Kekalahan Juventus dan Peradaban Peluit - Mojok.co
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
Home Esai Kepala Suku

Kekalahan Juventus dan Peradaban Peluit

Puthut EA oleh Puthut EA
12 April 2018
0
A A
KEPALA SUKU-MOJOK

KEPALA SUKU-MOJOK

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Jangan sampai, kekalahan Juventus membuat kita menjadi wasit akan banyak hal. Harus ada analisis, permenungan, dan belajar dari akarnya.

Saya menonton beberapa kali siaran ulang laga Madrid menjamu Juventus. Keajaiban hampir terjadi lagi. Juventus sangat ofensif. Madrid juga moncer.

Lalu, drama mulai dipentaskan di atas lapangan. Satu per satu gol Juventus terjadi. Tiga gol. Dahsyat. Semua gol cemerlang. Kalau Madrid tidak membuat gol itu lebih karena Gianluigi Buffon tampil luar biasa.

Kemudian klimaks terjadi. Pada menit ke-96, wasit menunjuk titik penalti. Saya ulang beberapa kali, dan tidak melihat ada pelanggaran. Kalaupun ada, tidak selayaknya wasit memberi hukuman seperti itu, terlebih di masa waktu hampir habis.

Wajar kalau Buffon marah. Sepak bola sering membuat marah. Terlebih ketika sepak bola kehilangan sisi sport, sportif, spirit, spiritual. Itu pentingnya belajar sejarah dan akar kata.

Baca Juga:

Tidak Hanya Harry Maguire, Cristiano Ronaldo Juga Pantas Dikritik

44 Eks Pegawai KPK Dilantik Jadi ASN Polri

Manchester United vs Arsenal: Semua Sayang Fred

Saya tidak suka Juventus, sama seperti saya tidak suka Manchester United atau klub-klub dominan lain. Tapi, yang dilakukan wasit kepada Juventus sangat melukai banyak orang yang menyukai sepak bola sebagai sport, bukan game saja. Itulah pentingnya belajar kata dan akar kata. Makanya penting belajar apa itu “fiksi”.

Banyak orang berpikir apalah arti kata. Tidak penting. Kalau kata tidak penting, tidak akan ada bahasa. Kita mau bilang bahasa tidak penting?

Salah satu problem bahasa adalah serapan. Hukum serapan, sering membekukan dan menyederhanakan. Demikian juga dengan aturan. Setiap aturan yang dibuat selalu ada kecenderungan untuk menyederhanakan. Dan aturan dibuat untuk ditaati. Demikian juga di dalam olahraga.

Dalam sepakbola ada wasit. Dia punya otoritas. Seiring perkembangan zaman, otoritas wasit makin dibatasi. Ada wasit keempat, ada pengawas wasit, dan wasit pun bisa kena sanksi.

Tapi wasit tetap punya otoritas terhadap jalannya pertandingan. Peluit di mulutnya adalah aturan yang dikristalkan. Seperti palu pada hakim.

Dalam kasus Juventus, orang bisa berdebat apakah itu pelanggaran atau tidak, atau apakah pelanggaran semacam itu layak diberi hukuman dengan tendangan penalti. Tidak semua pelanggaran di kotak penalti harus dihukum penalti. Wasit punya pertimbangan.

Kita sering menyaksikan ada pelanggaran di dalam kotak penalti yang wasit tahu bahwa itu pelanggaran, tapi karena di wilayah yang berbahaya dan pelanggarannya hanya kecil belaka, wasit sengaja tidak meniup peluitnya. Salah, tapi tidak cukup syarat untuk dihukum keras. Jadi, kadang wasit cukup memberitahu kepada pemain, bahwa dia tidak boleh melakukannya lagi.

Atau ada banyak kasus, pelanggaran terjadi cukup keras, tapi tidak cukup syarat sah diberi sanksi penalti. Bermacam cara itulah yang membuat sepak bola menjadi tetap menarik.

Namun, hukuman yang dilakukan wasit kepada Juventus juga jamak terjadi. Balik lagi, wasit juga manusia. Dia juga bisa keliru, jengkel, capek, kehilangan fokus, dan kendali diri.

Hanya jangan salah juga, pemain juga manusia, apalagi suporter. Mereka juga punya analisis, pemikiran, ekspresi, dan rasa marah atas kekeliruan yang fatal. Kita bisa saja bilang, begitulah hidup. Tapi untuk mengatakan seperti itu, ada permenungan, upaya mencari tahu dan mencari jalan keadilan.

Kasus Novel Baswedan tidak bisa dibilang dengan, “Begitulah hidup ini.” Atau, “Dia sedang apes saja.” Atau. “Sudah takdirnya begitu.” Upaya mencari keadilan tetap harus ditempuh dan dijalani.

Kita juga bisa saja memupus pertandingan Juventus dengan bilang, “Sudah, takdirnya memang begitu.” Tapi tidak boleh juga meminggirkan pemikiran, analisis dan renungan, baik yang memihak Juventus maupun tidak.

Karena bahasa penghalusan, pemupusan, penghentian itu sama kerasnya dengan bahasa penistaan. Kata “takdir” dalam bahasa politik itu bisa berubah menjadi instrumen penindasan. Atau bisa untuk memeriksa sejauh mana hegemoni bekerja.

