Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan Mojok
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan Mojok
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan Mojok
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Bukan Nasihat Khaidir kepada Gus Mut

Rusdi Mathari oleh Rusdi Mathari
20 Juni 2016
A A
Bukan Nasihat Khaidir kepada Gus Mut

Bukan Nasihat Khaidir kepada Gus Mut

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Puasa sudah setengah jalan. Bulan sempurna jatuh di telaga. Di pinggir telaga, Cak Dlahom duduk bersila. Dia sendiri. Dari mulutnya keluar suara yang dilagukan.

“Duh Allah, engkaulah, lam yaalid wa lam yuulaad itu.”

Seperti desir angin yang menyapu permukaan air, lirih dia bersuara. Ditelan suara jangkrik dan kodok.

“Ampuni kami. Betapa hina diri ini…”

Diulang-ulangnya kata-kata itu. Sesekali dia membungkukkan badan, seperti orang sedang ruku. Dua tangannya bergenggaman. Matanya terpejam.

Gus Mut yang sehabis tadarusan menyusul ke pinggir telaga dan diam-diam ikut duduk di samping Cak Dlahom, hanya manggut-manggut mendengarkan.  Pemahamannya terhadap Cak Dlahom kini bertambah: laki-laki yang dianggap kurang waras oleh orang-orang kampung itu ternyata bisa sangat serius memohon ampun dan tidak ada orang yang tahu.

Iklan

Gus Mut pun mencoba memejamkan mata. Tapi baru beberapa sekon terpejam, tak terdengar lagi Cak Dlahom menembang. Dia membuka mata. Lalu, yang didengarnya malah cekikikan Cak Dlahom.

“Mau apa kamu ke sini, Gus Mut?”
“Anu, Cak… Saya dikasih tahu Mbak Romlah, kalau mau mencari sampean, disuruh ke sini.”
“Mau apa kamu ke sini, Gus Mut?”
“Ndak ada apa-apa Cak. Di rumah, saya sendirian.”
“Aku bukan gurumu, Gus. Kamu tak pantas berguru padaku.”

Gus Mut menoleh ke Cak Dlahom. Dia terperangah. Mulutnya menganga.

“Sialan. Cak Dlahom tahu maksudku.”

Gus Mut membatin, tapi Cak Dlahom kembali bersuara.

“Sudah pintar memaki, Gus?”

Gus Mut semakin salah tingkah. Cak Dlahom seperti membaca dirinya. Membaca pikirannya.

“Ndak, Cak. Saya minta maaf…”
“Untuk makianmu?”
“Untuk semuanya, Cak. Dan saya memang mau berguru pada sampean.”

Cak Dlahom ngikik agak keras. Gus Mut menoleh ke belakang. Terlihat nisan-nisan kuburan yang tersiram purnama. Dia ingin memastikan, cekikikan itu benar suara Cak Dlahom. Bukan dari yang lain.

“Benar, Cak, saya mau berguru. Sudah lama saya mencari guru…”
“Kamu mencari guru itu sudah benar, tapi aku bukan guru.”
“Kenapa, Cak?”
“Mestinya aku yang bertanya ‘kenapa’ bukan kamu.”
“Maaf, Cak…”

Gus Mut lalu terdiam. Dia merasa serbah salah. Orang yang dihadapinya adalah orang yang kenyang asam garam kehidupan. Orang yang tak silau pada dunia, dan malah menghinakan dirinya sedemikian rupa. Membiarkan orang-orang menganggapnya tak waras. Membiarkan siapa saja meremehkannya.

“Saya tetap akan berguru Cak walaupun sampean menolak. Setidaknya, saya akan menganggap sampean guru saya…”
“Aku akan membiarkan manusia berprasangka padaku, Gus. Termasuk sangkamu tentang aku.”
“Saya selalu berprasangka sampean memang seorang guru, Cak.”

Cak Dlahom tak menjawab. Tak juga cekikikan. Pandangannya tertuju pada bulan yang mengapung di air.

