Minat Baca di Indonesia Rendah, Ah Kata Siapa? - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

Minat Baca di Indonesia Rendah, Ah Kata Siapa?

Iqbal Aji Daryono oleh Iqbal Aji Daryono
9 November 2018
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Belakangan ini bertebaran infografis di medsos soal minat baca Indonesia yang rendah. Disebutkan Indonesia berada di peringkat kedua—dari bawah. Ah, masa sih?

Dua-tiga hari ini, di temlen Facebook saya berseliweran sejenis meme—atau apalah namanya—yang isinya sajian infografis tentang nasib ngenes Indonesia sebagai negara dengan minat baca terendah kedua sedunia.

Infografis itu dibubuhi judul mencolok: “Negara-negara Pemakan Buku Terbanyak”. Di bawahnya ditaruh gambar-gambar buku dengan motif bendera lima negara paling yoi. Dari Finlandia, Norwegia, Islandia, Swedia, sampai Denmark.

Lalu di bawahnya, buku-bermotif-bendera Indonesia tampak tersungkur sambil mewek, begitu pula buku-bermotif-bendera Botswana. Kita tahu, kedua negara yang digambarkan sedang mewek itu berada di posisi dua peringkat terbawah.

Di baris terakhir, dituliskan “Sumber: PISA dan CCSU”.

Baca Juga:

Agoes Salim: Si Jenius Tak Berdarah Biru dan Sang Organisatoris

Sydney Dilanda Banjir Besar, Warga Diperingatkan untuk Mengungsi

Piala Presiden: Turnamen Pramusim Paling Aneh Sedunia

Seperti biasa, banyak orang membagi gambar itu dengan gegap gempita. Membagikan ke dinding akun medsos mereka sebagai bentuk kepedulian? Membagikan untuk menumbuhkan minat baca?

Hajelas bukan, lah!

Infografis tersebut dibagikan untuk mencibir—itu lebih tepat.

Persisnya lagi, para pembagi gambar itu rata-rata menyampaikan pesan: “Nih, mangap kalian, wahai kaum yang nggak pernah makan buku! Kalian tu doyannya berita hoax dan fitnah! Ngakunya beragama tapi malas baca!”

Warbiyasa gagah sekali. Bermartabat sekali.

Sembari bilang begitu, mereka yang merasa berliterasi tinggi itu manut saja dengan infografis yang mengaku-ngaku bersumber dari PISA (Programme for International Student Assessment) dan CCSU (Central Connecticut State University, Amerika) itu.

Literasi? Idih, cah literasi kok manutan.

Gini ya, Gaesss. Saya mohon izin untuk bilang: sama infografis yang jatuhnya malah kayak meme ginian jangan gampang dipercaya.

Pertama, itu infografis jelas bukan dari PISA dan CCSU, melainkan dari CCSU saja. Kalau memang mengacu ke PISA, harap tahu, Indonesia di tahun 2015 bukan lagi nomor dua dari bawah, tapi sudah “lumayan” naik ke peringkat 62 dari 72 negara. Rangking tersebut dikaitkan juga mengenai kualitas pendidikan, karena PISA urusannya dengan itu.

Kalau pakai PISA juga, tiga besarnya bukan negara-negara Skandinavia itu, melainkan Singapura, Hongkong, Kanada, baru kemudian Finlandia.

Lalu kenapa PISA dibawa-bawa?

Ya jelas jawabnya: karena membawa-bawa nama lembaga ilmiah terkenal akan mendongkrak derajatmu secara gampang dan instan. Sehingga jamaah mana pun dengan takzim bakalan manggut-manggut di hadapanmu, seolah kamu sudah menjadi pemegang otoritas ilmiah itu sendiri.

“Menurut penelitian baru-baru ini di Amerika…”; “Seorang pakar dari Harvard University mengatakan…”; “Berdasarkan riset yang dilakukan oleh sejumlah ahli dari lembaga-lembaga ilmiah ternama di 9 negara maju…”

Cukup dengan memakai pembukaan seperti itu saja audiens akan langsung terpukau dan percaya. Apalagi kalau sudah menyebut nama spesifik seperti PISA! Toh, para pendengar yang manutan itu nggak bakalan memeriksa akurasi datanya, to? Mau cari apa itu PISA juga paling-paling ogah.

Kedua, dalam rangking versi CCSU, dengan tajuk Most Literate Nation in The World (MLNW), kriteria yang dipakai untuk menetapkan tingkat literasi masyarakat negara-negara sedunia itu ada empat, yakni: libraries, newspapers, education inputs, education outputs, dan computer availability. Silakan cek di web-nya kalau nggak percaya.

Nah, pertanyaan saya, apakah kriteria-kriteria itu mempertimbangkan juga perbedaan bentuk dari kultur membaca di setiap negara?

