempatan untuk orang-orang di sekitar venue supaya dapat pemasukan melebihi UMR Jogja. Gimana sih?

Ada juga yang nuduh kalau semua yang bikin konser itu cuma golek bathi, ya walaupun emang ada yang latah bikin konser mumpung lagi ramai. Tapi, emangnya, konser musik itu bukan kegiatan komersial? Tentu saja nyari untung yang idealnya nanti buat nutup produksi, bayar pekerja event dengan layak, vendor alat, atau influencer yang nge-buzz event-nya, buat modal bikin konser selanjutnya atau ngebiayain liburan. Ini di luar konteks organiser yang nggak bayar layak para pekerjanya ya. Nah, ini baru tepat kalau mau diprotes.

Gigs dan konser itu beda

Belum lagi komenan nyerempet ke tiket gigs mandiri di Jogja yang makin lama makin mahal. Terus, berarti nggak papa gitu kalau gigs mandiri itu rugi terus dan organisernya nombok mulu? Ini nih yang bikin saya ke-trigger sampai bikin utas menanggapi itu.

Oh ya, sebelumnya, udah tahu kan perbedaan konser dan gigs mandiri? Gigs ini esensinya emang berbeda dengan konser, terutama dalam hal skala. Gigs itu merujuk ke pertunjukan kecil dengan jumlah penonton sekitar 100 orang. Sementara itu, konser bisa ribuan. 

Gigs sendiri cenderung diselenggarakan secara mandiri tanpa ketergantungan sponsor mainstream (misalnya rokok) sementara konser yang membutuhkan dana produksi yang lebih tinggi selalunya bergantung pada sponsor/investor besar. Gampangnya sih begitu.

Fenomena baru

Nah, selama pandemi, ternyata memunculkan fenomena baru dalam pengorganisiran gigs mandiri di Jogja. Tahu sendiri kan banyak muncul coffee shop yang buka selama pandemi. Ini jadi salah satu titik penting munculnya generasi baru yang membawa perubahan tersebut. 

Menjamurnya coffee shop ini kemudian menjadi tempat berkumpulnya anak muda yang suka musik, yang kemudian bikin band tapi bingung mau main di mana. Kebutuhan venue untuk gigs mandiri bertemu dengan coffee shop yang butuh pelanggan ini memunculkan konsep nge-gigs di coffee shop. Fenomena gigs mandiri di coffee shop ini membuat sebuah budaya baru di skena musik Jogja terutama dalam hal ticketing. 

Sebelumnya, sekitar pertengahan era 2000, muncul mindset kalau gigs mandiri itu harus gratisan atau tiketnya murah. Budaya gratisan ini masih melekat walaupun sudah berupaya untuk dihapus. Gerakan seperti No Ticket No Show di gigs mandiri juga mulai digaungkan. Tapi seperti biasanya, selalu ada kesulitan untuk memulai sebuah kebiasaan baru. Banyak yang masih bertahan dengan mindset gig mandiri itu gratisan sehingga enggan datang ke acara bertiket plus juga banyaknya opsi acara lain yang nggak berbayar dan lebih bersahabat sama UMR Jogja.

Sistem baru

Di era pandemi, beberapa coffee shop di Jogja menyediakan venue dengan menerapkan sistem yang mirip first drink charge. Intinya, harga tiket sudah termasuk pemakaian tempat dan free produk minuman mereka bagi para pembeli tiket. 

Misalnya, harga tiket sekarang di Jogja sekitar Rp25.000, maka Rp10.000 untuk organiser gig, Rp15.000 bagiannya coffee shop yang ngasih gratis satu cup of coffee/non coffee untuk pembeli tiket. Harga tiket ini juga fleksibel semisal organizer gig pengin dapet keuntungan lebih buat nutup produksi dan bayarin band maka tinggal naikin share tiket untuk mereka.

Kondisi yang belum ideal

Terus apakah hal ini sudah ideal? Sepertinya masih belum tapi setidaknya sedang menuju kesana. FYI, organiser gig masih harus sewa alat studio, sementara kapasitas coffee shop yang minim sekitar 30-100 orang dengan rerata penonton sekitar 50 orang per gig masih belum ideal untuk menutup biaya produksi, bayar band yang main, plus keuntungan untuk dibagi ke panitia.

