Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Khotbah

Ulama Tuli yang Kedatangan Tamu dan Puasa Senin-Kamis ala Kiai Kholil

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
27 Juli 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Menghormati tamu punya kedudukan penting dalam agama. Bahkan kadang lebih penting daripada beberapa ibadah sunah.

“Gus, Gus Mut,” Fanshuri memanggil Gus Mut usai salat isya berjamaah di masjid.

“Iya, kenapa, Fan?” kata Gus Mut yang baru saja mau keluar dari masjid.

“Ke sini bentar, Gus, aku mau tanya. Penting ini,” kata Fanshuri.

Gus Mut yang sudah di bibir pintu masjid segera berbalik menghampiri Fanshuri, temannya, lalu langsung duduk begitu saja.

“Ada apa tho?” tanya Gus Mut.

“Abah sampeyan itu memang ada apa kemarin? Kok tumben nggak puasa? Lagi sakit ya?” tanya Fanshuri.

Puasa yang dimaksud Fanshuri adalah puasa senin-kamis. Sudah mafhum diketahui oleh Fanshuri dan orang-orang sekampung kalau Kiai Kholil istikomah puasa senin-kamis. Setahu Fanshuri tidak pernah satu kali pun Kiai Kholil bolong.

“Lho memangnya kenapa? Setahuku Abah nggak sakit apa-apa. Kalau sakit ya aku pasti lebih dulu, lha wong aku anaknya,” kata Gus Mut.

“Bukan begitu. Kemarin ini, hari Kamis berarti ya itu, aku sowan ke Kiai Kholil soal laporan keuangan masjid. Nah, waktu aku sowan kebetulan ada orang yang juga lagi sowan. Ya aku nunggu dong sampai urusan Abah sama tamunya ini selesai.”

“Lha terus?” tanya Gus Mut, kali ini meluruskan kakinya. Gus Mut memang tidak selalu tahu kejadian di rumah abahnya, ya maklum Gus Mut sudah punya rumah sendiri. Hanya sekali atau dua kali saja Gus Mut “pulang” ke rumah abahnya, itu pun juga tidak sering.

“Nah, karena hari itu hari Kamis, sudah jelas dong Kiai Kholil lagi puasa. Tapi nggak tahu kenapa Kiai Kholil malah ngajak si tamu itu masuk ke dalam untuk makan. Karena aku ada di sana, aku jadi diajak ikut makan. Ya lumayan sih, dapat makan siang gratis. Tapi waktu makan aku jadi ngerasa aneh soalnya Kiai Kholil jadi ikut makan. Wah, ini ada apa Kiai Kholil kok tumben-tumbenan nggak puasa,” kata Fanshuri.

“Oh, tamu yang hari Kamis kemarin itu ya?” kata Gus Mut.

“Lho, Gus Mut tahu? Memang siapa dia?” tanya Fanshuri.

Iklan

“Cuma tamu biasa. Soalnya malam harinya Abah cerita. Itu orang cuma mau curhat sama Abah aja. Ceritanya orang itu lagi punya masalah utang karena bisnisnya lagi bangkrut, jadi minta saran sama Abah. Waktu cerita sama Abah, orang itu udah nggak punya apa-apa lagi katanya. Tapi, kalau soal Abah ikut makan siang-siang sama si tamu itu aku nggak tahu. Baru tahu dari kamu malah, Fan,” kata Gus Mut.

“Nah, itu makanya aku nanya. Memangnya Kiai Kholil sedang sakit apa kok tumben nggak puasa,” kata Fanshuri.

Gus Mut kembali membenarkan posisi duduknya, “Fan, Abah itu orangnya memang gitu. Menghormati tamunya kadang kelewatan. Kejadian kayak gitu bukan yang pertama, dulu waktu aku masih serumah, aku pernah tahu Abah begitu juga.”

“Maksudnya gimana, Gus?” tanya Fanshuri.

“Jadi Abah itu sebenarnya lagi puasa senin-kamis waktu itu. Tapi karena menghormati tamu kedudukannya lebih utama daripada puasa sunah, jadi Abah seketika itu juga membatalkan puasanya. Selain soal menghormati tamu, Abah itu takut kalau puasa sunahnya itu bikin ujub atau sombong di hadapan tamu,” terang Gus Mut.

“Oalah, sampai segitunya. Kenapa nggak bilang aja sama si tamu, ‘silakan, Mas, makan dulu, tapi aku nggak ikut ya, lagi puasa ini.’ Apa susahnya Gus bilang gitu? Aku yakin si tamu juga pasti ngerti,” kata Fanshuri.