Begini maksud saya. Ada banyak sekali kawan saya yang gila membaca. Mereka tekun-tekun, tergila-gila dengan buku. Tapi sangat sedikit—atau bahkan nyaris tidak ada—kawan saya yang getol berkunjung ke perpustakaan (padahal itu salah satu kriteria terpenting dalam ranking versi CCSU).

Mereka membaca dari buku milik mereka sendiri, bikin perpustakaan pribadi sendiri yang tidak terpantau data resmi. Buku-buku mereka itu didapatkan dari beli di toko, beli di lapak-lapak online, pinjam teman nggak dibalikin, atau donlot PDF haram bajakan.

Nggak usah mereka, saya sendiri pun begitu. Meski saya nggak gila-gila amat dengan buku (saya cuma gila sama uang dan kenikmatan dunia), toh tetap saja saya pembaca buku. Tapi, catat ini baik-baik: saya bukan pengunjung perpustakaan.

Saya ingat-ingat, terakhir kali saya mengunjungi perpustakaan di Indonesia tuh belasan tahun silam sewaktu masih kuliah. TKP-nya di Perpustakaan Santo Ignatius Kotabaru, perpus paling keren se-Jogja.

Waktu masih di Australia, saya memang mengunjungi perpustakaan juga, yakni di Cambridge Library, Floreat, Perth (cek saja di Google Map, itu perpustakaan kecamatan yang lumayan besar). Tapi di situ sebagai kurir saya cuma mengantarkan barang kiriman. Isinya tinta printer, saya serahkan ke mbak resepsionis berwajah mestizo, dan saya lebih suka mengobrol sama dia daripada menjelajahi rak-rak buku.

Dengan angka kunjungan perpustakaan yang nyaris nol, hamosok terus serta merta saya dibilang “nggak pernah makan buku”? Enak aja, saya nggak setipis itu.

Ringkasnya, situasi antara satu negara dengan negara lain tidak bisa dipukul rata, variabel-variabel penilaian atas minat baca tidak bisa ditetapkan dengan ukuran sepihak yang semena-mena.

Saya kasih secuil perbandingan yang agak saya pahami. Ini antara Indonesia dan Australia, dua tempat yang pernah saya diami.

Di Australia, toko-toko buku memang lumayan sepi. Tapi perpustakaan-perpustakaan negeri stabil ramainya, lengkap fasilitasnya, di tiap kelurahan ada, dari anak-anak hingga manula selalu punya acara di sana. Bahkan, karena sudah mendaftar sebagai anggota, istri saya pun sampai sekarang masih bisa meminjam e-book dari perpustakaan kampung di sebelah rumah kontrakan kami dulu.

Di Indonesia, mungkin perpustakaan sepi. Tapi lihat, toko-toko buku masih ramai. Itu baru toko buku, belum pameran-pameran. Kolega saya bos event organizer, namanya Hinu OS, setiap tahunnya rutin menggelar pameran buku di 60 kota se-Indonesia, dan semakin hari Hinu tampak semakin berisi, makmur, dan—jelas—kaya raya. Jauh lebih kelihatan makmur ketimbang buzzer politik malah.

Itu baru offline. Yang lebih seram lagi yang online. Toko-toko buku online semakin bersimaharajalela. Di Facebook, Marketplace, Instagram, Shopee, Bukalapak, Tokopedia. Coba, berapa akun toko buku online yang sampeyan pernah lihat? Tak terhitung, kan?

Agus Mulyadi saja, Pemimpin Redaksi sebuah media sebesar Mojok sampai bikin toko buku online sendiri. Konon omzet dari jualan bukunya dua sampai tiga kali lipat dari gajinya sebagai Pemred yang udah selangit itu. Kawan saya yang lain, seorang dosen Hukum Tata Negara, punya toko buku di Instagram dengan omset puluhan juta per bulannya. Dan masih banyak lagi, nggak usah diabsen semua, nanti jadi mirip ucapan terima kasih skripsi.

Semua fenomena toko buku online itu harus saya sebut, karena kecenderungan pola konsumsi buku di Indonesia sekarang ini ya harus dilihat dari situ. Bukan dari perpustakaan, wahai Mas CCSU! Semakin laris toko-toko buku online, seiring model promosi (dan provokasi) buku via media sosial, artinya minat publik untuk membaca buku terus merayap naik.

“Lho, beli buku kan belum tentu dibaca! Palingan dipajang di rak, jejeran koleksinya dipakai buat bekgron selpi, aplot!”

Iya, iya, itu terjadi di mana-mana, kelakuan wajar homo sapiens pada umumnya. Namun sebagaimana buku yang dibeli belum tentu dibaca, buku yang dipinjam orang dari perpus juga belum tentu dibaca. Dibaca ding, tapi cuma dikutip satu paragraf buat nambah-nambahi daftar pustaka tugas kuliah doang.

