Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan: Wujud Kengerian Negara Ini yang Melanggengkan Penyiksaan dan Kekerasan Terhadap Perempuan

Christine Constanta oleh Christine Constanta
12 Juni 2025
A A
Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan Kengerian Sebuah Negara MOJOK.CO

Ilustrasi Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan Kengerian Sebuah Negara. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Di Nusa Tenggara TImur, polisi justru memperkosa perempuan korban pemerkosaan yang datang melapor. Wujud kengerian sebuah negara. 

Trigger Warning! Konten ini berisi informasi mengenai kekerasan seksual yang mungkin dapat memicu trauma pembaca!

Beberapa kasus kekerasan yang dilakukan polisi terhadap perempuan yang kita lihat di media merupakan fenomena gunung es. Masih banyak lagi kasus yang belum terkuak.

Kita mungkin sudah sering melihat atau membaca berita mengenai polisi sebagai pelaku kejahatan terhadap perempuan atau anak perempuan. Misalnya pada kasus Kapolres Ngada yang terlibat perdagangan manusia. 

Minggu ini, berita polisi memperkosa kembali menggegerkan Indonesia. Kali ini, polisi melakukan pemerkosaan terhadap perempuan korban pemerkosaan di Polsek Wewewa Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Mirisnya, kedua kasus di atas bagian dari fenomena gunung es. Artinya, masih banyak kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak kita ketahui, yang dilakukan oleh aparat kepolisian. 

Terdapat berbagai alasan kasus-kasus tersebut tidak terbongkar. Misalnya, adanya relasi kuasa yang luar biasa, korban tidak berani melapor karena intimidasi atau ancaman, hingga lemahnya kapasitas psikologis korban. 

Polisi sebagai aktor negara yang melakukan kejahatan terhadap perempuan

Konstitusi Indonesia Pasal 28G menjamin bahwa setiap orang termasuk perempuan berhak untuk terbebas dari tindakan penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia. Secara khusus, hak korban kekerasan seksual juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yaitu hak penanganan, perlindungan, dan pemulihan. 

Miris, alih-alih mendapatkan hak-haknya sebagaimana diatur oleh hukum, korban malah mendapatkan kekerasan berulang. Bahkan penyiksaan seksual oleh aparat yang menerima laporannya. 

Korban pemerkosaan kerap mendapatkan penolakan ketika membuat laporan. Dalihnya antara lain tidak cukup bukti, pertanyaan yang menjerat dan menimbulkan trauma, dianggap suka sama suka, bahkan perlakuan lain yang tidak berperspektif korban. Tindakan-tindakan diskriminatif terhadap perempuan bahkan kelompok rentan inilah kemudian dirawat dan dilanggengkan secara terus-menerus oleh polisi. 

Jika kita melihat hukum internasional, yaitu Pasal 2 huruf d Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) yang disahkan melalui UU No. 7 Tahun 1984, negara memiliki kewajiban untuk kontrol diri. Tujuannya agar tidak melakukan suatu tindakan atau praktik diskriminasi terhadap perempuan dan menjamin agar pejabat-pejabat dan lembaga-lembaga publik akan bertindak sesuai dengan kewajiban ini. 

Polisi, sebagai institusi negara, dapat dianggap sebagai pelaku (state actor) kejahatan hak asasi perempuan karena melakukan kejahatan, melanggengkan dan membiarkan praktik diskriminatif terhadap perempuan dalam proses penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. 

Selain itu, tindakan perkosaan ketika proses penanganan kasus di kepolisian (penyidikan) merupakan penyiksaan psikologis dan seksual. Semuanya sudah diatur dalam Konvensi Anti Penyiksaan.

Budaya diskriminatif dan tidak inklusif para polisi

Ketika perempuan korban kekerasan seksual melakukan pelaporan ke kepolisian, seharusnya kepolisian sebagai aktor negara bertanggung jawab melindungi korban pemerkosaan. Terutama dari intimidasi atau tindakan pelaku sebagai aktor non-negara, menindaklanjuti laporan polisi dan memberikan informasi mengenai akses perlindungan korban. 

Iklan

Misalnya dengan memberi informasi mengenai bantuan hukum, rujukan psikolog, rumah aman, hingga proses ganti kerugian korban. Budaya diskriminatif dan tidak inklusif di kepolisian ini menimbulkan trauma yang semakin mendalam pada korban. 

Selain itu juga, pada akhirnya memiliki dampak buruk luar biasa terhadap keberlanjutan penegakan kasus kejahatan terhadap perempuan di Indonesia. Yang saya maksud adalah korban kekerasan terhadap perempuan takut dan khawatir melapor ketika mengalami kekerasan sehingga enggan untuk menempuh jalur litigasi. Semua karena melelahkan dan membebani korban, bahkan untuk pendamping korban dalam proses pembuktian dan penanganan yang berlarut (delay in justice).

