Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Tebak-tebakan Problematik: Berapa Gaji yang Layak Bagi Pekerja di Jakarta?

Dibanding terus-menerus mempersoalkan berapa nominal gaji layak yang mesti diterima oleh para pekerja di Jakarta, saya menawarkan opsi lain yang sangat mungkin dilakukan oleh siapa saja tanpa peduli apakah seorang pekerja punya privilege atau nggak.

Seto Wicaksono oleh Seto Wicaksono
10 Oktober 2022
A A
Susahnya Orang Bekasi Menjelaskan ke Tetangga Stresnya Kerja di Jakarta Meski Gaji 5 Juta, Nyawa Tertinggal di KRL (MOJOK.CO)

Ilustrasi Susahnya Orang Bekasi Menjelaskan ke Tetangga Stresnya Kerja di Jakarta Meski Gaji 5 Juta, Nyawa Tertinggal di KRL (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Istilah “gaji layak” untuk pekerja di Jakarta tidak pernah didefinisikan secara jelas. Pada akhirnya menjadi tebak-tebakan problematik saja.

Kerja di Jakarta itu problematik. Baik bagi pekerja yang bertempat tinggal di wilayah sekitar (area Jabodetabek), maupun para pendatang. Selalu ada tuntutan sosial yang serampangan, ugal-ugalan, dan tanpa perhitungan pasti. Belum lagi teori sembarang soal standar kesuksesan seseorang yang hanya terfokus dari sisi materi saja. Ujung-ujungnya malah jadi paradoks. Pembahasan hanya jalan di tempat soal tebak-tebakan berapa sih gaji yang layak untuk para pekerja di Jakarta?

Uniknya, jual-beli soal gaji ini selalu ramai ketika dibahas di platform mana saja. Mau di Twitter, Instagram, TikTok, sampai LinkedIn, akan selalu ada, bahkan banyak sekali, orang yang meladeni bahasan ini. Dari pekerja senior berbagai posisi, lulusan baru, sampai financial planner yang selalu siap dan sigap memberi arahan sekaligus menawarkan kursus online gratis hingga berbayar.

Biar Gen Y dan Z punya perencanaan dana yang lebih baik. Harapannya, sih, gitu. Realitasnya, tetap saja, syarat dan ketentuan berlaku.

Nominal yang dibahas juga selalu beragam dan menjadi ajang tebak-tebakan yang serampangan. Ada yang bilang gaji Rp6 juta sebulan di Jakarta itu nggak cukup. Rentang Rp8-Rp10 juta juga masih ada yang bilang belum cukup. Bahkan, gaji Rp25-30 juta dalam sebulan pun masih ada segelintir orang yang mengatakan belum cukup.

Sejauh jual-beli soal gaji berlangsung, perdebatannya juga nggak jauh-jauh dari:

Pertama, tergantung gaya hidup. Kedua, gaji berapa saja dirasa nggak akan cukup selama ada tanggungan biaya bagi orang tua, saudara kandung, dan beragam cicilan. Ketiga, harus punya perencanaan keuangan yang baik, nggak peduli bagaimana latar belakang pekerja yang bersangkutan. Keempat, katanya, yang penting hidup irit, hemat, dan bersyukur.

Kalau sudah begitu, mengikuti tren tebak-tebakan soal pendapatan, berapa sih gaji yang dirasa layak untuk para pekerja di Jakarta?

Sebetulnya, hal yang perlu ditegaskan, disadari, dan digarisbawahi dalam diskusi ini adalah, bahasan soal gaji yang selalu ramai di semesta media sosial itu untuk hidup layak (cukup) atau hidup bergaya?

Menurut Andy Nugroho, seorang pakar perencanaan keuangan, melalui detikfinance menyampaikan, dengan sekitar Rp5 juta, sudah bisa hidup layak di Jakarta. Hidup layak, lho, ya. Bukan bergaya, belum termasuk uang untuk biaya hobi atau bermewah-mewah.

Selain itu, ada hal lain yang lebih fundamental sekaligus perlu diingat dalam perdebatan soal gaji yang layak. Sebab, berapa saja nominal yang diperdebatkan, perlu dikroscek kembali dari sisi durasi kerja karyawan, pengalaman kerja, dan/atau keahlian yang dimiliki untuk suatu pekerjaan.

Itulah kenapa, para fresh graduate atau seseorang yang baru bekerja, sering mundur, hanya bisa menyimak, atau paling tidak berharap mendapat gaji minimal setara UMR untuk pengalaman pertama bekerja.

Di luar hal tersebut, sebagai pekerja, sudah semestinya kita semua perlu mengingat salah satu pakem dalam bekerja, apapun posisi atau perusahaan yang ditempati: tebak-tebakan untuk mendapatkan gaji yang dirasa layak, terlepas dari frasa cukup untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari atau untuk bergaya, foya-foya, bermewah-mewah, ada harga yang mesti dibayar. Mulai dari mengesampingkan work-life balance karena tuntutan pekerjaan, beban kerja yang bertambah, hingga menyusutnya waktu luang untuk ini dan itu.

Percaya sama saya, ketiga hal tersebut nggak akan terlepas dari berapa nominal gaji yang layak, yang masih, dan terus saja diperdebatkan. Bahkan, menjadi hal mendasar yang nggak bisa dipisahkan. Agar sebagai pekerja, nggak kaget saat menerima gaji yang dirasa layak. Sebab, nyatanya, memang ada beberapa hal yang perlu disesuaikan. 