Apa kamu pikir tenaga, waktu, dan ide yang dihabiskan orang-orang di balik organiser gig ini tidak layak untuk mendapat bagiannya?

Jadi, lain kali, ketika kamu ingin protes kok tiket gigs mandiri di Jogja makin mahal, pikirin hal-hal di atas. Kamu nggak wajib datang ke gig kok kalau merasa tiketnya kemahalan untuk uang saku, eh sori, UMR Jogja. Tentunya rebahan di kasur sambil dengerin lagu band yang main di gig (yang kamu nggak mampu beli tiketnya) itu lebih adil daripada nyinyirin orang lain bukan? 

BACA JUGA Harga Tiket Konser di Jogja Terlalu Mahal dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Penulis: Martinus Indra Hermawan

Editor: Yamadipati Seno

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 28 November 2022 oleh

Tags: Jogjatiket konserumr jogja
Iklan
Martinus Indra Hermawan

Martinus Indra Hermawan

Indra Menus adalah pengamat skena musik yang merambah kuliner berbasis di Kotagede. Sehari-hari, hasil gogon, eh maaf, hasil pengamatan musik & icip-icip kuliner bisa ditemui via akun Twitter @indramenus.

Artikel Terkait

Sisi suram kos pasutri di Sleman Jogja MOJOK.CO
Ragam

Sisi Suram Kos Pasutri Jogja, Tetangga Tak Tahu Batasan hingga Jadi Kedok “Hubungan Terlarang”

17 Mei 2025
Cokelat nDalem: oleh-oleh khas Jogja selain gudeg dan bakpia MOJOK.CO
Kuliner

Dari Penggemar Cokelat, Jatuh Bangun Rintis Bisnis “Cokelat nDalem” hingga Bersaing di Jagat Oleh-oleh Khas Jogja

15 Mei 2025
Renungan sistem pendidikan sekolah hari ini atas Palagan Ki Hadjar Dewantara MOJOK.CO
Kilas

Renungan atas Palagan Ki Hadjar Dewantara: Sekolah Hanya Sekadar Meluluskan tapi Belum Mendidik

15 Mei 2025
Calon Orang Sukses Jogja Sekolahya di Sekolah Favorit MOJOK.CO
Esai

Calon Orang Sukses di Jogja Biasanya Pernah Belajar di Sekolah Favorit

10 Mei 2025
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
rokok dewa 19 mojok.co

Ingin Biayai Konser Sendiri, Dewa 19 Luncurkan Rokok Kretek

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Mall di Malang Bikin Syok Orang Surabaya karena Ngaca di Toilet Saja Bayar dan Pelit Tisu, Kalah sama Indomaret.MOJOK.CO

Mall di Malang Bikin Syok Orang Surabaya karena Ngaca di Toilet Saja Bayar dan Pelit Tisu, Kalah sama Indomaret

15 Mei 2025
Sandal upanat produksi perajin Borobudur di Magelang. MOJOK.CO

Mereka yang Mendapat Berkah dari Produksi Upanat, Sandal Khusus untuk Naik ke Candi Borobudur

13 Mei 2025
Sulitnya Pegawai Pinjol Menjelaskan ke Tetangga tentang Pekerjaannya: Ngaku Kerja di Bank hingga Jadi Sasaran Pinjam Uang.MOJOK.CO

Sulitnya Pegawai Pinjol Menjelaskan ke Orang Tua soal Pekerjaannya: Ngaku Kerja di Bank hingga Jadi Sasaran Pinjam Uang Tetangga

16 Mei 2025
Bersyukur jadi lulusan SMK meski diremehkan karena lebih mudah cari kerja ketimbang sarjana MOJOK.CO

Lulusan SMK Diremehkan, Tapi Bersyukur Nasib Lebih Baik ketimbang Sarjana yang Banggakan Gelar tapi Nganggur

14 Mei 2025
Jurusan Sistem Informasi di kampus swasta Jogja. MOJOK.CO

Sulitnya Jadi Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, Disuruh Servis Laptop hingga Dituduh Hacker

17 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.