MOJOK.CO – Seorang karyawan di Cikarang berani speak up bahwa syarat mendapatkan kontrak baru adalah seks dengan atasan. Gila!
Proses perpanjangan kontrak di dunia kerja, di perusahaan mana saja, mempunyai pakem tersendiri. Semua terangkum dalam evaluasi kerja, KPI, dan berujung pada asesmen akhir. Hal itu perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan karyawan mendapatkan perpanjangan kontrak atau tidak. Sehingga, dalam kondisi normal, diperpanjang atau tidaknya kontrak yang bersangkutan, bisa ditakar melalui kinerja karyawan itu sendiri.
Namun, belakangan beredar informasi yang agak “nganu” soal perpanjangan kontrak karyawan. Salah satunya yang dialami seorang karyawan di Cikarang, di mana seks dengan atasan sebagai syarat mendapatkan perpanjangan kontrak. Silakan simak video pengakuan si karyawan di bawah ini:
Udah ada yg speak up nih gaes dari korban syarat nyeleneh salah satu manager pt / perusahaan di Cikarang biar bisa perpanjang kontrak kerja pic.twitter.com/Z6t2fvrrBT
— Hiburan di Sosmed (@hiburandisosmed) May 5, 2023
Iya, karyawan di Cikarang tersebut diberi syarat mau diajak jalan-jalan, makan bareng, hingga staycation oleh atasannya. Hal ini membikin dahi saya mengerenyit tajam sambil membatin, “Kalau boleh tahu, aturan perpanjangan kontrak dari mana yang modelnya begini?”
Bahkan, konon, praktik ini sudah lama dilakukan di beberapa perusahaan dari tahun ke tahun. Seks sebagai syarat perpanjangan kontrak? Terjadi di Cikarang? Dunia sudah gila.
Miris sekaligus lega
Pertanyaannya, kok, bisa praktik seperti ini tidak diketahui oleh HRD, manajemen, atau perusahaan itu sendiri? Sebab, dari sisi perusahaan, jika syarat seks dengan atasan di Cikarang itu terbongkar, tentu akan sangat merugikan.
Selain itu, didiamkan untuk menjaga nama baik tentu bukan menjadi solusi. Tapi, kalaupun sudah kadung terjadi, tidak bisa tidak, perusahaan di Cikarang tersebut pasti punya peran bagi karyawan yang menerima perilaku brengsek seperti itu.
Di sisi lain, selalu ada perasaan miris sekaligus lega, ketika mulai banyak karyawan yang berani speak up soal seks sebagai syarat perpanjangan kontrak yang terjadi di ruang lingkup pekerjaan.
Miris, karena praktik pelecehan seksual sampai seks dengan atasan ada dan masih terjadi. Seakan membuktikan bahwa ruang kerja belum menjadi tempat yang sepenuhnya aman bagi perempuan.
Lega, karena semakin banyak dan berani yang speak up. Meski sulit dimungkiri, bagi para korban, hal ini akan selalu menjadi sesuatu yang sulit. Harapannya, akan ada regulasi, evaluasi, dan perubahan yang semakin baik. Nggak cuma di Cikarang, tapi di semua tempat di Indonesia. Seks dengan atasan sebagai syarat untuk apa saja itu sangat biadab.
Isu pelecehan seksual di ruang lingkup kerja bukan hal sepele
Never Okay Project bekerjasama dengan ILO (International Labour Organization) melakukan survei “Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja Indonesia 2022”. Hasilnya, sebanyak 70,81% pernah menjadi korban kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.
Sebanyak 54,81% pelaku adalah senior atau atasan di tempat bekerja. Hasil survei ini seperti menegaskan bahwa syarat seks dengan atasan di Cikarang itu bukan hal baru. Semoga ini momentum untuk membuka tabir kebusukan itu.
Kemudian, kekerasan dan pelecehan di dunia kerja bisa terjadi di berbagai tempat; 69,83% di dalam kantor/ruangan kerja, 39,06% terjadi secara online, 21,88% di lapangan/luar kantor. Lagi-lagi, hasil dari survei ini seakan menjadi gambaran bahwa, sampai dengan saat ini, ruang kerja memang belum sepenuhnya aman dan nyaman.
Selain gembar-gembor klaim dan branding sebagai ruang yang nyaman untuk berkarier bagi pekerja lintas generasi, melalui celah besar dan setiap kasus pelecehan yang menguap, sebetulnya perusahaan bisa memulai untuk belajar branding terkait persoalan ini. Bahwa, nyaman saja tidak cukup.
