Hanamasa dalam Pusaran Halal-Haram Manajemen dan Pelanggan
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Beranda Esai

Hanamasa dalam Pusaran Halal-Haram bagi Manajemen dan Pelanggan

Hanamasa rasanya perlu riset juga, siapa sih sebetulnya calon konsumen terbesar yang sedang mereka sasar?

Miftakhur Risal oleh Miftakhur Risal
4 Januari 2022
0
A A
Hanamasa dalam Debat Halal Haram

Hanamasa dalam Debat Halal Haram . (mojok.co/ega fansuri).

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Resto waralaba Hanamasa jadi perdebatan netizen karena tak memiliki sertifikat halal. Debat halal haram pun tak terelakkan.

Dalam hal halal-haram, masyarakat muslim Indonesia bisa dikelompokkan dalam dua kutub yang berbeda. Kutub yang pertama adalah Tasahul (gampangan). Sedangkan kutub kedua adalah Tasyaddud (ketat).

Gambaran mengenai kedua kutub ini dihadirkan dalam rangka menyikapi hiruk pikuk resto waralaba Hanamasa yang dikabarkan masih abu-abu soal halal atau haram itu.

Kelompok yang masuk dalam kutub Tasahul cenderung permisif. Tidak terlalu kaku atau saklek. Terhadap jenis makanan, mereka lebih santai. Tidak mempersoalkan sertifikasi halal. Yang penting tidak jelas-jelas haram, mereka tidak keberatan untuk mengonsumsi.

Biasanya kelompok ini juga setali tiga uang dalam menyikapi rukhshah (keringanan). Misalnya, ketika sedang puasa dan melakukan perjalanan jauh yang memenuhi syarat; mereka akan berbuka meskipun tidak haus maupun lapar.

Kelompok Tasahul ini tidak hanya dari kalangan awam, lho. Sejumlah ulama besar ada yang masuk kategori ini.

Baca Juga:

Pakaian, salah satu produk halal dari Indonesia yang diekspor

AS Eksportir Produk Halal Terbesar di Dunia, Indonesia Hanya Jadi Konsumen

20 Oktober 2022
mainan capit boneka haram mojok.co

Ada Unsur Perjudian, Mainan Capit Boneka Dinyatakan Haram

22 September 2022

Yang paling masyhur adalah kisah Raden Asnawi, ulama kharismatik dari Kudus. Sesaat setelah diberitahu bahwa yang beliau konsumsi adalah daging babi, beliau hanya terkekeh dan bersyukur.

“Untung sudah habis, jadi tahu rasanya babi,” kira-kira begitu respons beliau.

Di sisi lain, ada kutub Tasyaddud. Mereka yang harus keras berpegang teguh pada standar halal-haram yang jelas. Kelompok ini bisa pula kita kategorikan menjadi dua sub-bagian.

Pertama, kelompok tradisional yang terinspirasi pada ulama klasik. Ada istilah tersendiri untuk ini, yaitu: wara’. Biasanya dianut oleh kalangan pesantren atau masyarakat yang terpengaruh kultur pesantren. Rujukan dari perilaku ini adalah sejumlah kisah ulama yang teramat hati-hati.

Salah satunya adalah kisah Abu Hanifah, di mana beliau menghindar untuk berteduh di rumah yang pemiliknya punya utang pada beliau. Khawatir ada tambahan manfaat atas utang, di mana itu bisa dikategorikan sebagai riba.

Dalam kisah lain, Abu Hanifah “mengerem” makan sate, tongseng, gulai, dan olahan kambing apapun selama tujuh tahun. Bukan karena kolesterol atau darah tinggi, tapi karena ada kambing Baitul Mal yang kabur dari kandang.

Abu Hanifah sempat melakukan riset kepada para peternak, dan dia tahu bahwa umur terjauh dari kambing adalah tujuh tahun. Dari sana, Abu Hanifah memutuskan tidak mengkonsumsi kambing selama itu. Khawatir apa yang masuk ke perut adalah bagian dari kambing yang tidak jelas halal atau haram begitu.

Nah, kalangan tradisionalis yang menapaki jejak ulama seperti itu, rasanya kecil kemungkinan menjadi konsumen waralaba semacam Hanamasa.

Kenapa? Jangankan makan di resto tanpa label halal; jajan dan makan di warung biasa saja bisa menurunkan muru’ah (kharisma). Bagi Anda yang mempelajari Hadis, muru’ah ini termasuk aspek penting pertimbangan diterimanya suatu hadis.

Yang dilakukan kalangan ini adalah sebisa mungkin masak sendiri. Dari bahan-bahan yang jelas halal-haramnya. Mereka adalah orang yang kecil kemungkinannya jadi konsumen resto macam itu.

Soalnya inti dari jalan yang diambil oleh kalangan ini adalah menghindari yang haram. Boro-boro yang haram, yang subhat (tidak jelas) dan berlebihan dalam yang halal sekalipun mereka menghindarinya kok.

