Enak Zaman Pak Soeharto? Enak Ndasmu - Mojok.co
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

Enak Zaman Pak Soeharto? Enak Ndasmu

Andi Agus Triyono oleh Andi Agus Triyono
25 November 2018
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Seorang keluarga transmigran zaman Soeharto, buka-bukaan soal pengalaman keluarganya. Terutama soal perjuangan berdarah-darah keluarganya yang diklaim jadi kesuksesan pemerintah.

Sampai saat ini saya masih teringat dengan pengakuan bapak saya soal Presiden Soeharto, Mayor Jenderal Angkatan Darat yang berkuasa selama 32 tahun di bumi Indonesia ini.

Bukan karena rezim Orde Barunya, bukan itu. Bapak saya malah tak tahu-menahu soal itu—tidak seperti saya. Bukan pula karena bapak saya pernah bertegur sapa dengan beliau, bukan itu. Bapak saya cuma rakyat jelata tak mungkin bisa obral sapa dengan Presiden bak Raja seperti Soeharto. Mimpi saja tidak.

Bapak saya cuma paham satu hal karena dia saksi hidup sekaligus praktisi dari salah satu program pemerintahan era Orde Baru; yakni transmigrasi. Menyebar penduduk Jawa ke seluruh pelosok Indonesia. Hal yang dibilang sebagai program persebaran penduduk, padahal ya—kalau mau jujur—cuma upaya Jawanisasi.

“Untung Bapak dulu ikut transmigrasi. Kalau seandainya dulu nggak melok, entah jadi apa sekarang,” kata Bapak saya ketika kami memanen buah kemiri di sebidang kebun transmigrasi milik kami.

Baca Juga:

Konsep Transmigrasi Sudah Kuno, Kemendes Terapkan Transpolitan

Politik Kliping Tidak Bisa Menyelamatkan Sukarno dari Kejatuhan

DPR Minta Seleksi CPNS 2021 Diulang karena Ada Kecurangan? Oya Ding, Rakyat Kan Tak Bisa Punya Oknum

Keluarga Bapak dan Mamak ketika di Jawa, bukanlah keluarga terpandang atau manjebet, kata orang Maduranya. Mereka orang-orang biasa, rakyat jelata. Tidak punya harta benda. Tanah hanya encepan omah. Punya ladang atau kebun berhektare-hektare? Seperti menang kuisnya Uya Kuya seratus kali aja.

Di Jawa, Bapak kerja serabutan. Apa saja dikerjakan selama itu menghasilkan uang, tentu pekerjaan-pekerjaan halal, bukan yang cuma pakai label halal. Maklum sih, sebagai anak bungsu, Bapak dituntut untuk membantu menghidupi keluarganya yang masih punya banyak adik kecil kecil. Maklum dulu semboyannya banyak anak banyak rezeki—sebelum Program KB merevisi semboyan itu.

Ketika sudah berkeluarga sampai punya anak pertama pun, bapak masih ikut orang tua dengan kerja seadanya. Sangat jauh dari kata cukup untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Sampai suatu ketika, program transmigrasi yang digaungkan daripada pemerintahan Bapak Soeharto membahana ke seluruh penjuru negeri. Di mana-mana ada pemberangkatan ke berbagai wilayah dalam jumlah dan gelombang besar. Sumatera, Kalimantan, dan beberapa wilayah lainnya di luar pulau Jawa.

Mamak Bapak saya ketika diajak seorang keluarganya untuk ikut transmigrasi, tidak menolak dan tidak pula mengiyakan. Mereka hanya manggut, manut, dan nurut. Saat itu, sulit rasanya untuk menentukan nasib sendiri. Prinsipnya sederhana saja: kita ikuti saja apa kata Pemerintah kalau tidak mau celaka.

Sampai akhirnya mereka ikut ambil bagian program itu dan terjunlah di Jaloer, sebuah daerah di wilayah administratif kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan.

“Neng Jowo ra ndue opo-opo. Janjinya dikasih dua hektar dan pekarangan rumah ya manut saja. Kami sudah niat akan berdarah-darah di sini. Berjuang dan berjuang, siapa tahu nasib bisa berubah,” kata Bapak kira-kira begitu.

Setiba di Jaloer ternyata keadaan tidak semudah cocotnya Mario Teguh. Tak ada kata-kata bijak yang bisa menolongmu di tanah transmigrasi yang dijanjikan. Banyak masalah-masalah baru yang dihadapi dan itu menghantam dari depan kanan-kiri-depan-belakang, segala sisi. Lalu puncaknya gagal panen dan kemarau panjang tahun 1990-an.

