Angkot sudah, kita geser ke masalah kedua yakni macet! Permasalahan macet ini sebenarnya masalah tradisional setiap kota di Indonesia. Untuk ukuran kota yang lumayan besar dan nilai kendaraan di dalamnya terus bertambah, Kota Bogor tak lepas dari masalah ini.Â
Jujur saja, penyebabnya tak hanya angkot yang suka ngetem, tapi kompleks banget. Terutama ketika akhir pekan menyapa. Sedikit saja keluar ke kawasan Batutulis di hari Sabtu pagi di atas pukul 10, kamu akan menemukan macet dari area Batutulis depan Sinar Kasih hingga daerah Sukasari.
Semakin siang, macet itu bergeser ke arah Jalan Pajajaran hingga area Suryakencana. Wajar, sih, karena itu daerah wisata kuliner. Tapi masak tiap weekend kita warga Kota Bogor harus tukeran macet, sih, sama warga Jakarta? Jujur saja nih, saya juga nggak tahu solusi untuk hal ini apaan karena ngapain juga saya pikirin solusinya, kan saya mau ngeluh ya.
Kota Bogor rawan bencana
Kita geser dari masalah transportasi dan macet, lalu masuk ke masalah ketiga yaitu rawan bencana. Sepanjang Oktober hingga 31 Desember 2022, Bima Arya selaku Wali Kota Bogor menetapkan status darurat bencana.
Tanpa mengurangi rasa hormat ke siapa saja, sebelum pindah ke Kota Bogor, bayangan saya dulu, bencana longsor biasanya terjadi di wilayah-wilayah pedalaman di pedesaan di mana kontur tanahnya mungkin bermasalah. Tapi, ketika bencana longsor terjadi tepat di pusat kota, saya cukup kaget juga.Â
Sekadar info, pertengahan Oktober 2022 lalu, bencana longsor terjadi di Gang Barjo, Kelurahan Kebon Kalapa, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Ya seperti namanya, Bogor Tengah berada di area jantung kota ini tapi justru rawan bencana longsor. Saya bukan pakar lingkungan, sih, tapi melihat tragedi ini aja, seharusnya kita berpikir bahwa kayaknya ada yang salah, kan, sama sistem penataan ruang di kota ini?
Bencana longsor di Gang Barjo sendiri sejatinya cukup memilukan. Delapan korban secara total, dengan empat orang di antaranya meninggal dunia. Selang dua minggu kemudian, beberapa bangunan liar di kawasan Gang Barjo dibongkar karena terindikasi sebagai penyebab bencana ini. Ini langkah awal yang oke dan cukup tegas, tapi selanjutnya apa? Sudahkah ada mitigasi terkait hal ini? Apakah relokasi warga di hunian rawan bencana akan jadi solusi jangka pendek atau jangka panjang?
Skeptisme yang tersisa
Sejatinya masih begitu banyak skeptisme soal kota ini. Namun, Piala Adipura ya terasa lumayan, lah. Sedikit banyak, bisa memberikan senyum buat upaya keras Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor dalam menata dan mengelola sampah dan limbah di area Kota Bogor.Â
Secara kota, sih, Kota Bogor sejatinya masuk di kategori yang cukup menyenangkan. Biaya hidup nggak terlalu tinggi, akses untuk ke Jakarta tidak terlalu susah carinya, serta punya hawa yang cukup sejuk buat rileks pikiran setelah mencari nafkah di ibu kota.
Tapi, buat benar-benar merekomendasikan kota ini sebagai kota yang layak kamu tinggali, saya pikir-pikir dulu deh.
BACA JUGA Kota Bogor: Kota Paling Ideal di Indonesia untuk Pensiun dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.
Penulis: Isidorus Rio Turangga Budi Satria
Editor: Yamadipati Seno