MOJOK.CO – Semuanya berawal dari janji manis agen Pertamina. Berharap bisa sugih dari bisnis Pertashop, nyatanya malah bikin perih.
Saya punya kenalan, sebut saja namanya Pak Howo. Pada satu pertemuan, Pak Howo mencurahkan hatinya terkait bisnis yang digadang bisa bikin sugih, lha kok malah bikin kantong perih. Alias, bisnis halu tak menguntungkan. Padahal bisnis ini ada di bawah naungan perusahaan “plat merah”. Kok bisa bisnisnya susah?
Setelah menyeruput kopi, Pak Howo mulai bercerita. Katanya, awalnya semua pengusaha SPBU mini ala Pertamina bernama Pertashop hidup dengan aman santosa, hidup sejahtera dengan bergelimangan harta, bisa berfoya-foya, mampu menafkahi istri lima. Ah, maaf, yang terakhir hiperbola saja.
Usaha Pertashop Pak Howo sempat moncer
Bagaimana tidak moncer kalau lokasi usahanya terletak di salah satu jalan raya yang ramai di Kabupaten Karanganyar. Lebih dari seribu liter tersalurkan kepada pengguna jalan tiap harinya.
Puluhan juta rupiah digenggam tiap bulannya. Nabung dua bulan cukup buat beli motor matik berbadan bongsor yang tiap kali beli bensin tutup bensinnya perlu mencongkel dengan uang koin seribuan.
Suasana bahagia mendadak menjadi duka, Pak Howo yang tadinya ceria sekarang menangis sambil lanjut bercerita. “Namun, itu dulu, sebelum pasukan Rusia menginvasi Ukraina,” katanya.
Awal cerita
Pak Howo kemudian mengingat kembali bagaimana bisa dirinya terjebak pada bisnis Pertashop. “Pada awal program ini ada, para agen LPG merangkap menjadi agen untuk pendirian Pertashop.”
Agen yang memiliki kekuasaan di Boyolali itu membantu pangkalan-pangkalan yang ada di bawah tanggung jawabnya. Termasuk pangkalan Pertashop Pak Howo, agar turut serta berpartisipasi dalam bisnis yang diprediksi akan membuat kaya. “Dengan segala bujukan dan rayuan,” katanya.
Pak Howo terhipnotis dengan prediksi-prediksi keuntungan yang akan didapatkan setelah mendaftarkan diri sebagai mitra Pertamina. Di sana, perhitungan-perhitungan dilakukan untuk memengaruhi alam bawah sadarnya.
Awalnya, Pak Howo itu tak punya cukup uang sebagai modal untuk mendirikan Pertashop. Agen tersebut terus mencari “celah kesadaran” dengan info bahwa bisnis ini nantinya akan menjadi bisnis bagi hasil antara Pertamina dengan mitranya.
Tanpa banyak berkata, hati Pak Howo luluh. Dia segera mendaftarkan diri untuk turut menjadi peserta. Ternyata, program bagi hasil itu hanya dilakukan untuk Pertashop generasi pertama, sedangkan saat itu sudah masuk generasi ketiga.
Berjuang mendapatkan lahan
Selain masalah permodalan, syarat lahan kala itu juga menjadi tantangan. Awalnya, Pertashop akan didirikan Pak Howo di Desa Demangan, Sambi, Boyolali, dengan menggaet kerja sama dengan pondok pesantren setempat.
Katanya, sih, kalau bekerja sama dengan pondok akan dipermudah izinnya. Namun, karena lokasinya yang terlalu jauh dengan rumah Pak Howo, rencana itu dibatalkan.
Mencari alternatif, Pak Howo mengajak kerja sama dengan pemerintah daerah di Kabupaten Karanganyar. Lebih dekat dengan rumahnya, masih dalam kecamatan yang sama, tetapi beda kelurahan.
Pak Lurah menjanjikan bantuan dalam bentuk tanah kas desa dan modal untuk Pertashop. Namun, Pak Lurah ternyata “omdo”, janji tetaplah janji, bantuan tak kunjung diterima, hingga membuat Pak Howo kesal dan memilih mencari alternatif lain.
Syukur, Pak Howo ketemu seseorang yang baik hati, tidak jauh dari lokasi yang dijanjikan Pak Lurah. Seorang pegiat tani di daerah tersebut yang menyewakan tanahnya dengan harga yang relatif murah untuk waktu satu dasawarsa.
Baca halaman selanjutnya….