Selamat Hari Santri, Muhammadiyah! - Mojok.co
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

Selamat Hari Santri, Muhammadiyah!

Iqbal Aji Daryono oleh Iqbal Aji Daryono
21 Oktober 2015
0
A A
hari santri
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Di tengah serbuan kabut asap yang tak kunjung minggat, Presiden Jokowi menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Tentu ini agenda yang sesungguhnya belum layak jadi prioritas. Ibarat kata membangun rumah, tembok utamanya saja belum kelar, eh, Jokowi malah keburu bikin pintu garasi.

Namun, meski Hari Santri ini tidak penting-penting amat, jauh lebih nggak penting lagi penolakan atasnya. Yang sudah mengeluarkan sikap menolak adalah Muhammadiyah, organisasi yang menjadi akar tradisi keberagamaan saya.

Menurut Pak Haedar Nashir dan Pak Din Syamsuddin, penetapan Hari Santri potensial memecah belah bangsa. Sebab, akan mengeras lagi dikotomi santri dan non-santri. “Hari Santri akan menguatkan kesan eksklusif di tubuh umat dan bangsa,” kata Pak Haedar yang Ketua PP Muhammadiyah. Di samping itu, tanggal 22 Oktober (yang diambil dari momentum historis Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama untuk melawan penjajah), juga dipersoalkan. Kenapa cuma dari “satu golongan”? Atau kalau mau vulgar: Kenapa harus NU, Jok? Kenapaaa?

Mendengar alasan penolakan itu, saya manyun. “Wah, Pak, kalau cuma perkara efek eksklusivitas, bukannya nyaris semua hari nasional juga eksklusif?” Ingin rasanya saya kirim pesan Whatsapp demikian ke Pak Haedar. Ada yang punya nomernya?

Coba kita ambil contoh. Hari TNI 5 Oktober kemarin, misalnya. Lihat, tentara dibikinkan hari khusus. Wah, Pak, selayaknya hari spesial ini dihapus saja, karena akan membuat polarisasi terus-menerus antara militer dan sipil. Ini potensial memecah-belah persatuan bangsa, lho! Hari Sipilnya manaaa? Kalau Hari Pertahanan Sipil alias Hansip sih ada, 19 April. Tapi itu kan justru jadi hari ketika masyarakat sipil dimiliterisasi? Supremasi militer lagi dweeeh.

Baca Juga:

Tak Perlu Gaduh, Muhammadiyah Minta Proses Hukum Khilafatul Muslimin

Muhammadiyah Tetapkan 9 Juli Idul Adha, Minta  Pemerintah Antisipasi PMK 

Izin Muhammadiyah Ziarah ke Makam, Erick Thohir Ingin Lanjutkan Pemikiran Buya Syafii Maarif

Atau kalau tentara di situ sekadar diletakkan sebagai profesi, bukan sebagai “kasta”, bagaimana dengan profesi-profesi lain? Para penulis Mojok seperti kita-kita ini gimana dong? Itu juga profesi kan? Hahaha.

“Buat para penulis sudah ada Hari Buku Nasional, Mas, 17 Mei. Jangan kebanyakan nuntut, ah!” mungkin akan ada yang menjawab begitu.

Well, itu bermasalah lagi. Tanggal 17 Mei itu dipilih lebih karena 17 Mei 1950 merupakan tanggal berdirinya Ikatan Penerbit Indonesia alias Ikapi. Lah, lah, lah, ini memecah belah bangsa lagi. Penerbit itu pedagang buku. Dan pedagang buku justru potensial jadi kelompok yang memeras keringat para penulis, berikut para editor, penata letak, dan segenap buruhnya. Hari buat penulisnya mannnaaa??

Lebih dari itu, Hari Buku kok berkhidmat kepada serikat para pedagang buku? Lha, ini tuh Hari Buku apa Hari Pedagang Buku to?

Terkait problem pemilihan tanggal untuk Hari Buku, Gus Muhidin M. Dahlan—aktivis perbukuan yang kemarin di Frankfurt kepergok kencan dengan lawan tradisionalnya, Doktor Hewan Taufiq Ismail—pernah bersabda: perihal Hari Buku, semestinya pendapat Njoto, Wakil Ketua CC PKI, yang diikuti. Menurut Njoto, tanggal 18 Januarilah yang layak jadi Hari Buku Nasional. Sebab pada hari itu sebuah buku menjalankan peran revolusioner dalam melawan kolonialisme. Indonesia Menggugat, buku tulisan Sukarno itu, dibacakan oleh penulisnya sebagai pleidoi di depan mahkamah kolonial pada 18 Januari 1930.

