ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai Khotbah

Zaman Jumlah Penceramah Lebih Banyak daripada Ulama

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
29 November 2019
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Pernyataan Abdullah bin Mas’ud, Sahabat Nabi, memang populer belakangan ini. “Kelak akan tiba zaman ulama sedikit dan banyak tukang ceramahnya.”

Pengajian sudah akan dimulai malam itu. Sebelum Kiai Kholil naik mimbar, ada sedikit sambutan dari Pak Dirman, shohibul bait. Dalam sambutannya, shohibul bait menyampaikan sesuatu yang membuat Kiai Kholil tersentil.

“Hari ini begitu banyak penceramah, tapi hanya ada sedikit sekali ulama. Di zaman sekarang sedikit sekali ulama yang benar-benar ulama, dan di antara sedikit itu kita beruntung masih ada Al Mukarom Kiai Kholil,” kata Pak Dirman.

Shohibul bait melanjutkan kalimat basa-basinya, lalu acara beralih ke acara pengajian Kiai Kholil. Tak ada yang benar-benar baru dari ceramah Kiai Kholil. Begitu selesai pengajian, Kiai Kholil dijamu lebih dulu oleh shohibul bait di kediamannya sebelum pulang.

Dan di sanalah, Kiai Kholil mengutarakan keresahannya.

“Pak Dirman,” kata Kiai Kholil menyapa shohibul bait acara.

“Iya, Pak Kiai,” kata Pak Dirman.

“Pak Dirman, jangan memuji berlebihan seperti kayak di sambutan tadi,” kata Kiai Kholil.

Pak Dirman berpikir ulang. Mencoba mengingat kembali apa yang salah dari kalimat sambutannya tadi.

“Maksudnya, yang mana Pak Kiai? Yang tadi waktu saya nyebut ulama sekarang udah sedikit itu ya?” kata Pak Dirman memastikan.

“Iya betul. Jangan berkata seperti itu,” kata Kiai Kholil.

“Lho, maaf, Pak Kiai. Tapi kan memang betul zaman sekarang sudah sedikit sekali ulama. Yang ada malah penceramah. Bukannya itu ada riwayatnya kan ya?” kata Pak Dirman.

“Kalimat kayak gitu bisa menyinggung orang lain. Terutama di daerah kita yang ada banyak sekali ahli agamanya. Seolah-olah sampeyan itu cuma mengakui saya aja yang ulama. Sedangkan yang lain tidak,” kata Kiai Kholil.

Pak Dirman mengangguk-angguk. Meski begitu, air muka Pak Dirman menunjukkan bahwa dirinya tak sepenuhnya setuju.

“Menurut saya memang Kiai Kholil ini ulama yang sebenarnya. Ya memang ada ulama-ulama lainnya. Tapi kebanyakan yang saya tahu mereka ini memang penceramah. Kan memang kebenarannya seperti itu. Bukankah kebenaran harus disampaikan meski pahit, Pak Kiai?” kata Pak Dirman.

“Kebenaran memang harus disampaikan, tapi caranya juga harus baik meski pahit. Dan lebih baik lagi kalau kebenaran itu bisa disampaikan pada tempatnya. Jangan asal tempat,” kata Kiai Kholil.

“Maksudnya Pak Kiai?” tanya Pak Dirman.

“Riwayat yang sampeyan sampaikan itu posisinya bukan untuk ceramah publik begitu. Tapi ranahnya ada di tarbiyah. Untuk mengajari santri-santri yang sedang belajar. Sementara kalimat sampeyan itu nggak baik karena potensinya bisa lebih buruk. Bagaimana kalau itu menyinggung seorang santri dari kiai lain atau ulama lain? Lalu merasa kalau kiai atau ulamanya tidak diakui? Bukankah itu malah bisa memecah belah umat?” kata Kiai Kholil.

Pak Dirman terdiam sejenak.

“Makanya itu Pak Dirman, seorang santri itu sebelum belajar ilmu-ilmu agama, kebanyakan diajari akhlak dulu. Belajar kitab Akhlaqul lil Banin atau Ta’lim Muta’alim misalnya,” kata Kiai KHolil.

“Kenapa begitu Pak Kiai?” tanya Pak Dirman.

