Kenapa SPBU Lebih Ramai Ketimbang Masjid? - Mojok.co
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

Kenapa SPBU Lebih Ramai Ketimbang Masjid?

Qowim Musthofa oleh Qowim Musthofa
18 September 2016
0
A A
Kenapa SPBU Lebih Ramai Ketimbang Masjid?

Kenapa SPBU Lebih Ramai Ketimbang Masjid?

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Semenjak saya lumayan sering bepergian, terutama naik motor, saya baru ngeh ketika ingin berhenti untuk melakukan istirahat dan ibadah formal—lima waktu yang rutin dan memberatkan itu–tanpa aba-aba langsung menuju SPBU.

Apa sih itu SPBU?

Menurut berbagai ulama ahli fiqh, SPBU adalah semacam “masjid”– diambil dari isim makan yang artinya “tempat sujud” –yang menyediakan fasilitas seperti pengisian bahan bakar minyak dan jual beli syariah. Adapun para pakar bisnis menjelaskan, SPBU adalah sebuah pasar yang di era sekarang sedang banyak digemari oleh semua kasta masyarakat.

Sementara menurut pakar ilmu humaniora, wabilkhusus displin filsafat, SPBU adalah kegandrungan masyarakat post-modern yang selalu ingin mendapatkan hal-hal yang mudah dan praktis, semacam peribahasa sambil curhat sekalian nikung, atau kalo bisa gugling kenapa harus baca buku, gitu deh.

Ketiga pendapat tersebut sepertinya cukup untuk mewakili kengawuran dari definisi SPBU yang sebenarnya.

Baca Juga:

Masjid Jami’ Tegalsari, Tempat Berguru Pakubuwono II dan Ronggowarsito

Masjid Pathok Negara Plosokuning dan Megaproyek Keraton Jogja di Masa HB I

Masjid Pathok Negara Babadan Kauman, Tempat Pasukan Diponegoro Latihan Perang

SPBU sebetulnya adalah akronim dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum. Inilah pendapat yang paling kuat dan dapat dipertanggung jawabkan, baik secara akademik, empirik, maupun balpirik.

Nah, bagi Anda para pengendara yang sering keluyuran, cobalah Anda hitung di sepanjang jalan Yogyakarta menuju Kudus yang melewati jalur rumah Agus Magelangan, niscaya Anda akan menemukan 98 SPBU yang berderet-deret.

Tidak percaya? Lho makanya silakan hitung sendiri. Saya sih ogah banget. Akan lebih afdol jika menghitungnya sambil membawa tasbih 33 butir biar sekalian wiridan gitu.

Oke, lupakan sejenak jumlah SPBU tadi. Suatu ketika, saya pernah mendapat pertanyaan tak biasa dari seorang kawan yang cukup menggugah nalar. Pertanyaannya begini: “Antara masjid dan SPBU, mana yang lebih ramai ketika waktu shalat tiba?”

Sejauh yang saya ingat, ketika itu dengan lantang saya menjawab dalam hati: “Jelas yang paling ramai adalah SPBU, dong! Kalau salah, silakan potong kuku saya!”

Sebetulnya tak perlu berpikir njlimet untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sebab jika dicermati dengan benar, itu hanyalah pertanyaan mudah. Lah, iya kan? Ada banyak orang– yang berarti banyak pula keperluan– ketika mampir ke SPBU. Ada yang beli BBM, ada yang ke minimarket, ambil uang di ATM, dan kalau mau sholat pun juga bisa, sebab nyaris selalu ada mushola di tiap SPBU.

Lha di masjid? Halah, paling berapa orang sih yang ikut shalat jamaah di masjid? Yang sudah pasti ada hanyalah muadzin dan imam. Jumlah jamaahnya pasti tak sampai sepenghitungan jari tangan. Jari manusia lho, ya. Bukan jari komodo.

Kenapa demikian? Ada fenomena apa di balik ini semua? Apakah ini termasuk jebakan zionis untuk melalaikan umat muslim endonesa dari kewajibannya?

Halah, ndyasmu. Dikit-dikit kok zionis…

Nah, berikut adalah beberapa alasan –sekaligus perbandingan– kenapa sebetulnya kita lebih memilih SPBU daripada masjid.

Pertama, seperti yang diuraikan singkat di atas: di SPBU ada musholanya. Saya rasa nyaris tak ada SPBU di Indonesia yang tidak ada musholanya. Tentu sebaiknya Anda tidak perlu pusing-pusing memikirkan apakah mushola di SPBU bersih atau tidak. Meski keraguan tersebut sebetulnya cukup wajar mengingat sarung dan mukena yang jamak ditemui di mushola SPBU biasanya (tampak) kumal.

