Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Tembok Besar dan Berwarna Putih Milik Keraton Yogyakarta yang Menggusur Rumah Warga Membuat Jogja Tidak Lagi Terasa Seperti Rumah

Suryagama Harinthabima oleh Suryagama Harinthabima
8 April 2024
A A
Keraton Yogyakarta Menggusur Warga, Bikin Jogja Tak Lagi Sama! MOJOK.CO

Ilustrasi Keraton Yogyakarta Menggusur Warga, Bikin Jogja Tak Lagi Sama! (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Sebagai warga kelas teri di sebuah monarki, kami bisa apa?

Sekilas, tinggal berhadapan dengan tembok tinggi kokoh putih sepanjang jalan rasanya kok sesak. Tetap bisa pergi kemana-mana, tapi rasanya seperti dikurung oleh tembok Keraton Yogyakarta.

Akan ada yang berpendapat bahwa yang saya tulis ini berlebihan. Ya silakan. Mungkin sebagian orang bisa tenang-tenang saja. Yang penting bisa hidup, berkeluarga, dan bekerja di situ. Gitu saja, kok, repot.

Saya kesulitan untuk beroperasi seperti itu. Sebisa mungkin, perlu ada ikatan emosional dan kesenangan tersendiri di kota yang saya tinggali, supaya betah dan punya rasa bangga akan kota itu, apalagi di Jogja. Ya namanya juga rumah. Masak, sih, nggak ada ikatan emosional?

Saya pun paham yang terjadi pada saya (dan kami) ini bukan apa-apa dibandingkan mereka yang saat ini mengalami peristiwa atau bencana yang jauh lebih berat. Meskipun demikian, ketika satu peristiwa buruk itu terjadi, saya berharap akan selalu ada “penjelasan” yang menjadi versi saya sendiri, yang masuk akal baik di pikiran maupun batin. Intinya, how do I make sense of this tragedy? Apa hikmah yang bisa saya ambil? 

Dengan adanya penjelasan itu, mudah-mudahan, saya akan bisa move on lebih cepat, bisa merespons dengan lebih tepat, semua demi kebaikan saya sendiri. Itu adalah satu life skill yang saya mulai peroleh sejak usia 25 dulu. Sayangnya, hingga saat ini, saya masih bergelut dengan sekian kemungkinan penjelasan dari peristiwa penggusuran di balik tembok Keraton Yogyakarta.

Nasib angkringan korban penggusuran tembok Keraton Yogyakarta

Karena juga tergusur oleh tembok tembok Keraton Yogyakarta, Angkringan Sartini sudah sejak September lalu berjualan di halaman rumah saya. Awalnya, Mbak Sar dan Mas Jum berniat sementara saja berjualan di sini. 

Mereka ingin menambah pelanggan baru, yakni para pekerja proyek tembok Keraton Yogyakarta. Di sisi saya (dan ibu), kami berharap dengan mereka berjualan di sini, suasana sepanjang jalan bisa menjadi sedikit lebih hidup, khususnya di malam hari.

Setelah membicarakannya secara intens, akhirnya angkringan Sartini akan terus berjualan di halaman saya. Mereka akan geser sedikit ke tengah setelah Lebaran. Saya juga berusaha mendirikan tempat jualan yang lebih bagus untuk mereka. 

Ini agak-agak taruhan, sebenarnya. Dengan pindahnya sekian warga, apalagi banyak yang meninggalkan Jogja, mereka sebenarnya sudah kehilangan banyak pelanggan. Ditutupnya gang sempit jalan tembus ke Jalan Brigjen Katamso pun mengakibatkan pelanggan yang kalau dulu mau ngangkring tinggal berjalan kaki, kini harus rela naik motor dan memutar lebih jauh. Harapannya, mereka bisa merasa lebih worth it untuk tetap ngangkring di sini karena tempatnya kini lebih bagus.

Kita juga sedang memikirkan gimana caranya ada aktivitas yang bisa mengundang atau melibatkan banyak orang. Yang saya amati belakangan, mulai banyak orang bersepeda atau jogging menyusuri tembok-tembok Keraton Yogyakarta. Apa bisa ya angkringan ini disertakan dalam rute mereka untuk mampir istirahat?

Ini bukan semata-mata agar dagangan mereka tetap laku. Tapi juga, kita (saya) juga butuh kok melihat ada interaksi dan tanda-tanda kehidupan di sepanjang jalan ini. Supaya nggak terbunuh sepi kalau kata Slank zaman dulu. Supaya tetap merasa aman dan tenteram di Jogja, yang sementara ini masih kami anggap sebagai rumah.

Ikatan emosional yang tidak lagi terasa

Dulu saya pernah tinggal dan bekerja di Jakarta Selatan selama 6 tahun. Alhamdulillah, saya betah sekali tinggal di sana. Saya bahkan jarang pulang ke Jogja. Seperti impian anak rantau untuk “menaklukan” ibu kota, saya menikmati sekali menjalani mimpi itu. Ini terlepas dari beban pekerjaan yang suka nggak rasional khususnya di 3 tahun pertama, dan sempat sakit lama.