Iklan

Jangan sampai di awal ngarep mendapat gaji segini, benefitnya segitu, pas negosiasi dengan HRD di awal semangat betul, sudah sepakat, pas menjalani prosesnya malah spal-spil sembarang di Twitter. Lantaran kaget ada hal-hal yang nggak siap dijalani.

Realitasnya, kejadian tersebut memang kerap terjadi di antara pekerja, di ruang lingkup perkantoran. Istilah rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau masih relate untuk persoalan ini. Terlepas dari tuntutan sosial atau ikut-ikutan, masalah soal berapa gaji layak di Jakarta punya efek laten yang sudah sewajarnya harus diantisipasi sejak awal oleh para pekerja.

Sulit dimungkiri bahwa antara kepuasan bekerja dengan gaji/bonus yang layak memang berjalan beriringan. Seperti laporan yang dibuat oleh Michael Page Indonesia bertajuk Talent Trends 2022: The Great X. Melalui laporan yang sama, mengutip Katadata, bahkan gaji/bonus menjadi indikator teratas yang dipilih oleh para calon karyawan dalam memilih tempat kerja.

Laporan tersebut semakin menegaskan bahwa, gaji/bonus yang dirasa layak, tidak boleh menjadi tebak-tebakan yang serampangan, menjadi penentu sebagian pekerja dalam memilih tempat kerja.

Dibanding terus-menerus mempersoalkan berapa nominal gaji layak yang mesti diterima oleh para pekerja di Jakarta, saya menawarkan opsi lain yang sangat mungkin dilakukan oleh siapa saja tanpa peduli apakah seorang pekerja punya privilege atau nggak. Biar ada solusi, paling nggak untuk diri sendiri.

Pertama dan yang paling utama, ikuti tren atau survei berapa nominal gaji untuk posisi tertentu di berbagai bidang usaha/perusahaan. Bisa dicek melalui beragam situs atau portal pencari kerja. Tujuannya, agar bisa menentukan action plan serta prioritas dalam berkarier, untuk mendapatkan kemampuan, posisi/jabatan, hingga berapa gaji yang layak diterima saat ini atau di waktu mendatang. Melalui opsi ini, kalian juga bisa mengukur berapa perkiraan gaji yang layak diterima.

Klise, tapi, suka atau nggak, pola yang harus dilalui memang demikian.

Sederhananya, selain soal beban kerja, gaji yang layak akan selalu beriringan dengan kemampuan yang dimiliki oleh seorang pekerja. Nggak akan ada perusahaan yang mau tebak-tebakan mengeluarkan budget secara cuma-cuma, bagi pekerja yang penginnya bekerja seadanya. Kalau perusahaan yang bayar pekerja seadanya, padahal pekerjanya sudah diperas habis mulai dari waktu, tenaga, dan pikirannya, sih… hehehe.

Kedua, persiapkan diri dan kesiapan mental yang baik dalam proses menerima gaji yang dirasa layak secara personal. Sebab, akan selalu ada hal yang nggak terduga di dunia kerja. Tanpa persiapan yang matang, alih-alih memikirkan solusi, yang ada malah dikit-dikit pengin pergi, dikit-dikit tebak-tebakan pengin kerja di startup atau PNS. Lha, terus gimana? Masa mau gaji layak, tapi, nggak siap dengan segala konsekuensi?

Ketiga, mungkin bisa dijelaskan lebih dulu secara gamblang maksud dari gaji layak di Jakarta, sebelum kalian memperdebatkan hal ini. Apakah sebatas yang penting cukup untuk menyambung hidup sehari-hari sekaligus menabung atau aman untuk bayar segala macam cicilan, melakukan hobi, dan bermewah-mewah? Biar bahasannya lebih terarah, nggak rancu, dan nggak nganu gitu. Hehehe.

BACA JUGA Mana yang Lebih Baik, Gaji 6 Juta di Jakarta, Atau 3 Juta di Jogja? dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Penulis: Seto Wicaksono

Editor:  Yamadipati Seno

Terakhir diperbarui pada 10 Oktober 2022 oleh

Tags: gajijakartatebak-tebakan
Seto Wicaksono

Seto Wicaksono

Kelahiran 20 Juli. Fans Liverpool FC. Lulusan Psikologi Universitas Gunadarma. Seorang suami, ayah, dan recruiter di suatu perusahaan.

Artikel Terkait

8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO
Ragam

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Tinggalkan ibunya demi kuliah di PTIQ Jakarta untuk merantau. MOJOK.CO
Ragam

Kerap Bersalah di Perantauan karena Alasan Sibuk, Tangis Ibu Pecah Saat Saya Akhirnya Pulang dari Jakarta

27 November 2025
Gaji pertama membuat beberapa orang menangis MOJOK.CO
Ragam

Momen Terima Gaji Pertama bikin Nangis dan Nyesek di Antara Perasaan Lega

14 November 2025
Belikan ibu elektronik termahal di Hartono Surabaya dengan tabungan gaji Jakarta. MOJOK.CO
Liputan

Pertama Kali Dapat Gaji dari Perusahaan di Jakarta, Langsung Belikan Ibu Elektronik Termahal di Hartono agar Warung Kopinya Laris

11 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.