Reformasi kepolisian harus dilakukan demi menyelamatkan lebih banyak korban perempuan kekerasan terhadap perempuan

Saat ini kita melihat wajah instansi kepolisian dengan budaya maskulin, tidak inklusif, dan melanggengkan penyiksaan dan kekerasan terhadap perempuan. Permasalahan ini tidak hanya 1 atau 2 kasus semata, tetapi permasalahan sistemik yang harus diobati dengan sistemik pula. 

Penyelesaian sanksi etik atau pidana pelaku polisi yang bersangkutan merupakan satu hal. Setelah itu, perlu adanya penyelesaian sistemik menyentuh akar permasalahan di tubuh polri. 

Masih banyak kasus pemerkosaan di luar sana yang tidak diketahui. Salah satunya karena tidak viral karena korban belum berani untuk melaporkan karena relasi kuasa yang ada dan intimidasi yang dilakukan dengan menggunakan alat dan fasilitas negara yang dibayar menggunakan uang rakyat.

Dalam anggaran belanja 2025, polisi memiliki anggaran tertinggi kedua setelah Kementerian Pertahanan, sebesar Rp126,62 triliun. Artinya, penggunaan anggaran belum optimal untuk memperkuat etika, kualitas sumber daya manusia, pembelajaran mendalam mengenai hukum Hak Asasi Manusia dan gender dan sistem pengawasan. 

Pelaku polisi merupakan wujud dari sumber daya manusia yang berkualitas rendah. Mereka tidak memiliki kesadaran etik sebagai aparat penegak hukum apalagi sebagai aktor negara. Oleh sebab itu, kondisi ini berpotensi membuat pelaku polisi melakukan hal ekstrem dan brutal yang melanggar hak asasi perempuan.

Perlu lebih dari komitmen serius

Apabila polisi memiliki sumber daya manusia yang baik dalam menerima pelaporan kekerasan terhadap perempuan, kepolisian akan melakukan asesmen gender terhadap korban kekerasan. 

Misalnya berupa analisis relasi kuasa antara korban dan pelaku pemerkosaan, masalah struktural yang dihadapi korban perempuan, dampak dan kerugian yang dialami korban misalnya dampak psikososial, ekonomi, dan fisik hingga melakukan analisis kebutuhan korban dalam pemenuhan hak-haknya. 

Pedoman mengenai standar kepolisian ketika memproses kasus kekerasan terhadap perempuan ini bahkan belum diatur dalam regulasi internal kepolisian. Kepolisian sebagai institusi negara yang merupakan garda terdepan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat perlu memiliki komitmen serius.

Khususnya untuk melakukan reformasi sistemik permasalahan-permasalahan yang mencederai hak-hak perempuan dan menghambat keadilan bagi korban.

Penulis: Christine Constanta 

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Ngeri Sekali Jadi Korban Kekerasan Seksual di Negeri Ini, Minta Keadilan Malah Mentok di Jalur ‘Kekeluargaan’ dan catatan miris lainnya di rubrik ESAI. 

Terakhir diperbarui pada 12 Juni 2025 oleh

Tags: kasus Kapolres Ngadakekerasa seksualKonstitusi Indonesia Pasal 28Gkorban pemerkosaannttPolisipolisi memperkosaPolsek Wewewa Selatanruda paksa
Christine Constanta

Christine Constanta

Pendamping hukum di LBH APIK Jakarta, sehari-hari menangani kasus kekerasan berbasis gender, sesekali menulis.

Artikel Terkait

rkuhap, kuhap, polisi.Mojok.co
Mendalam

Catatan Kritis KUHAP (Baru) yang Melahirkan Polisi Tanpa Rem Hukum, Mengapa Berbahaya bagi Sipil?

19 November 2025
Saat Alfamart masuk ke desa terpencil NTT, sumber air bersih bisa dinikmati MOJOK.CO
Ragam

Lika-liku Warga Desa Terpencil NTT: Demi Air Bersih Harus ke Lereng Bukit Terjal, Kini Bisa Alirkan ke Rumah Berkat Gotong Royong

16 Oktober 2025
Ortu kuras tabungan buat anak jadi polisi malah kena tipu. Sempat bikin stres tapi kini bersyukur tak jadi sasaran amuk tetangga MOJOK.CO
Ragam

Ortu Kuras Tabungan buat Anak Jadi Polisi malah Kena Tipu “Intel”, Awalnya Stres tapi Kini Bersyukur

6 September 2025
Polisi gelontorkan uang banyak untuk gas air mata yang digunakan dalam demo. MOJOK.CO
Aktual

Saat Duit Rakyat Hanya Dipakai buat Membeli Gas Air Mata Kadaluwarsa oleh Polisi

31 Agustus 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.