Meskipun ada masa-masanya saya pulang kerja naik motor kena macet parah, merasakan antrean penumpang di halte Transjakarta yang panjang dan gerah luar biasa, menjalani ritme hidup cepat dan berinteraksi dengan orang-orang yang gaya komunikasinya tidak sehalus orang Jogja, lagi-lagi saya tekankan, saya menikmatinya. Saya bersyukur sekali dengan pengalaman-pengalaman hidup selama di Jakarta.

Walaupun begitu, entah kenapa ya, saya tidak pernah merasa Jakarta adalah “rumah”. Ia lebih mirip sebuah fase yang harus dilalui dan suatu saat harus berhenti. Berbeda dengan mayoritas teman-teman saya, nggak pernah terlintas di benak saya untuk mencari dan mencicil rumah di sana. Bahkan untuk tujuan investasi sekalipun.

Iklan

Mungkin ada ya, sekian alasan praktikal. Misalnya, belum tentu besok-besok betah dengan macetnya, kemana-mana jauh, banyak kejahatan, dan lain-lainnya. Namun demikian, kalau orang sudah cinta, pasti ia akan rela melalui semua halangan untuk meraihnya. Dari sini, saya bisa menyimpulkan bahwa ikatan emosional saya dan Jakarta saat itu tidak cukup kuat untuk merasakan “rumah” di sini.

Dengan nalar serupa, makin kesini saya semakin berpikir kalau ikatan emosional saya dengan Jogja mungkin sebenarnya juga hanyalah sebuah fase yang suatu saat harus berhenti. Artinya, saya perlu mulai mencari tempat atau bahkan kota lain untuk saya tinggali berikutnya. Karena di balik tembok Keraton Yogyakarta, semua tak lagi sama.

Entahlah.

Penulis: Suryagama Harinthabima

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Konflik Batin yang Saya Rasakan Saat Tinggal di Dalam Benteng Keraton Yogyakarta dan pengalaman menarik lainnya di rubrik ESAI.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 8 April 2024 oleh

Tags: gusuran rumah Keraton YogyakartaJogjakeraton Yogyakartapilihan redaksitembok Keraton YogyakartaYogyakarta
Suryagama Harinthabima

Suryagama Harinthabima

Pekerja lepas.

Artikel Terkait

Elang Jawa terbang bebas di Gunung Gede Pangrango, tapi masih berada dalam ancaman MOJOK.CO
Ragam

Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka

19 Desember 2025
elang jawa.MOJOK.CO
Ragam

Mempertaruhkan Nasib Sang Garuda di Sisa Hutan Purba

18 Desember 2025
Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO
Esai

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
Drama sepasang pekerja kabupaten (menikah sesama karyawan Indomaret): jarang ketemu karena beda shift, tak sempat bikin momongan MOJOK.CO
Ragam

Menikah dengan Sesama Karyawan Indomaret: Tak Seperti Berumah Tangga Gara-gara Beda Shift Kerja, Ketemunya di Jalan Bukan di Ranjang

17 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Wali Kota Semarang uji coba teknologi bola GPS untuk mitigasi banjir Semarang MOJOK.CO

Bola GPS Jadi Teknologi Mitigasi Sumbatan Air Penyebab Banjir di Simpang Lima Semarang

13 Desember 2025
Saat banyak teman langsungkan pernikahan, saya pilih tidak menikah demi fokus rawat orang tua MOJOK.CO

Pilih Tidak Menikah demi Fokus Bahagiakan Orang Tua, Justru Merasa Hidup Lebih Lega dan Tak Punya Beban

15 Desember 2025
Sirilus Siko (24). Jadi kurir JNE di Surabaya, dapat beasiswa kuliah kampus swasta, dan mengejar mimpi menjadi pemain sepak bola amputasi MOJOK.CO

Hanya Punya 1 Kaki, Jadi Kurir JNE untuk Hidup Mandiri hingga Bisa Kuliah dan Jadi Atlet Berprestasi

16 Desember 2025
bantul, korupsi politik, budaya korupsi.MOJOK.CO

Raibnya Miliaran Dana Kalurahan di Bantul, Ada Penyelewengan

16 Desember 2025
Pamong cerita di Borobudur ikuti pelatihan hospitality. MOJOK.CO

Kemampuan Wajib yang Dimiliki Pamong Cerita agar Pengalaman Wisatawan Jadi Bermakna

16 Desember 2025
Elang Jawa terbang bebas di Gunung Gede Pangrango, tapi masih berada dalam ancaman MOJOK.CO

Elang Jawa Terbang Bebas di Gunung Gede Pangrango, Tapi Masih Berada dalam Ancaman

13 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.