ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Hidup di ‘Kota Susu’ Boyolali padahal Kamu Punya Fobia Susu

Rhea Yustitie oleh Rhea Yustitie
31 Maret 2020
0
A A
Rasanya Hidup di ‘Kota Susu’ Boyolali Padahal Kamu Punya Fobia Susu
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Boyolali dikenal sebagai daerah penghasil susu terbaik di Indonesia, namun gimana rasanya kalau kamu malah punya fobia susu?

Ada banyak jenis fobia di dunia ini. Dari fobia yang normal (normal?) seperti akrofobia alias fobia ketinggian, fobia ruangan sempit, sampai fobia laut. Belum dengan fobia yang cukup aneh seperti fobia kerupuk, balon, sampai fobia kacang.

Nah, sayangnya, di antara banyak fobia-fobia yang aneh itu, saya mengidap fobia paling absurd, yakni fobia susu.

Iya, saya tahu. Saya aneh. Iya. Puas?

Sialnya, saya adalah perempuan yang dari lahir, tumbuh, sampai menetap di Boyolali. Kota yang terkenal dengan panggilan “Kota Susu”. Bahkan ada salah satu daerah di Boyolali yang menuliskan idiom, “Susuku Penopang Hidupmu”.

Meski lahir dengan “tampang Boyolali” yang penuh dengan aura susu, tapi hal itu tidak membuat saya serta-merta tahan dengannya. Saya tahu sebagian besar orang menyukai susu, khususnya susu murni perahan sapi. Bahkan khusus untuk susu sapi Boyolali, susunya bahkan dikenal dengan sebutan “emas putih”.

Namun, meski susu perahan sapi asli itu (katanya) enak dan pernah jadi bagian dari kampanye empat sehat lima sempurna, saya sama sekali tidak pernah tertarik untuk mencicip susu-susu tersebut. Bodo amat, susu sapi di daerah saya disebut sebagai salah satu susu terbaik di Indonesia kek, bodooo.

Mau susunya sudah dicampur cokelat paling mahal, kopi paling milenial atau soda, saya tetap wegah. Jangankan mencicip, bau susu dari jarak 4 meter saja sudah bikin hasrat muntah saya meletup-letup. Bagi saya susu memiliki elemen yang menjijikkan. Baunya tengik. Berasa kayak bau ketek sapi gitu.

Oke, oke, mungkin kamu bingung. Kalau saya fobia susu begini, gimana masa kecil saya? Memangnya saya tidak minum ASI ketika bayi? Memangnya ketika kecil emak saya ngasih saya air tajen?

Hm, waktu bayi, kata Emak, saya adalah anak ASI pada umumnya. Mungkin itu adalah terakhir saya menjadi anak normal pada umumnya. Anak periang yang masih doyan susu.

Saya ingat betul saat masih TK ada SPG susu yang kasih promosi susu gratis dan saya—seingat saya—doyan banget. Bahkan Emak membelikan saya sekaleng susu. Namun, semakin hari harga susu semakin tinggi. Saya tahu betul keadaan ekonomi yang pas-pasan bikin seorang ibu rumah tangga macam emak saya memiliki agenda prioritas mana yang harus didahulukan dibeli.

Emak akhirnya mengganti susu kaleng tersebut dengan susu segar yang—di Boyolali—memang jauh lebih terjangkau. Dikasih lah saya susu segar itu, dengan praduga… kalau susu kaleng aja doyan, apalagi susu asli ya kaaan?

Namun sayang, Emak harus senantiasa mengepel rumah dan mengomel-omel ketika saya muntah-muntah usai minum susu segar itu. Di sinilah kemudian kami sekeluarga sadar bahwa rasa suka tidak dapat dipaksa, laiknya cinta. Mau diolah kayak gimana-gimana, organ pencernaan saya tak bisa kemasukan susu.

Masalahnya adalah, gara-gara kejadian itu, saya jadi tidak doyan susu sama sekali. Susu kaleng yang tadinya saya doyan pun jadi ikut-ikutan nggak doyan—bahkan cenderung ke perasaan insecure. Semua susu jadi sama aja.

Oleh sebab itu, dari lulus TK, semua susu untuk saya kemudian distop. Hak saya kemudian diganti dengan air putih biasa. Karena keluarga saya kemudian ikut sadar, ternyata saya fobia susu.

Fobia saya ini kemudian semakin parah ketika menginjak SMA. Di SMA saya, kebetulan ada kawan saya yang doyan banget minum susu segar plus telor rebus. Otomatis, ketika kawan saya ini lagi minum susu, saya bakal hijrah biar nggak muntah.

Nah, dari kebiasaan hijrah saya itu lah, kawan-kawan SMA saya jadi tahu apa yang tidak saya sukai. Mereka melihat itu karena reaksi aneh saya terhadap susu. Apalagi hal itu berjalan secara istikamah. Setiap ada yang minum susu, saya hijrah. Ada yang minum lagi, saya hijrah lagi. Gitu aja terus sampai saya jadi ukthi-ukhti.

