Masalah lahan terselesaikan, masalah modal belum terpecahkan. Pak Howo akhirnya memilih jalan terakhir dengan meminjam ke salah satu bank. Karena kondisi Pak Howo yang akan pensiun dalam waktu dekat, beliau pun hanya diperbolehkan meminjam dan harus mengangsur dalam waktu empat tahun.Â
Jangka waktu yang singkat membuat beliau harus menyediakan uang lebih dari Rp7 juta per bulan sebagai angsuran. Awalnya, nominal angsuran tersebut bukan sebuah masalah berarti. Karena jika keuntungan yang didapat sebagaimana yang didoktrin oleh agen Pertashop, seharusnya akan tertutupi.
Hitungan kasar keuntungan yang didapat
Menurut website resmi Pertamina, pendapatan per liter ada di angka Rp850 untuk program Pertashop Gold. Namun, jika menghitung harga penjualan dikurangi jumlah yang harus ditransfer melalui bank tidak tepat Rp850. Hanya ada di angka Rp817 per liter. Pak Howo menganggap wajar pengurangan itu, mungkin dikarenakan pajak atau lainnya.
Dengan penyaluran lebih dari seribu liter per hari, Pak Howo bisa meraup untung sebanyak Rp22 hingga Rp25 juta. Jika dikurangi beban operasional dan angsuran bulanan ke bank, setidaknya beliau masih mendapat keuntungan belasan juta rupiah.Â
“Lagi-lagi, itu dulu. Sebelum harga pokok naik akibat invasi Rusia ke Ukraina, termasuk harga minyak mentah dunia,” katanya.
Bulan Februari 2022, militer Rusia menggempur pertahanan Ukraina. Menurut Pak Howo, siapa yang salah dan siapa yang benar bukan hal yang perlu dibahas. Di luar sana, banyak pengamat militer yang lebih bisa menjelaskan.Â
Meskipun begitu, dampak peperangan itu juga berdampak ke pengusaha Pertashop di Indonesia. Termasuk yang dikelola oleh Pak Howo di Kabupaten Karanganyar.
Mulai ambyar karena perang
Meskipun perang itu bermula pada Februari, tapi pemerintah baru merasa perlu menaikkan harga BBM pada April 2022. Pertamax, yang sebelumnya seharga Rp9.000 per liter, naik menjadi Rp12.500 per liter.Â
Saat itu, harga Pertalite masih dipertahankan oleh pemerintah dengan harga Rp7.650 per liter. Kenaikan pertama BBM RON 92 di era Jokowi ini membuat jarak antara BBM subsidi dengan BBM non-subsidi cukup jauh, yakni Rp4.850.
Ketidakseimbangan harga ini membuat pelanggan Pak Howo mendadak pergi. Kepergian pelanggan ini yang menjadi dampak invasi Rusia terhadap para pemilik Pertashop. Mereka dilarang untuk menjual BBM subsidi, sedangkan pelanggan lebih mementingkan harga murah ketimbang kualitas.
Selepas kenaikan harga, penjualan merosot hingga 80%. Keuntungan bulanan yang sebelumnya bisa membeli sepeda motor baru, kini raib. Bahkan untuk mengangsur tagihan bank saja tidak cukup. Pak Howo ditantang untuk memutar otak sendirian, sedangkan Pertamina sebagai induk rasanya tak memberi bantuan.
Fluktuasi harga BBM
Bulan September, harga BBM kembali naik. Kali ini juga diikuti dengan kenaikan harga BBM subsidi. Pertalite yang sebelumnya dibandrol Rp7.650, naik menjadi Rp10.000.Â
Awalnya Pak Howo merasa lega, namun setelah dihitung ulang, nampaknya sama saja, tidak ada perubahan yang berarti. Pertamax yang sebelumnya dijual dengan harga Rp12.500 naik menjadi Rp14.500 rupiah. Selisih harga Pertamax dan harga Pertalite dari yang sebelumnya Rp4.850 menjadi Rp4.500. Selisih Rp350 tidak membuat pelanggan yang dulu hilang datang kembali pulang.
Syukurlah harga Pertamax tertinggi itu hanya berlaku untuk satu bulan. Harga BBM RON 92 kembali turun pada bulan Oktober menjadi Rp13.900 sedangkan Pertalite masih bertahan di harga yang sama, selisih kedua BBM menjadi Rp3.900. Penjualan di Pertashop Pak Howo mengalami peningkatan, meskipun hanya 50% dari sebelumnya.
Dengan penjualan harian sebanyak 300 liter, Pak Howo mendapatkan keuntungan kotor sebanyak Rp6,8 hingga Rp7,6 juta. Bisa untuk mengangsur tetapi beban operasional menjadi hambatan. Pemangkasan pegawai makanya dilakukan. Kini, Pertashop di Karanganyar itu dipasrahkan ke anak bungsunya dengan jam kerja lebih dari semestinya dan gaji seadanya.
Harapan
Pemilik Pertashop di pinggir sawah itu bersyukur masih ada anak yang bisa membantu bisnis yang tidak menguntungkan ini tetap berdiri. Setidaknya masih lebih beruntung dibandingkan dengan pengelola Pertashop lain yang harus menutup gerainya akibat keuntungan tidak sebanding dengan beban operasional.
Entah kapan bencana yang dialami para pemilik usaha halu ini akan berakhir. Pak Howo paham bahwa keputusan pemerintah dan Pertamina tidak sepenuhnya salah.
Selain karena invasi, ketergantungan masyarakat terhadap barang subsidi dan kenekatan pemilik membangun usaha tanpa modal juga menjadi sebab dari ketidakpastian ini.Â
Beliau hanya bisa berharap semoga badai ini segera berlalu.
BACA JUGA Pertashop Beneran Bangkrut Berkat Nalar Timpang Pertamina dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.
Penulis: Muhammad Arif PrayogaÂ
Editor: Yamadipati Seno