Nah, selain itu, ada lagi kelompok Tasyaddud yang kedua, yaitu akhi dan akhwat sobat hijrah.

Biasanya kelompok ini datang dari masyarakat muslim perkotaan. Mereka yang pada masa pendidikannya sedari dini belum terpapar dengan kajian Islam. Maksud saya mereka tidak sekolah di madrasah, pesantren, atau perguruan Islam.

Pada masa itu mereka adalah awam yang bersekolah di sekolah umum non keagamaan. Baru ketika sudah dewasa, mereka jadi gandrung akan syariat sehingga cukup bisa dimaklumi kalau jadi begitu hati-hati (kalau tak mau menyebutnya ketat) soal tafsir hukum-hukum agama.

Salah satu bentuk kehati-hatian kelompok ini dalam halal atau haram bahkan begitu luas sampai produk non-makanan. Misalnya kulkas, panci, hingga hijab halal. Produsen-produsen besar menganggap mereka sebagai ceruk pasar tersendiri sehingga memproduksi alternatif produk berlabel halal bisa dipahami.

Nah, rasanya kelompok jenis inilah yang paling berpotensi menjadi konsumen Hanamasa—kalau Hanamasa sangat strict soal klaim halal sajiannya lho ya. Kata kuncinya relevan sekali soalnya: muslim kota, hijrah, puber agama, dan sangat berhati-hati dalam halal haram.

Itulah kenapa—saya rasa—Hanamasa perlu riset siapa sebetulnya calon konsumen terbesar yang datang ke resto AYCE tersebut. Jika mayoritas berasal dari kalangan Tasahul atau malah awam, ya sudah biarkan saja fenomena di medsos soal waralaba mereka. Toh nggak rugi juga dari sisi bisnis, malah jadi promosi gratisan.

Akan tetapi, jika konsumen terbesar Hanamasa sebenarnya berasal dari kelompok sobat Hijrah (yang tentu jumlahnya tak kalah banyak), ada baiknya sertifikat halal perlu diurus juga oleh manajemen.

Soalnya, jalan terbaik untuk mencapai itu adalah apa yang dirumuskan dalam teori Al Khuruj Minal Khilaf Mustahab, keluar dari persengketaan amat dianjurkan.

Daripada berkubang dalam cekcok kontroversial, Hanamasa tinggal cantumkan ingredients secara gamblang di depan dan cetho welo-welo. Jangan disamarkan layaknya klausul “syarat dan ketentuan berlaku” ala-ala give away itu.

Soalnya Hanamasa itu jual makanan, bukan sandal. Lagian, dengan kasih ingredients secara jelas (entah di menu, entah di tembok resto), kadang-kadang itu justru bisa meningkatkan nafsu makan pelanggan lho.

Jadi, transparan dengan pelanggan soal apa yang mereka mau makan sebelum mereka pesan itu tak selalu berkonotasi buruk bukan? Lagipula konsumen dari segala jenis kalangan jadi bisa memilih dengan leluasa. Dan ini sesuatu yang baik.

Lagian, setahu saya, hal kayak gitu kan juga amanah undang-undang sih. Maksud saya dalam hal ini, resto atau penjual makanan sekurang-kurangnya harus memenuhi hak-hak pelanggan terhadap akses informasi. Membiarkan mereka riset sendiri rasanya kurang bijak kalau pakai perspektif hak konsumen.

Rempong amat lapar-lapar disuruh riset? Wkwkwkw.

Itu saran saya buat produsen, manajemen, atau apapun itu namanya. Sekarang bagi sedulur-sedulur yang konsumen (atau calon konsumen).

Oke, begini. Jadi, tampaknya kita perlu merenung sejenak.

Paradigma bahwa apa-apa harus bersertifikat halal ini harus diluruskan. Sebab agak bertentangan dengan kaidah bahwa segala sesuatu pada dasarnya bersifat halal. Sebaiknya yang perlu didorong bukan label halal melainkan tanda haram. Apalagi negeri ini mayoritas muslim.

Dampaknya enak soalnya. Setiap hal yang ada di depan kita, anggap saja halal; sebelum bukti membuktikan bahwa ia benar-benar haram. Untuk meniru laku dari Abu Hanifah di masa sekarang ini tampaknya, seperti kata Srimulat, hil yang mustahal. Paling mendekati realitas adalah meniru Raden Asnawi.

Idealisme dalam halal haram, dewasa ini, hanya bisa terwujud saat masih dalam pikiran.

Jika ia dituangkan dalam kertas, ada pohon yang ditebang untuk itu, yang mungkin saja mengakibatkan banjir dan bikin mati orang lain. Jika diketik dalam gadget, ada kandungan kobalt yang harus ditambang. Dalam prosesnya mungkin saja ada eksploitasi pekerja anak di sana.