Sudah keadaan begitu sulit, iklim dan kondisi alam menghancurkan banyak hasil pertanian siap panen. Lalu banyak warga transmigrasi pulang kandang ke Jawa. Sebagian besar tidak kuat dengan kondisi alam di tanah transmigrasi.

Lah lalu gimana dengan Bapak Mamak saya? Oh, mereka tetap bertahan dan bertahan. Segala daya upaya dikeluarkan agar tetap bertahan dan untuk bisa menyambung hidup. Ketika tetangga-tetangga sudah satu demi satu berkemas pulang, Bapak sama Mamak masih saja bertahan.

Toh, di tanah kelahiran Bapak dan Mamak memang tak punya apa-apa juga. Jadi buat apa pulang? Kata pepatah, sekali layar terkembang pantang putar haluan. Nggeteh! Kalau orang Jawa bilang; alias siap berdarah-darah.

Usai gagal panen, melalui perjuangan yang amat teramat berat, Bapak dan Mamak akhirnya memetik hasilnya. Keadaan semakin baik bahkan jauh lebih baik. Bahkan pada periode-periode sekarang ini jika kami pulang ke Jawa keluarga bapak sering dianggap sebagai horang kayaaah. Bapak kini boleh menegakkan kepala di hadapan tetangga-tetangganya jaman dulu yang kabur.

Sekadar untuk makan saja, jelas kami tak bingung. Ratusan karung gabah kami hasilkan tiap kali panen. Simpanan karung gabah sudah tentu memenuhi gudang kami. Dan hal semacam itu tidak didapat cuma oleh Bapak saya, melainkan penduduk transmigrasi lainnya yang masih kukuh bertahan saat dihantam gagal panen hebat.

Bahkan saking kayanya kami, penduduk asli sering bilang bila kami merupakan perusak pasaran uang sogokan. Ya jelas, ketika orang lokal nyogok sekian, kami bisa nyogok berlipat-lipat, karena memang diminta berlipat-lipat. Nah, apa nggak merusak pasaran sogokan itu namanya?

Untungnya pada masa kini, soal pendidikan, anak-anak Bapak dan warga yang masih bertahan itu bisa sekolah di mana saja. Nggak perlu banyak-banyak uang sogokan dan segala macam. Kesehatan, kami bisa berobat di mana saja. Rumah sakit tipe kelas apa saja, gratis di tanggung pemerintah asal bayar iuran BPJS.

Maka, ramainya isu rezim Orde Baru yang mau bangkit kembali karena ada seorang putri Pak Soeharto bilang mau bikin Indonesia seperti zaman bapaknya lagi. Katanya Indonesia sekarang jauh lebih kacau daripada zaman dulu. Masih enak zaman dulu katanya.

Bapak saya tak mau kalah ikut berkomentar terhadap pewaris Trah Keluarga Cendana itu.

Jika ingat-ingat zaman dulu, masa-masa perjuangan di tanah transmigrasi dan melihat kondisi sekarang, Bapak cuma bilang: “Matur suwun sudah ada program transmigrasi. Terima kasih.”

Itu Bapak. Dengan segala kontroversi daripada zaman Orba daripada kepemimpinan daripada Pak Soeharto, Bapak tetap mengucapkan terima kasih daripada Pak Soeharto hanya untuk program transmigrasinya.

Tapi jika sekarang ada pertanyaan, “Enak zamanku to?”, maka saya akan menjawab dengan tegas, “Sudah cukup!”

Saya tidak mau kembali ke zaman itu lagi. Di mana para keluarga transmigrasi hanya bisa makan empol kelapa saja, karena tak punya apa-apa untuk beli bahan makanan pokok. Padahal katanya saat kami sedang susah-susahnya itu di Jawa sedang ada Swasembada Pangan.

Poster dan foto Pak Soeharto muncul ada di mana-mana bawa padi dipanen. Seolah-olah kerja keras mati-matian Bapak saya untuk bertahan hidup diklaim sebagai perjuangan Pak Soeharto.

Saya tidak mau kembali ke zaman itu di mana Bapak harus merantau sedangkan kami-kami yang masih kecil harus mati-matian menjaga ladang di malam hari dari serbuan hama babi setiap malamnya. Zaman di mana banyak pengalaman susah dan sulit.

Meski saya rindu juga pengalaman-pengalaman itu karena di sanalah masa kecil saya, tapi bedakan antara kangen dengan masa kecil karena kebetulan berada pada zaman Pak Soeharto dengan kerinduan karena memang ingin kembali karena rindu dengan kepemimpinan Soeharto.