Poin saya, beberapa gambaran di atas rasanya cukup untuk menunjukkan bahwa alat ukur CCSU soal minat baca itu sangat terbuka untuk dikritik, karena mengabaikan kekhasan kultur sosial masing-masing wilayah penelitiannya. Saran saya sih, infografis macam gitu ya abaikan saja, sembari tetap dan terus membaca, jangan langsung gampang percaya.

Soalnya percaya itu cuma sama Tuhan lalu sama Nabi, bukan sama CCSU. Lha wong di kitab bocoran soal-soal pertanyaan di alam kubur saja nggak bakal ada pertanyaan: “Berapa minat baca di negaramu, Kisanak?”

Tags: AustraliaBukuCambridgeIndonesiainfografisjual bukumemeMinat Bacaofflineonlinepameran bukuperpustakaanrendah
Iqbal Aji Daryono

Iqbal Aji Daryono

Penulis dari Bantul. Lulusan Sastra Jepang, UGM.

Artikel Terkait

Agoes Salim: Si Jenius Tak Berdarah Biru Dan Sang Organisatoris

Agoes Salim: Si Jenius Tak Berdarah Biru dan Sang Organisatoris

17 Juli 2022
banjir sydney mojok.co

Sydney Dilanda Banjir Besar, Warga Diperingatkan untuk Mengungsi

4 Juli 2022
Piala Presiden: Turnamen Pramusim Paling Aneh Sedunia

Piala Presiden: Turnamen Pramusim Paling Aneh Sedunia

23 Juni 2022
PSSI: Grup Lawak Yang Mengalahkan Kelucuan Warkop DKI

PSSI: Grup Lawak Yang Mengalahkan Kelucuan Warkop DKI

16 Juni 2022
Soekarno: Tunas, Tumbuh, Dan Senjakalanya Ide Persatuan

Soekarno: Tunas, Tumbuh, Dan Senjakalanya Ide Persatuan

3 Juni 2022
Mr Supomo kedaulatan Indonesia

Kedaulatan Sebuah Negara Menurut Supomo

25 April 2022
Pos Selanjutnya
Surat Pembaca

Kenapa Komik Siksa Neraka Lebih Diminati Ketimbang Komik Nikmatnya Surga?

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak MOJOK.CO

Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak

8 Agustus 2022

Minat Baca di Indonesia Rendah, Ah Kata Siapa?

9 November 2018
pola pengasuhan anak mojok.co

Psikolog UGM Jelaskan Tipe Pola Asuh yang Bisa Berdampak pada Hasil Akademik Anak

5 Agustus 2022
Derita Gagal SBMPTN dan (Ditolak) Perguruan Tinggi Favorit MOJOK.CO

Derita Gagal SBMPTN dan (Ditolak) Masuk Perguruan Tinggi Favorit

5 Agustus 2022
Asrama mahasiswa Sumatra Selatan, Pondok Mesudji dalam sengketa di pengadilan. Mahasiswa menilai ada campur tangan mafia tanah.

Mahasiswa Sumsel di Asrama Pondok Mesudji Jogja Terancam Pergi karena Mafia Tanah

11 Agustus 2022
Lampu merah terlama di Jogja. (Ilustrasi Ega Fansuri/Mojok.co)

Menghitung Lampu Merah Terlama di Jogja, Apakah Simpang Empat Pingit Tetap Juara?

9 Agustus 2022
Musimin, petani di lereng Gunung Merapi yang menolak ekspor kopi ke Jepang.

Mengenal Musimin, Petani Lereng Merapi yang Menolak Pesanan Kopi dari Jepang 

5 Agustus 2022

Terbaru

ambulans bawa jenazah

Tak Bisa Pakai Ambulans Puskesmas, Keluarga Tandu Jenazah Sejauh 13 Kilometer

13 Agustus 2022
daya tahan tubuh mojok.co

Spesialis Anak UI: Imunitas Tubuh Dukung Tumbuh Kembang Anak 

13 Agustus 2022
Timnas U-16 Indonesia mengalahkan Vietnam di Piala AFF U-16

Gol Semata Wayang Kafiatur Rizky Bawa Timnas Indonesia U-16 Juara Piala AFF

12 Agustus 2022
tarif ojol mojok.co

Ekonom Indef: Kenaikan Tarif Ojol Bisa Picu Inflasi, Pemerintah Perlu Pertimbangkan Lagi

12 Agustus 2022
Ibu Ruswo: Pembakar Api Revolusi Dari Dapur Umum

Ibu Ruswo: Pembakar Api Revolusi dari Dapur Umum

12 Agustus 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In