Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Menjawab Pertanyaan-Pertanyaan Agama di Situasi yang Tidak Tepat

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
4 Agustus 2017
A A
170804 khotbah belajar agama mojok

170804 khotbah belajar agama mojok

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

“Apa yang membuatmu percaya sepenuhnya bahwa Tuhan itu ada, Daf?”

Itu pertanyaan seorang kawan. Tidak perlu saya sebut namanya, sebab jika disebut di sini saya khawatir belio bisa dianggap antek kuminis oleh orang-yang-gak-pernah-baca-soal-kuminisme-babarpisan-dalam-hidupnya.

Beberapa kawan menganggap saya punya pemahaman lebih soal agama, sehingga dalam beberapa kesempatan mereka sering menanyakan hal-hal yang agak sulit. Padahal sebenarnya nggak begitu juga, cuma saya punya lebih banyak kawan yang lebih paham soal agama saja. Kawan-kawan saya itu nggak tahu saja kalau pertanyaan mereka sering saya salurkan (saya tanyakan ulang) ke kawan saya yang lebih alim.

Di sisi lain, terkadang pertanyaan yang nongol tidak sulit-sulit amat, tapi momen dan situasinya tidak cukup tepat. Jadinya sama saja, merepotkan.

Misalnya di sebuah forum launching buku ketika saya masih seorang editor. Irwan Bajang, Pemred Indie Book Corner waktu itu, bertanya kepada saya soal hukum hubungan sesama jenis menurut Islam. Sebenarnya gampang saja menjawabnya, “Ndasmu, Jang! Yo haramlah ….” Beres urusan.

Masalahnya, pertanyaan itu diajukan di depan forum umum yang beberapa pengunjungnya adalah waria.

“Mas Dafi ini kan pernah nyantri … jadi, gimana menurut Mas Dafi?”

Rasanya pengen ngemut gundulnya Bajang waktu itu.

Saya benar-benar gagu menjawabnya. Lambe rasanya seperti kena parkinson. Beberapa orang yang lurus mungkin akan enak saja menjawabnya, “Katakanlah kebenaran walau kebenaran itu pahit.” Iya sih, tapi kalau kebenaran itu malah tidak membawa kebaikan, bagaimana kebenaran itu bisa mencerahkan?

Pada akhirnya saya cuma jawab simpel saja, “Anu … setahu saya, yang diharamkan adalah aksi lewat jalur belakangnya. Kalau soal hubungan kasih, bisalah dirasakan sendiri batasan-batasannya.” Udah.

Saya nggak berani jawab macam-macam. Sebab memang forumnya bukan forum pengajian. Ini forum buku, kenapa tiba-tiba muncul pertanyaan beginian?

Di kesempatan lain, kadang nyasar juga pertanyaan soal fikih. Orang pikir lebih gampang menjawabnya, kenyataannya nggak. Bisa juga jadi sulit jika yang bertanya cukup rewel. 

Misalnya pertanyaan dari kawan saya yang lain, Khairul Anam, wartawan di majalah mentereng nasional, soal hukum memelihara anjing. Tanpa ba-bi-bu dia bertanya, “Emang pelihara anjing itu haram, ya?”

“Nggak juga sih,” jawab saya.

Iklan

Bagi beberapa orang, jawaban persoalan agama memang harus masuk akal. Terkadang jawaban secara langsung dengan mengutip hadis atau rujukan kitab tidak cukup efektif untuk menjawabnya.

“Lho, berarti boleh dong?” balas kawan saya ini cepet.

“Emang boleh, nggak ada larangan secara eksplisit soal itu. Bahkan najisnya anjing aja bentuk hadisnya implisit, karena ngomongin bejana yang kena jilatan anjing dan cara mensucikannya.”

“Kalau gitu, kenapa gak banyak orang Islam yang melihara anjing, malah banyak yang melihara kucing? Kan anjing banyak fungsinya sebagai peliharaan?”

“Ya nggak gitu cara mikirnya. Melihara anjing itu boleh, gak diharamkan, cuma repotnya setengah mampus.”

“Ah, kata siapa repot? Anjing itu termasuk hewan peliharaan paling gampang diurus. Cerdas, bisa loyal sama majikannya.”

“Iya, betul.”

“Lah, terus repotnya di mana?”

“Ya repot. Kalau situ mau salat kan kudu bersihin satu rumah karena nggak tahu mana aja tempat-tempat yang tadi dijilatin. Mana sucinya sampe tujuh kali basuh lagi. Ya repotlah. Buang-buang air.”

Untungnya, jawaban ini cukup memuaskan kawan saya.

Hal semacam ini saya tiru dari tradisi guru-guru saya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan, untuk orang-orang yang ingin mendapatkan jawaban dengan penjelasan yang tidak sekadar menyodorkan ketentuan hukumnya.