Namun, tenang dulu, tetap ada sisi positifnya: sandal sampeyan tidak akan hilang.

Anda tentu bakal ngotot: “Tapi kan diutamakan sholat di masjid biar pahalanya lebih banyak?”

Betul, dan kalau mau sekalian lebih banyak lagi, monggo setiap sholat Anda terbang ke Masjidil Haram, Masjidil Aqsha, atau Masjid Mabawi. Shalat di sana pahalanya bakal dilipatgandakan 100.000 kali dibanding sholat di masjib biasa.

Ingat kata Nabi: “Bumi ini dihamparkan menjadi masjid.”

Jadi, sebaiknya tak perlu paranoid dan kagetan, lalu dengan noraknya mengkafir-sesatkan orang lain kalau ada dari mereka yang (terpaksa) shalat di gereja, pura, vihara, atau sinagog. Selama tempatnya bersih suci dari najis, dan niat Anda semata memang hanya beribadah kepada Allah, silakan shalat sampai kemput di mana pun. Tak akan ada yang melarang. Tak perlu pula melarang.

Lagian sok banget ngotot mau sholat di masjid terus. Memang serajin apa sih shalat Anda? Hawong durasi shalat sama fesbukan aja masih lama fesbukan kok nggaya…

Itu yang pertama. Alasan kedua adalah: sudah jarang sekali masjid yang buka 24 jam. Apalagi di kota-kota metropolitan sana. Konon masjid hanya buka di waktu-waktu shalat saja, selain itu digembok. Betulan digembok secara literal: dikunci dengan gembok.

Mungkin pengurus masjid terkait takut kotak amal dicolong orang. Logis sih, tapi tetap saja aneh. Kalau kotak amalnya yang takut dicolong, mengapa masjidnya yang digembok? Kenapa tidak kotak amalnya saja yang dipindahkan ke tempat yang lebih aman?

Dulu pada zaman Nabi, masjid kerap dijadikan sebagai tempat para sahabat yang tunawisma, fakir-miskin, dan pastinya jomblo, lalu masyhur disebut sebagai ahli shufah (penghuni serambi masjid).

Selain itu, masjid juga dijadikan sebagai basis pergerakan, makanya ini ditiru oleh beberapa golongan islam trans-nasional yang menyebabkan masjid Muhammadiyah dan NU satu demi satu hilang dari tradisinya.

Sayangnya cuma itu saja yang ditiru. Padahal Nabi juga lumayan sering menerima tamu dari orang Yahudi dan Nasrani di masjid.

Alasan terakhir, di masjid tak boleh merokok. Ulama manapun memang tidak ada yang membenarkan merokok di dalam masjid, kecuali ulama modal posting-quote-comot-ayat di sosmed yang sebetulnya cuma kebelet jadi artis kontroversial. Tapi jika soal rokok haram atau halal itu hanya soal kesepakatan dan lebih baik tak usah jauh-jauh kita perbincangkan.

Lho, memang di SPBU boleh merokok? Ya memang tidak, tapi ada pengecualiannya. Cermati saja kalau tak tak percaya. Tapi, hanya di SPBU yang bermahzab NO (Nahdlatul Oelama) saja yang membolehkan orang merokok. Biasanya, di SPBU bermahzab NO tadi ada rambu yang dipasang jelas-jelas: NO SMOKING. Tapi jangan terkecoh. Anda tetap bisa merokok.

Caranya, jika Anda ditanya petugas SPBU “NO?”, jawab saja dengan, “Yes, I am NO!”, maka Anda pasti akan diizinkan merokok. Kelak bakal ada SPBU dengan rambu “Muhammadiyah Smoking”,  “HTI Smoking”, atau “Wahabi Smoking”, entah kapan. Doakan saja.

Nah, jika Anda beruntung, ada beberapa SPBU lain yang juga menyediakan fasilitas kafe kecil di sudut bangunan dengan keterangan rambu yang lebih konkrit: “Keluar area ini tidak boleh merokok.” Kalau ketemu SPBU model begini, sejahteralah para ahli hisab.

Demikianlah tiga alasan kenapa kita sebetulnya, diakui atau tidak, lebih memilih SPBU ketimbang masjid. Bahkan jika Anda ke SPBU tapi tak membeli BBM, Anda tetap boleh sholat atau sekadar istirahat. Mushola di SPBU juga bebas dari gerombolan ormas-ormas terkutuk yang sok suci itu. Lebih aman dan santai.