Saya tidak mau kembali lagi ke zaman penuh pengalaman-pengalaman unik nan keras itu. Di mana saya sekarang sudah besar dan sudah punya anak. Moh! Saya ogah balik lagi ke masa-masa itu. Ogah jaga-jaga ladang dari serangan hama, dan kalau sakit mesti ke tempat yang jauh dengan akses perjalanan yang sulit.

Jadi kalau ada yang masih dengan pede bertanya: Piye iseh enak jamanku to?

Saya akan jawab dengan padat, singkat, dan jelas: Enak, ndasmu.

Terakhir diperbarui pada 25 November 2018 oleh

Tags: 32 tahuniseh penak jamanku tokeluarga cendanaOrde BaruSoehartoswasembada berastransmigrantransmigrasi
Andi Agus Triyono

Andi Agus Triyono

Artikel Terkait

kemendes mojok.co

Konsep Transmigrasi Sudah Kuno, Kemendes Terapkan Transpolitan

20 Mei 2022
Politik Kliping Tidak Bisa Menyelamatkan Sukarno dari Kejatuhan MOJOK.CO

Politik Kliping Tidak Bisa Menyelamatkan Sukarno dari Kejatuhan

10 November 2021

DPR Minta Seleksi CPNS 2021 Diulang karena Ada Kecurangan? Oya Ding, Rakyat Kan Tak Bisa Punya Oknum

6 November 2021
Mitos Rupiah: Gambar Wayang Negara bakal Geger, Gambar Presiden Dia bakal Lengser

Mitos Rupiah: Gambar Wayang Negara bakal Geger, Gambar Presiden Dia bakal Lengser

6 November 2021
Mustafa Kemal Ataturk yang Dihormati di Turki dan 3 Tokoh Nusantara yang Mirip Dengannya

Mustafa Kemal Ataturk yang Dihormati di Turki dan 3 Tokoh Nusantara yang Mirip Dengannya

23 Oktober 2021
Jerat Warisan Bahasa Orde Baru

Jerat Warisan Bahasa Orde Baru

15 Oktober 2021
Pos Selanjutnya
Samsung Galaxy A9: Inovasi Empat Jenis Lensa untuk Kamera Belakang

Samsung Galaxy A9: Smartphone Dengan Empat Kamera Belakang Pertama di Dunia

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Tren Stiker WhatsApp Pakai Wajah Sendiri: Cara Menjadi Seleb yang Dimintai PAP

Enak Zaman Pak Soeharto? Enak Ndasmu

25 November 2018
Garuda Pancasila, Sudharnoto

9 Fakta Pencipta Lagu Garuda Pancasila yang Tersingkir dari Sejarah

26 Juni 2022
baskara aji mojok.co

Soal Jam Malam, Sultan Minta Menyeluruh di Jogja

24 Juni 2022
kecurangan SBMPTN

Polisi Amankan 15 Pelaku Kecurangan SBMPTN di UPN Veteran Yogyakarta

28 Juni 2022
Kasman Singodimedjo tagih janji ke Sukarno sial Piagam jakarta

Kasman Singodimedjo, Menagih Janji 7 Kata Piagam Jakarta pada Sukarno

26 Juni 2022
Teror Pulung Gantung: Air Mata dan Seutas Tali Pati di Pohon Jati MOJOK.CO

Teror Pulung Gantung: Air Mata dan Seutas Tali Pati di Pohon Jati

23 Juni 2022
Pertamina dan aplikasi MyPertamina yang bikin ribet rakyat kecil! MOJOK.CO

MyPertamina dan Logika Aneh Pertamina: Nggak Peka Kehidupan Rakyat Kecil!

29 Juni 2022

Terbaru

holywings jogja mojok.co

Holywings Jogja Ditutup Satpol PP, Buntut Kasus di Jakarta

29 Juni 2022
Kekerasan seksual

Lakukan Pelecehan Seksual, Pelaku Tak Boleh Naik Kereta Api Seumur Hidup

29 Juni 2022
Boikot Holywings, Polemik ETLE, dan Politik Tukang Bakso

Boikot Holywings, Polemik ETLE, dan Politik Tukang Bakso

29 Juni 2022
pertalite mojok.co

KSP Sebut Peraturan Beli Pertalite dan Solar Demi Ketahanan Nasional

29 Juni 2022
petilasan ratu kalinyamat mojok.co

Menyusuri Jejak Cinta Kalinyamat, Ratu Pemberani dari Jepara

29 Juni 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In