Celakanya, ketika mereka tahu saya benci hal itu, mereka malah bersekongkol mempertemukan saya dengan susu. Seperti ketika ulang tahun ke-17 saya. Jika kebanyakan orang punya momen indah dan tak terlupakan pada ulang tahun itu, maka momen yang saya punya hanya ada di bagian tak terlupakannya saja.

Iya sih, kawan-kawan sempat begitu manis mengucapkan selamat ulang tahun dan mendoakan yang baik-baik. Akan tetapi, sepulang sekolah saya diajak kawan saya ke area paling belakang sekolah. Ternyata di sana kawan-kawan saya sudah memfermentasikan susu dengan ukuran 1,5 liter dan mengguyurkan ke seluruh badan saya.

Bau susu segar saja saya tidak tahan apalagi susu itu, susu yang udah basi. Alhasil, bak tinju Mike Tyson mendarat sempurna ke perut saya, saya muntah luar biasa gila. Saya nyaris pingsan saat itu. Bahkan, sampai sekarang kalau saya cerita hal itu—kayak lagi nulis ini misalnya—saya bisa aja muntah lagi. Masih terasa betul bau susu basi itu.

Hari demi hari sudah saya lewati. Dan masih banyak kawan dan keluarga aja yang masih terus memaksa saya untuk mencoba susu. Mereka pikir, dengan terus memaksa saya, fobia ini akan hilang. Sayangnya, yang terjadi malah sebaliknya.

Perundungan yang saya alami dengan susu ini harus diakui malah memperparah fobia saya. Bikin saya semakin jijik sama susu. Mungkin bagi orang-orang yang tidak punya pengalaman fobia macam gini, ketakutan saya itu berlebihan, tapi bagi saya rasanya seperti jijiknya Harun Masiku saat lihat rombongan KPK.

Iya, saya tahu. Saya memang aneh. Tinggal di daerah penghasil susu, tapi malah fobia susu. Iya. Puas? Puas?

Horok.

BACA JUGA 9 Fobia Aneh di Dunia, Ada yang Takut Bau Ketek! atau tulisan rubrik ESAI lainnya.

Terakhir diperbarui pada 31 Maret 2020 oleh

Tags: boyolalifobiasusu
Iklan
Rhea Yustitie

Rhea Yustitie

Guru Olahraga di SMA Boyolali.

Artikel Terkait

Jihad Warga Kecamatan Selo Boyolali Mempertahankan Tanah MOJOK.CO
Esai

Warga Kecamatan Selo Boyolali “Jihad” Mempertahankan Tanah, Enggan Menjualnya ke Investor Luar, Menolak Membuka Destinasi Wisata Secara Ugal-ugalan karena Bertani Adalah Prioritas

1 Juni 2025
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi bantu perbaiki rumah Wagiman dan Samiyem di Boyolali MOJOK.CO
Kilas

Kisah Sepasang Lansia di Boyolali Puluhan Tahun Tinggal di Rumah Mungil dan Reyot, Kini akan Diperbaiki Gubernur Jateng

16 Mei 2025
Jika susu sapi lokal seperti di Boyolali dianggap tidak berkualitas, harusnya pemerintah kasih kasih solusi bukannya impor MOJOK.CO
Aktual

Jika Kualitas Susu Sapi Boyolali Dianggap Tak Bagus, Harusnya Peternak Didampingi Bukan Malah Impor

14 November 2024
makam keramat tergusur tol jogja solo.MOJOK.CO
Ragam

Kisah Makam Keramat yang Tergusur Tol Jogja Solo: Ada di Sleman, Kulon Progo, hingga Boyolali

28 Januari 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pilih slow living di Gunungkidul, Jogja usai pindah kerja di sebuah perusahaan yang ada di Dubai. MOJOK.CO

Merelakan Gaji Besar dari Perusahaan di Dubai daripada Mental Rusak karena Tekanan Hidup dan Pilih Slow Living di Gunungkidul

12 Juni 2025
Dicki Olski: Lahir dari Komunitas Stand Up, Kini Bermusik Lewat Lirik Patah Hati

Dicki Olski: Lahir dari Komunitas Stand Up, Bikin Band Pop Gemezz, dan Alasan Hiatus

15 Juni 2025
Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan Kengerian Sebuah Negara MOJOK.CO

Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan: Wujud Kengerian Negara Ini yang Melanggengkan Penyiksaan dan Kekerasan Terhadap Perempuan

12 Juni 2025
Fadli Zon menyangkal pemerkosaan massal dalam kerusuhan 1998. MOJOK.CO

Menyangkal Pemerkosaan Massal 1998 adalah Bentuk Pelecehan Dua Kali: Fadli Zon Seharusnya Minta Maaf, meskipun Maaf Saja Tak Cukup

16 Juni 2025
down for life, kalatidha.MOJOK.CO

Kalatidha: “Syair Macapat” dalam Kemasan Musik Cadas, Album Baru sekaligus Penanda Perjalanan Spiritual Down For Life

11 Juni 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.