“Iya betul, si tamu akan ngerti. Tapi rasa makanan yang masuk ke mulut si tamu nggak akan enak rasanya. Ya jelas dong, ditawari makan kok yang nawari malah nggak ikut makan. Rasanya pasti bakalan aneh,” jawab Gus Mut.

Fanshuri cuma ngangguk-ngangguk mendengarnya. “Buset, hebat ya Abah sampeyan,” kata Fanshuri.

“Kalau kejadian yang dulu itu aku juga sempat nanya ke Abah, ‘Lho, Abah kan puasa? Kenapa jadi ikut minum?’ aku nanya,” kata Gus Mut.

“Terus dijawab apa sama Kiai Kholil?”

“Abah nggak jawab, tapi malah cerita panjang. Cerita soal seorang ulama besar bernama Hatim Al-Asham. Ulama di Baghdad zaman dulu banget.”

“Memangnya kenapa ulama itu? Batalin puasa senin-kemis juga kayak Kiai Kholil?”

“Bukan, lebih ekstrem lagi malah,” jawab Gus Mut.

Fanshuri langsung siap-siap menyimak.

“Gini, Fan. Jadi suatu ketika si Hatim ulama itu kedatangan tamu perempuan, mau sowan-lah ceritanya. Baru mau memulai obrolan tiba-tiba si tamu ini nggak sengaja kentut. Wah, keras sekali suaranya. Sampai si perempuan ini sendiri kaget kentutnya bisa sekeras itu.”

“Wah, malu banget itu pasti tamunya. Lupa dimode getar mungkin, hahaha,” kata Fanshuri.

“Iya. Jelas malunya nggak ketulungan itu tamunya. Tapi sesaat kemudian si tamu perempuan nggak jadi malu,” kata Gus Mut.

Fanshuri penasaran, “Lho kok bisa?”

“Iya soalnya Hatim ini langsung berkata keras-keras kira-kira begini, ‘Apa? Ngomong apa, Mbak? Maaf, kuping saya agak bermasalah ini. Ngomongnya dikerasin dikit ya?’ melihat reaksi Hatim, sontak si tamu perempuan ini lega. Wah, untung kentutnya tadi nggak kedengaran,” kata Gus Mut.

Fanshuri langsung tertawa ngakak. “Wah, untung banget itu tamunya. Coba kalau ulama itu bisa denger kentutnya, pasti malu tujuh turunan itu. Bisa-bisa nggak mau sowan lagi, hahaha.”

“Padahal Hatim ini dalam sejarah hidupnya tidak menderita penyakit tuli. Kupingnya pun baik-baik saja,” kata Gus Mut.

Fanshuri melongo.

“Jadi, Hatim Al-Asham ini hanya pura-pura tuli saja saat mendengar kentut si tamu. Itu semua dilakukan cuma untuk menjaga perasaan tamunya. Biar tamunya nggak malu,” lanjut Gus Mut.

Fanshuri terkejut. “Gila bener,” cuma itu yang keluar dari mulutnya.

“Lebih gilanya lagi, karena ada kemungkinan perempuan ini akan tahu kalau Hatim ini cuma pura-pura tuli, akhirnya Hatim mendadak jadi pura-pura tuli terus-menerus kalau ketemu perempuan ini. Dan dia melakukannya itu berapa lama kalau kamu tahu, Fan?”

Fanshuri tidak punya jawaban pasti. “Beberapa bulan ya, Gus?” tebaknya.

Gus Mut menggeleng.

“Lima belas tahun. Dan aksi pura-pura tuli itu pun baru dihentikan Hatim ketika si perempuan meninggal dunia.”

———–

Diinspirasi berdasarkan kisah KH. Ahmad Umar Abdul Mannan dari Solo dan cerita Hatim Al-Asham ulama di Baghdad pada abad ke-7 yang dinukil dari kitab Nashaihul Ibad.

 

Terakhir diperbarui pada 26 Juli 2018 oleh

Tags: baghdadFanshuriGus Muthatim al-ashamkamisKentutKiai KholilMasjidPuasapuasa sunahseninsolotamuUmar Abdul Mannan
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga
Pojokan

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO
Liputan

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Menjajal GoTransit yang Terintegrasi dengan GoCar, “Keluyuran” di Jogja dan Solo Jadi Lebih Mudah Mojok.co
Ragam

Menjajal GoTransit yang Terintegrasi dengan GoCar, “Keluyuran” di Jogja dan Solo Jadi Lebih Mudah

28 November 2025
Menemukan kedamaian batin dari rebahan karpet masjid MOJOK.CO
Catatan

Rebahan di Karpet Masjid: Sepele tapi Beri Kedamaian Batin dari Dunia yang Penuh Standar, Tuntutan, dan Mengasingkan

12 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.