Rasa aman dari tindak kekerasan dan pelecehan yang bisa dilakukan siapa saja: atasan, senior, dan rekan kerja harus mengimbangi. Tentu saja, penting bagi perusahaan untuk ada di pihak korban sekaligus menindak dengan tegas pelaku kekerasan dan pelecehan. Apalagi menjadikan seks sebagai syarat perpanjangan kontrak seperti yang terjadi di Cikarang.
Pencegahan dan peran HRD atau perusahaan jika terjadi pelecehan
Boleh jadi, isu pelecehan seksual di ruang lingkup kerja sampai dengan saat ini masih sulit muncul ke permukaan. Salah satu alasannya karena kurangnya informasi sekaligus edukasi yang didapat oleh para korban. Buktinya adalah video pengakuan pekerja di atas, ketika seks dengan atasan menjadi syarat perpanjangan kontrak.
Menanggapi fenomena di Cikarang dan mungkin daerah lain di Indonesia, HRD dan perusahaan sebetulnya mempunyai banyak opsi untuk aksi. Misalnya bisa dengan cara memberi penyuluhan atau edukasi secara berkala kepada karyawan. Cara lain, misalnya bisa secara verbal melalui acara di kantor atau tulisan (informasi yang ditempel di sudut tertentu di kantor atau secara digital melalui email).
Selain itu, perlu ada hotline atau tim pengaduan yang ditangani oleh orang terpercaya. Sehingga, para karyawan seperti di Cikarang bisa merasa nyaman dalam membagikan pengalaman tidak menyenangkan, menceritakan kronologi secara rinci tanpa merasa diintimidasi, hingga adanya proses investigasi. Ya supaya seks dengan atasan itu bisa diselesaikan sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Kehadiran psikolog juga bisa menjadi hal yang dibutuhkan bagi para korban.
Biar lebih lengkap, pihak HRD atau perusahaan juga bisa memberi informasi, bagaimana dan ke mana sebaiknya harus melapor selain ke HRD atau perusahaan. Apakah di kantor ada serikat pekerja, apakah ke Disnaker, atau melapor ke polisi? Hal ini menjadi salah satu komponen penting, agar keberanian korban dalam speak up tidak sia-sia dan menemukan hasil. Sebab, atasan atau siapa saja yang menyelewengkan jabatan, tidak diberi ruang dan bisa ditindak tegas.
Apakah praktik perpanjang kontrak dengan cara seks seperti di Cikarang itu sudah ada sejak lama?
Kenyataannya memang sudah ada sejak lama. Anda bisa memeriksa kolom reply dari tautan yang saya bagikan di atas. Ada banyak yang mengungkap bahwa seks sebagai syarat perpanjangan kontrak seperti di Cikarang itu benar adanya. Namun, sayangnya, sampai dengan tulisan ini dibuat—jika memang benar kasus serupa sudah ada sejak lama—saya kesulitan untuk menemukan bukti, data, dan fakta pendukung.
Tanpa mengecilkan atau mengesampingkan kebenaran, info yang beredar masih atas dasar, “Katanya”, “Saudara saya pernah”, atau “Saya juga pernah mengalami,” tanpa adanya bukti pendukung. Sehingga, akan sulit diidentifikasi.
Hal ini dapat menjadi pembelajaran bersama ke depannya. Jika mengalami atau menjadi saksi dari perilaku kekerasan dan/atau pelecehan, bukti secara verbal melalui rekaman atau tulisan itu sangat penting agar kasus bisa dilaporkan kepada pihak berwenang. Biar nggak nanggung, diperlukan kegercepan Disnaker setempat dalam menanggapi kasus serupa. Apalagi, melalui desas-desus yang beredar, praktik seperti ini sudah ada sejak lama. Tidak ada salahnya juga untuk melakukan penyelidikan berkala.
Karyawan juga penting untuk memahami bahwa, perpanjangan kontrak bisa dilakukan berdasarkan regulasi yang sudah ditetapkan oleh aturan ketenagakerjaan dan menyesuaikan beberapa hal yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Jadi, abaikan saja jika menemukan syarat perpanjang kontrak dengan cara yang nggak ngotak seperti yang terjadi di Cikarang itu.
Penulis: Seto Wicaksono
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Krisis Ruang Aman bagi Perempuan dari Pelecehan Seksual dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.