Oke, lupakan Hari Buku yang memecah belah bangsa. Kita masuk ke tanggal 29 September. Ada Hari Sarjana di situ. Ya Allah, ini bukan lagi sekadar membawa potensi polarisasi bangsa. Ini sudah penghinaan buat mereka yang bukan sarjana! Perkara sarjana dan bukan sarjana ini jangan dilihat sekadar sebagai klasifikasi diferensiatif belaka. Ini sudah kasta. Betapa banyak pemuda Indonesia yang bermimpi jadi sarjana tapi tak mampu meraihnya, lebih karena negara gagal menyediakan pendidikan yang murah untuk rakyat. Tolak Hari Sarjana!

Lanjut. Kita cek lagi hari-hari lain yang nggak cukup dikenal publik. Ambil sampel saja, ada Hari Kereta Api 28 September, Hari Dokter Nasional 24 Oktober, Hari Bawa Bekal Nasional 12 April, Hari Filateli Nasional 29 Maret. Masya Allah, semuanya potensial menciptakan konflik horizontal maupun vertikal di tengah-tengah umat. Berbahaya sekali.

Hari Kereta Api? Kenapa tidak ada hari pesawat? Bagaimana dengan para sopir bis, misalnya? Harusnya kan ada Hari Bis juga? Hari Andong? Hari Becak? Hari Ojek? Pemerintah sungguh tidak peka!

Hari Dokter Nasional pun tak beda. Ketika para dokter dibikinkan hari, para pasien malah tidak. Padahal lebih banyak mana coba, populasi dokter atau pasien? Ha?

Ini lagi, Hari Bawa Bekal Nasional. Astaghfirullaah, pencanangan hari semacam itu akan sangat menyakiti pedagang makanan di warteg-warteg, kantin-kantin, gerobak keliling, dan semacamnya. Mereka semua mengandalkan penghidupan dari orang-orang yang nggak bawa bekal to? Apalagi Hari Bawa Bekal selalu dibumbui kampanye kesehatan tentang buruknya jajan di luar atau makan sembarangan di pinggir jalan. Ini hari yang harus kita lawan rame-rame.

Hari Filateli lebih parah lagi. Wong cuma hobi ngumpulin perangko kok dibikinkan hari spesial. Lalu bagaimana perasaan elemen-elemen bangsa yang lain, yang tidak hobi koleksi perangko? Ada berapa banyak kolektor gantungan kunci, kolektor korek zippo, dan lebih-lebih lagi kolektor batu akik, yang dapat dipastikan bakal merana sekali karena tidak dibikinkan hari khusus oleh negara? (Pret, Mz..)

Sudahlah, Bapak-bapak, nggak perlu kenceng-kenceng menolak Hari Santri. Spiritnya toh keren, apresiasi tinggi kepada para ulama yang memfungsikan ajaran agama untuk menghadapi tantangan zaman. Ketika di tahun 1945 tantangannya adalah kekuatan militer penjajah, ya itu dia yang harus digasak dengan Resolusi Jihad. Dengan spirit yang sama, mestinya sekarang Hari Santri bisa direvitalisasi lagi untuk jihad-jihad kekinian yang lebih sesuai dengan dinamika era digital.

Kalau Bapak-bapak ingin mengkritik, saya kira lebih mendesak untuk mengkritik, misalnya, Hari Kesaktian Pancasila. Juga Hari Supersemar. Apakah cuma gara-gara bersikap antikomunis, lantas kita juga wajib untuk taklid buta kepada dusta-dusta sejarah bikinan Soeharto? Kritik atas hari-hari istimewa Soeharto itu jauh lebih mendesak, demi kesehatan nalar dan kesadaran historis segenap anak bangsa.