Dan kalau kebetulan Anda, yang mulanya hanya ingin sholat lalu mendadak ingin pula isi bensin tapi lupa bawa uang –termasuk ATM–, Anda juga diperkenankan meninggalkan jam tangan sebagai jaminan. Boleh, kok. Percaya sama saya. Asal ya punya malu aja.

Sebagai penutup, izinkan saya memberi masukan yang mungkin cukup “ekstrim” mengenai tata kelola masjid. Saya kira, sudah semestinya kini masuk ke masjid diwajibkan membayar. Jika perlu wajib mugholadhoh. Masa iya sih nggak bisa nyisain seribu atau dua ribu aja untuk sekali masuk masjid?

Bukan sok-sokan atau berusaha menjadikan masjid sebagai tempat yang elitis, tapi sekadar sebagai pengingat: jika kencing saja kini sudah bayar (termasuk di SPBU), kenapa ke masjid tidak? Atau jangan-jangan kita ke masjid cuma biar bisa kencing gratis?

Naudzubillahi min dzalik…

Terakhir diperbarui pada 16 Oktober 2018 oleh

Tags: featuredMasjidSPBU
Qowim Musthofa

Qowim Musthofa

Artikel Terkait

Masjid Jam'i tempat pakubowono dan ronggowarsito belajar

Masjid Jami’ Tegalsari, Tempat Berguru Pakubuwono II dan Ronggowarsito

5 Mei 2022
masjid pathok negara plosokuning mojok.co

Masjid Pathok Negara Plosokuning dan Megaproyek Keraton Jogja di Masa HB I

27 April 2022
masjid pathok negara babadan kauman mojok.co

Masjid Pathok Negara Babadan Kauman, Tempat Pasukan Diponegoro Latihan Perang

22 April 2022
masjid al abror mojok.co

Masjid Al Abror Sidoarjo, Didirikan Ulama yang Selamat dari Pembantaian Plered

16 April 2022
alquran mojok.co

Al-Quran Tulisan Tangan Berusia 200 Tahun, Saksi Penyebaran Islam di Gunungkidul

28 Maret 2022
masjid tiban dan padasan mojok.co

Masjid Tiban Gunungkidul: Masjid Mistis Peninggalan Murid Sunan Pandanaran

25 Februari 2022
Pos Selanjutnya
Menjadi Pepes Zombie di Commuter Line

Menjadi Pepes Zombie di Commuter Line

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Kenapa SPBU Lebih Ramai Ketimbang Masjid?

Kenapa SPBU Lebih Ramai Ketimbang Masjid?

18 September 2016
Sinar Mandiri melaju di Pantura MOJOK.CO

Melintasi Pantura Bersama Roda Lusuh Bus Sinar Mandiri

21 Mei 2022
makam raja-raja imogiri mojok.co

Mengenang Kebesaran Raja-raja Jawa di Pajimatan

18 Mei 2022
mie ayam om karman mojok.co

Mie Ayam Om Karman, Filosofi Meja Terisi, dan Semangat Perantau Wonogiri

22 Mei 2022
Rahasia Mie Gacoan MOJOK.Co

Rahasia Mie Gacoan Jadi Jagoan Mie Pedas di Jawa dan Bali

20 Mei 2022
Jarang Pulang ke Rumah karena Gampang Mabuk Perjalanan

Ringkasan Cerita ‘KKN di Desa Penari’ buat Para Pemalas dan Penakut

29 Agustus 2019
mie ayam pak kliwon mojok.co

Mie Ayam Pak Kliwon, Kesayangan Anak Teladan

15 Mei 2022

Terbaru

Ganjar Pranowo

Muncul Sinyalemen Dukungan dari Jokowi, Ganjar Pranowo Nggak Mau Kegeeran

23 Mei 2022
Affandi dalam Pusaran bulan Mei dan PKI

Affandi dalam Pusaran Bulan Mei dan PKI

23 Mei 2022
budi karya sumadi mojok.co

Berhasil Merajut Transportasi Nusantara, Menhub Dianugerahi Gelar Doktor Hc dari UGM

23 Mei 2022
sultan mojok.co

Sultan Lantik Pj Walikota Jogja dan Pj Bupati Kulon Progo

22 Mei 2022
PSS Sleman

46 Tahun PSS Sleman: Masuk Dunia Metaverse tapi Manajemen Masih Lelet 

22 Mei 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In