“Ya agar bisa menempatkan ketentuan agama juga ada unsur bijaksananya. Termasuk juga paham situasinya. Percuma kamu ahli agama tapi tidak bijak dalam menyampaikan aturan-aturan agama. Kadang ada yang perlu waktu, perlu negosiasi, perlu pemakluman. Di sisi lain juga kadang perlu tegas. Nah, kemampuan memilih-milih cara kayak gitu urusannya sama akhlak. Orang pinter tapi akhlaknya nggak baik itu jauh lebih merusak ketimbang orang yang nggak terlalu pinter tapi akhlaknya bagus,” kata Kiai Kholil.

Pak Dirman terdiam sejenak. Lalu seperti menyadari sesuatu.

“Hm, wah, berarti waktu saya ngomongin soal ulama yang makin sedikit itu, posisi saya malah kayak penceramah yang sedang saya cibir sendiri itu ya Pak Kiai? Menempatkan sesuatu nggak pada tempatnya?” tanya Pak Dirman sambil cengengesan.

Kiai Kholil cuma tersenyum kecil. Tak memberi jawaban apa-apa.

“Lalu kenapa tidak menegur saya langsung, Pak Kiai? Waktu Pak Kiai ceramah begitu. Kan jadi bisa mencerahkan lebih banyak orang,” tanya Pak Dirman lagi.

“Mungkin memang mencerahkan banyak orang, tapi itu mempermalukan sampeyan, Pak Dirman. Menjadikan sampeyan jadi contoh buruk. Maaf, menegur orang di hadapan banyak orang itu bukan cara saya Pak Dirman,” kata Kiai Kholil.

Pak Dirman kembali cengengesan, sambil garuk-garuk kepalanya yang tak gatal.


*) Diolah dari kisah Prof. Quraish Shihab.

BACA JUGA Memperbanyak Ahli Ibadah, Memperbanyak Wahana Bermain Setan atau tulisan rubrik KHOTBAH lainnya.

Terakhir diperbarui pada 29 November 2019 oleh

Tags: AkhlakceramahKhotbahsahabat nabiulama
Iklan
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Hanamasa dalam Debat Halal Haram
Esai

Hanamasa dalam Pusaran Halal-Haram bagi Manajemen dan Pelanggan

4 Januari 2022
Kalimat Tauhid Burung Beo dan Iman yang Tersembunyi
Khotbah

Kalimat Tauhid Burung Beo dan Iman yang Tersembunyi

24 Desember 2021
Khotbah

Tak Rela Terima Sedekah karena Tak Mau Lihat Orang Lain Lebih Mulia

17 Desember 2021
Cara Bikin Uang Haram Jadi Uang Halal MOJOK.CO
Khotbah

Cara Bikin Uang Haram Jadi Uang Halal

3 Desember 2021
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
menjadi orang dewasa MOJOK.CO

Menjadi Orang Dewasa Itu Nggak Selalu Pahit

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Grup Facebook Fantasi Sedarah, sinyal rumah makin tak aman karena hubungan sedarah (inses) MOJOK.CO

Fantasi Menjijikkan 40.000 Ribu Orang di Grup Facebook Fantasi Sedarah, Rumah Sendiri Terasa Makin Tak Aman

16 Mei 2025
Jika bus Sinar Mandiri bertemu Jaya Utama, sopir akan lebih ngawur dari bus Sumber Selamat MOJOK.CO

Jika Bus Sinar Mandiri Ketemu Jaya Utama, Sumber Selamat Kalah Ngawur: Jalan Rusak Pantura Jadi Arena Balapan

15 Mei 2025
Tukang sayur di Solo lebih makmur ketimbang kerja di Jakarta. MOJOK.CO

Nekat Merantau dari Jakarta ke Solo untuk Bangun Usaha Sendiri, Kini Hidup Jauh Lebih Tenang dengan Gaji Berkecukupan

21 Mei 2025
Ironi di Balik Perkantoran Mewah Slipi Jakarta Barat: Ijazah S2 Dianggap Tak Berguna, Pekerjanya Sengsara.MOJOK.CO

Ironi di Balik Perkantoran Mewah Slipi Jakarta Barat: Ijazah S2 Dianggap Tak Berguna, Pekerjanya Sengsara

16 Mei 2025
23 tahun tinggal di Jagakarsa, daerah terluas dan paling nyaman di Jakarta Selatan (Jaksel) MOJOK.CO

Puluhan Tahun Tinggal di Jagakarsa, Berdamai dengan Hal-hal Menyebalkan di Balik Label “Daerah Ternyaman” Se-Jakarta Selatan

17 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.