Adapun mengenai potensi perpecahan yang lebih riil di tubuh umat, saya malah lebih menyarankan agar Bapak-bapak di Muhammadiyah mendengarkan curhatan ibu saya. “Sekarang Ustadz Anu dan Ustadz Itu di pengajian Muhammadiyah kok galak-galak yo, Le? Rasanya beda banget sama zaman Pak AR Fahruddin dulu…”

Iya, saya juga kangen Pak AR, almarhum Ketua PP Muhammadiyah yang bersahaja dan terkenal adem. Jika ada banyak sosok panutan seperti Pak AR lagi di tubuh Muhammadiyah, dengan ceramah-ceramah beliau yang super-sejuk, saya yakin kekhawatiran perpecahan umat akan bisa kita usir jauh-jauh.

Atau ya udah, besok kalau saya jadi presiden, saya akan tetapkan Hari AR Fahruddin. Tunggu ajah.

Terakhir diperbarui pada 23 Oktober 2018 oleh

Tags: AR FahruddinDin SyamsuddinHaedar NashirHari SantriMuhammadiyahNahdlatul Ulama
Iqbal Aji Daryono

Iqbal Aji Daryono

Penulis dari Bantul. Lulusan Sastra Jepang, UGM.

Artikel Terkait

haedar nashir mojok.co

Tak Perlu Gaduh, Muhammadiyah Minta Proses Hukum Khilafatul Muslimin

23 Juni 2022
Idhul Adha

Muhammadiyah Tetapkan 9 Juli Idul Adha, Minta  Pemerintah Antisipasi PMK 

22 Juni 2022
erick thohir mojok.co

Izin Muhammadiyah Ziarah ke Makam, Erick Thohir Ingin Lanjutkan Pemikiran Buya Syafii Maarif

22 Juni 2022
haedar nashir mojok.co

Mahathir Mohamad Klaim Kepulauan Riau, PP Muhammadiyah Angkat Bicara

22 Juni 2022
dubes inggris mojok.co

Bertemu Sri Sultan dan Ketum PP Muhammadiyah, Dubes Inggris Bahas Invasi hingga Pluralisme

21 Juni 2022
buya syafii maarif mojok.co

Melepas Kepergian Buya

28 Mei 2022
Pos Selanjutnya
pers mahasiswa

Memberedel Pers Mahasiswa itu Baik

Komentar post

Terpopuler Sepekan

hari santri

Selamat Hari Santri, Muhammadiyah!

21 Oktober 2015
Garuda Pancasila, Sudharnoto

9 Fakta Pencipta Lagu Garuda Pancasila yang Tersingkir dari Sejarah

26 Juni 2022
Lokasi 18 SPBU di Jogja untuk uji coba MyPertamina

Lokasi 18 SPBU di Jogja yang Jadi Tempat Uji Coba MyPertamina untuk Roda Empat

30 Juni 2022
kecurangan SBMPTN

Polisi Amankan 15 Pelaku Kecurangan SBMPTN di UPN Veteran Yogyakarta

28 Juni 2022
baskara aji mojok.co

Soal Jam Malam, Sultan Minta Menyeluruh di Jogja

24 Juni 2022
Pertamina dan aplikasi MyPertamina yang bikin ribet rakyat kecil! MOJOK.CO

MyPertamina dan Logika Aneh Pertamina: Nggak Peka Kehidupan Rakyat Kecil!

29 Juni 2022
Kasman Singodimedjo tagih janji ke Sukarno sial Piagam jakarta

Kasman Singodimedjo, Menagih Janji 7 Kata Piagam Jakarta pada Sukarno

26 Juni 2022

Terbaru

tyrell malacia mojok.co

Tyrell Malacia Resmi ke MU, Target Selanjutnya Lisandro Martinez

2 Juli 2022
adam deni mojok.co

Ahmad Sahroni Laporkan Lagi Adam Deni ke Polisi, Kali Ini Terkait Teror dan Fitnah

2 Juli 2022
prambanan jazz 2022

Asyiknya Nonton Konser Sambil Duduk di Prambanan Jazz 2022

2 Juli 2022
money heist korea mojok.co

3 Pemeran Money Heist Korea Ceritakan Tantangan dan Momen Paling Berkesan Saat Produksi

1 Juli 2022
Tjipto Mangoenkoesoemo [Bag.2]: Anti Raja dan Anti Kolonial

Tjipto Mangoenkoesoemo [Bag.2]: Anti Raja dan Anti Kolonial

1 Juli 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In