Alkisah, pada sebuah kajian kitab kuning, seorang kawan saya ketika masih nyantri bertanya. Namanya Hamzah Arofah. “Kang, setiap yang suci itu halal kan ya?” tanyanya. Kang Ta’mir, guru fikih kami cuma mengangguk.

“Nah, kalau gitu, bagaimana hukumnya air mani? Air mani kan suci, jadi boleh dong dimakan?” tanya Hamzah.

Ebuset, berani bener ini orang. Meskipun dalam hati penasaran juga akan jawaban pertanyaan ini.

Guru saya tidak menjawab, kebetulan ia sedang membawa sajadah. Dengan tenang guru saya berdiri, menghampiri kawan saya lalu meletakkan sajadah di hadapannya. Setelahnya guru saya kembali duduk ke depan.

Kami satu kelas tentu saja celingak-celinguk, bingung.

“Ya itu jawabannya,” kata guru saya.

Saya tambah bingung. “Maksudnya gimana, Kang?” tanya kawan saya ini.

“Kalau kamu doyan, silakan makan sajadah itu,” jawab Guru saya tenang.

Kami satu kelas tertawa, menyadari ada silogisme yang keliru dari pemahaman fikih kami. “Yang halal dimakan itu memang pasti suci, tapi yang suci belum tentu halal dimakan. Sajadah itu suci, memangnya bisa kamu makan?” jelas guru saya.

Hal inilah yang kemudian membuat pertanyaan kawan di awal tulisan membutuhkan jawaban yang tidak terlalu dogmatis tapi cukup efisien. Paling tidak dengan pendekatan yang memuaskan menurut perspektif orang-orang yang tidak dibesarkan dalam tradisi agamis. Apalagi menjelaskan Tuhan ada. Ini jelas tidak gampang.

Jika pertanyaan itu muncul dalam forum pengajian ya gampang saja menjawabnya, tapi di obrolan sambil ngopi dan ngobrol ngalor-ngidul gak jelas waktu itu sungguh sulit. Di sisi lain, kawan saya ini (yang awalnya saya pikir bercanda) ternyata benar-benar menunggu jawabannya.

“Ya karena ada mati, Bos,” jawab saya yang sebenarnya kebingungan karena belum sempat googling.

Kawan saya mengenyitkan dahi. Dia sebenarnya paham, tapi agak lumayan belum terang benar jawaban saya.

“Ya … mati. Situasi empirik yang nggak bisa diulang. Karena gak bisa diulang, manusia jadi nggak punya tempat untuk mempelajarinya sepanjang hidup. Nah, cuma agama saja yang bisa memberikan gambaran apa yang terjadi setelah mati. Nggak ada literatur lain yang bisa menjawabnya secara memuaskan melebihi apa yang disajikan agama dan konsep ketuhanannya. Ya, paling tidak sampai sekarang,” jawab saya. Agak ngawang memang, tapi saya pikir itu sudah maksimal yang saya bisa.

“Berarti kalau ada yang membuktikan kalau nanti kita mati itu tidak terjadi apa-apa, kamu jadi nggak percaya Tuhan?”

“Mungkin. Tapi … memangnya sudah ada buktinya?”

Kawan saya malah terkekeh.

Jawaban saya ini sebenarnya cuma meniru jawaban Dalai Lama. Saat ditanya, “Bagaimana jika ada bukti bahwa reinkarnasi itu tidak ada?” Dalai Lama cuma menjawab, “Ya kalau bisa dibuktikan tidak ada, berarti memang tidak ada.”

Si penanya tertawa, tapi tawanya hilang saat Dalai Lama bertanya balik, “Memangnya sudah ada yang bisa membuktikannya kalau reinkarnasi itu tidak ada?”

Mau berharap jawaban apa? Pake hadis? Pake ayat-ayat suci? Ini obrolan di warung kopi, Bung, bukan dialog interaktif perbandingan agama dan ketuhanan.

Lagipula tulisan ini buat mojok.co, bukan islami.co. Eh ….

Terakhir diperbarui pada 4 Agustus 2017 oleh

Tags: AgamaAnjingDalai LamafikihHukum Memelihara AnjingTuhan
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Katolik Susah Jodoh Tolong Jangan Login dan Ambil Jatah Kami MOJOK.CO
Esai

Cari Pasangan Sesama Katolik itu Susah, Tolong Jangan Login dan Ambil Jatah Kami

13 November 2025
intoleransi, ormas.MOJOK.CO
Ragam

Pemda dan Ormas Agama, “Dalang” di Balik Maraknya Intoleransi di Indonesia

19 September 2025
Catatan Kritis Atas Reduksionisme Biologis Pemikiran Ryu Hasan MOJOK.CO
Esai

Catatan Kritis Atas Reduksionisme Biologis Pemikiran dr. Ryu Hasan

3 Juli 2025
Gus Baha dan Pemikiran Cerdasnya tentang Esensi Beragama | Semenjana Eps. 11
Video

Gus Baha dan Pemikiran Cerdasnya tentang Esensi Beragama | Semenjana Eps. 12

28 April 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.