Maka, benar apa yang dipopulerkan Gus Baha’ dalam ngaji kitabnya. Kira-kira begini isinya, saya parafrasakan:

Hal yang halal 100 persen itu cuma air hujan yang langsung kamu minum. Saya tambahi: itu pun harus langsung ndangak tak pakai gelas atau airnya tak boleh lewat genting. Karena apapun di dunia ini, yang diciptakan dari tangan manusia, sekarang sudah ada potensi haramnya semua.

Kalaupun tidak ada potensi haram dari bahan bakunya, setidaknya dari caranya bikinnya atau cara menambang bahannya.

BACA JUGA Alasan Kenapa Kalender Hijriah Malah Kurang Mashoook bagi Banyak Negara Arab atau tulisan Miftakhur Risal lainnya.

Penulis: Miftakhur Risal

Editor: Ahmad Khadafi

Terakhir diperbarui pada 4 Januari 2022 oleh

Tags: babiGus Baha'halalhanamasaharamsyubhatulama
Miftakhur Risal

Miftakhur Risal

Alumni Islamic Call College Tripoli, Libya. Tinggal di Bantul.

Artikel Terkait

Pakaian, salah satu produk halal dari Indonesia yang diekspor
Ekonomi

AS Eksportir Produk Halal Terbesar di Dunia, Indonesia Hanya Jadi Konsumen

20 Oktober 2022
mainan capit boneka haram mojok.co
Kilas

Ada Unsur Perjudian, Mainan Capit Boneka Dinyatakan Haram

22 September 2022
Cara Bikin Uang Haram Jadi Uang Halal MOJOK.CO
Khotbah

Cara Bikin Uang Haram Jadi Uang Halal

3 Desember 2021
Bagi Driver Ojol, Dengar Azan Itu Sholat Jamaah Dulu atau Antar Orderan Dulu?
Khotbah

Bagi Driver Ojol, Dengar Azan Itu Sholat Jamaah Dulu atau Antar Orderan Dulu?

26 November 2021
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Rumah Judi Berjalan Bernama Sumber Kencono MOJOK.CO

Rumah Judi Berjalan Bernama Sumber Kencono

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

sekolah kedinasan mojok.co

10 Sekolah Kedinasan yang Paling Ramai dan Sepi Peminat

22 Maret 2023
Hanamasa dalam Debat Halal Haram

Hanamasa dalam Pusaran Halal-Haram bagi Manajemen dan Pelanggan

4 Januari 2022
Derita Mahasiswa yang Kampusnya Tutup Tiba-tiba: Mimpi Kami Punya Ijazah Musnah. MOJOK.CO

Derita Mahasiswa yang Kampusnya Tutup Tiba-tiba: Mimpi Kami Punya Ijazah Musnah 

23 Maret 2023
Samsung Galaxy A Series Android Terbaik MOJOK.CO

Samsung Galaxy A Series: Seri Terbaik untuk Kelas Midrange Android

21 Maret 2023
Toyota Fortuner Membuat Saya Kesulitan Menahan Ego di Jalan Raya MOJOK.CO

Toyota Fortuner Membuat Saya Kesulitan Menahan Hawa Nafsu di Jalan Raya

18 Maret 2023
universitas brawijaya mojok.co

15 Jurusan yang Sepi Peminat di Universitas Brawijaya, Tingkat Ketetatannya Rendah!

23 Maret 2023
Honda Supra X 125 Tetap Juara di Pelosok Indonesia MOJOK.CO

Honda Supra X 125: Tetap Juara di Pelosok Indonesia

20 Maret 2023

Terbaru

kip mojok.co

Kecewa dengan Mahasiswa Penerima KIP

26 Maret 2023
utang pinjol mojok.co

Teman Terlilit Pinjol: Dia yang Utang, Saya yang Dikejar-kejar

26 Maret 2023
Tak Berhitung Untung Rugi, Mbah Sri 60 Tahun Jualan Cenil dan Sate . MOJOK.CO

Mbah Sri, 60 Tahun Jualan Sate dan Cenil Keliling di Seputaran UB, Nggak Berhitung Soal Untung Rugi

26 Maret 2023
film korea bertemakan politik

Mau Pemilu, Ayo Lemesin Dulu dengan Nonton 7 Film Korea Bertema Politik Berikut Ini

26 Maret 2023
survei pemimpin ideal menurut anak muda

Pemilih Muda: Daripada Pemimpin Sederhana dan Merakyat, Lebih Suka yang Jujur dan Anti-Korupsi

26 Maret 2023
mengantre mojok.co

Uneg-uneg: Apa sih Susahnya Mengantre? 

26 Maret 2023
perempuan kuliah mojok.co

Uneg-uneg: Dinyinyiri karena Aku Perempuan dan Memutuskan untuk Kuliah

26 Maret 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In