Sementara itu, di sisi yang lain, takdir merupakan instrumen keilahian untuk mengukur kadar ketaatan seorang hamba. Kepasrahan yang mendalam. Penghambaan yang utuh pada Sang Pencipta. Takdir dalam konteks ini sepertinya tanpa daya padahal justru punya daya yang luarbiasa.

Kalau dua istilah “takdir” itu diletakkan sama persis, jelas tidak bisa. Takdir ala Freirean tentu berbeda dengan takdir ala spiritual. Tidak ketemu. Dan tidak adil kalau menghukum para pengguna istilah takdir dalam konteks Freirean dengan kacamata spiritual. Juga sebaliknya.

Tapi hal seperti itu hanya bisa dipahami bagi orang yang belajar tentang Freire dan belajar soal spiritualisme. Sementara kita ada dalam kecenderungan untuk mulai tidak percaya istilah, mengeraskan bahasa, membekukan ragam pengertian.

Kalau hal seperti ini diteruskan, kita akan masuk ke era “kehidupan peluit”. Sedikit-sedikit disemprit. Salah dikit, kena penalti. Kita bisa jadi masyarakat yang jumud kalau dikit-dikit dilaporkan ke polisi, dianggap penistaan. Pikiran dibekukan. Pendapat dibatasi. Ekspresi dimatikan.

Nanti orang tidak mau lagi menulis dan membacakan puisi. Orang-orang malas mencari definisi. Di mana-mana, semua orang sudah jadi wasit dan polisi.

Prit!

Terakhir diperbarui pada 13 April 2018 oleh

Tags: buffonCristiano RonaldofiksiGianluigi BuffonJuventusLiga Championsnovel baswedanpeluitReal MadridRonaldowasit
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Tidak Hanya Harry Maguire, Cristiano Ronaldo Juga Pantas Dikritik

Tidak Hanya Harry Maguire, Cristiano Ronaldo Juga Pantas Dikritik

14 April 2022
Memahami Logika Jaksa Kasus Novel Baswedan: Pelaku Tak Sengaja Siram Air Keras ke Kepala

44 Eks Pegawai KPK Dilantik Jadi ASN Polri

9 Desember 2021
Manchester United vs Arsenal: Semua Sayang Fred MOJOK.CO

Manchester United vs Arsenal: Semua Sayang Fred

3 Desember 2021
Kekerasan Seksual dan Pemerkosaan: Sisi Gelap Sepak Bola Dibongkar MOJOK.CO

Kekerasan Seksual dan Pemerkosaan: Sisi Gelap Sepak Bola Dibongkar

19 November 2021
PSSI Gugat Mata Najwa ke Pengadilan: Langkah Cerdik dari PSSI

PSSI Gugat Mata Najwa ke Pengadilan: Langkah Cerdik dari PSSI

5 November 2021
Ibrahimovic, Protagonista Berbahaya yang Menggendong AC Milan MOJOK.CO

Ibrahimovic, Protagonista Berbahaya yang Menggendong AC Milan

1 November 2021
Pos Selanjutnya
ilustrasi Cara Menghindari Makeup Menor untuk Pemula mojok.co

Cara Menghindari Makeup Menor untuk Pemula

Komentar post

Terpopuler Sepekan

KEPALA SUKU-MOJOK

Kekalahan Juventus dan Peradaban Peluit

12 April 2018
Lokasi 18 SPBU di Jogja untuk uji coba MyPertamina

Lokasi 18 SPBU di Jogja yang Jadi Tempat Uji Coba MyPertamina untuk Roda Empat

30 Juni 2022
Garuda Pancasila, Sudharnoto

9 Fakta Pencipta Lagu Garuda Pancasila yang Tersingkir dari Sejarah

26 Juni 2022
kecurangan SBMPTN

Polisi Amankan 15 Pelaku Kecurangan SBMPTN di UPN Veteran Yogyakarta

28 Juni 2022
Pertamina dan aplikasi MyPertamina yang bikin ribet rakyat kecil! MOJOK.CO

MyPertamina dan Logika Aneh Pertamina: Nggak Peka Kehidupan Rakyat Kecil!

29 Juni 2022
PPDB SMA/SMK DIY dan sekolah pinggiran kekurangan murid

PPDB SMA/SMK Ditutup, Sekolah Pinggiran di DIY Kekurangan Murid

30 Juni 2022
Teror Spirit di Puncak Bogor Hingga Makassar MOJOK.CO

Teror Spirit di Puncak Bogor Hingga Makassar: Antara Keriaan dan Kemarahan yang Tak terjawab

30 Juni 2022

Terbaru

Deputi II Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Imdadun Rahmat. (Dok. Baznas.go.id)

Deputi Baznas Sebut Global Zakat Milik ACT Tak Punya Izin

4 Juli 2022
Sepeda motor dibakar dalam bentrok di Babarsari, Senin (04/07/2022)

Bentrok Antarkelompok di Babarsari, Sri Sultan Minta Polisi Tindak Keras Pelaku 

4 Juli 2022
sri sultan hb x mojok.co

Masa Jabatan Sri Sultan HB X Habis, DPRD DIY Geber Pembentukan Pansus

4 Juli 2022
Dwi Pertiwi: Legalkan Ganja untuk Medis Segera!

Dwi Pertiwi: Legalkan Ganja untuk Medis Segera!

4 Juli 2022
hotel di jogja mojok.co

Liburan Sekolah, Tingkat Okupansi Hotel di Jogja Meroket

4 Juli 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In