“Kamu lihat bulan di air itu, Gus?”
“Saya lihat, Cak…”
“Air tak pernah menolak yang datang padanya. Bulan dan bangkai sama-sama diapungkannya.”
“Iya, Cak, saya akan ingat nasihat sampean.”
“Nasihat apa yang mana?”
“Tentang air yang tak pernah menolak…”
“Aku tak pernah memberi nasihat. Dan itu bukan nasihat. Apalagi nasihat untukmu.”
“Kalau begitu beri saya nasihat, Cak.”
“Aku bukan guru. Bukan gurumu. Dan andai benar butuh nasihat, kamu tak akan sanggup menurutinya.”
“Saya berjanji…”

Belum selesai Gus Mut menjawab, Cak Dlahom kembali ngikik.

“Gus Gus, Musa juga berjanji yang sama pada Khaidir tapi selalu melanggarnya.”
“Jadi sampean Khaidir?”
“Dan apa kamu Musa yang banyak tanya?”
“Iya ndaklah, Cak. Masa potongan begini Nabi Musa. Jauh ke mana-manalah…”
“Lalu kenapa kamu bertanya apakah aku Khaidir?”
“Kan cuma bertanya, Cak? Masak ndak boleh?”

Cak Dlahom menoleh ke Gus Mut. Gus Mut menoleh ke Cak Dlahom. Keduanya bersirobok.

“Serius kamu mau nasihat, Gus?”
“Serius, Cak.”
“Untuk apa? Akan kau gunakan sebagai apa?”
“Sebagai pegangan saya…”
“Kamu mau memegang nasihat dari orang tak waras?”
“Insyaallah, Cak…”
“Apa kamu rida dengan keberuntungan orang lain? Apa kamu ikhlas dan bersabar dengan kemalangan dirimu?”

Gus Mut terdiam dengan mulut yang makin menganga. Cak Dlahom kembali memandang bulan di telaga. Dia mulai menembang.

“Duh, Allah… Engkaulah lam yaalid wa lam yuulad itu. Ampuni kami. Betapa hina diri ini…”

Suaranya lirih. Seperti angin yang pelan mengusap permukaan air. Gus Mut terus menganga. Mulutnya seperti hendak menangkap angin. Atau mungkin bulan yang mengapung.

[Diinspirasi dari kisah-kisah yang disampaikan Syeik Maulana Hizboel Wathan Ibrahimy]

Terakhir diperbarui pada 22 Oktober 2018 oleh

Tags: Cak DlahomfeaturedRamadan 1437
Iklan
Rusdi Mathari

Rusdi Mathari

Artikel Terkait

julia_perez_mojok
Esai

Selamat Jalan, Julia Perez

11 Juni 2017
penyekapan karena kritik seragam mojok.co
Prejengan

Hari-Hari Seragam PNS Kementerian Keuangan

16 Mei 2017
Es Goreng Rasa Mellow van Yogyakarta
Smokol

Es Goreng Rasa Mellow van Yogyakarta

15 Mei 2017
Membubarkan NU Lebih Mudah daripada Membubarkan HTI
Status

Membubarkan NU Lebih Mudah daripada Membubarkan HTI

15 Mei 2017
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Rela Patungan demi Ikut Kompetisi Futsal di Jogja, UBAYA Berikan Penampilan Terbaik meski Harus Menerima Kenyataan Pahit MOJOK.CO

Rela Patungan demi Ikut Kompetisi Futsal di Jogja, UBAYA Berikan Penampilan Terbaik meski Harus Menerima Kenyataan Pahit

10 November 2025
Campus League 2025: Gol Detik Akhir yang Bawa Dahlan Muda Raih Peringkat Ketiga MOJOK.CO

Campus League 2025: Gol Detik Akhir yang Bawa Dahlan Muda Raih Peringkat Ketiga

12 November 2025
El Capitano dan Sepasang Decker yang Menjaga Irama Permainan Tim Futsal Putri UGM MOJOK.CO

El Capitano dan Sepasang Decker yang Menjaga Irama Permainan Tim Futsal Putri UGM

8 November 2025
Lapangan futsal untuk kompetisi antar kampus atau mahasiswa penuh emosi dan tensi tinggi MOJOK.CO

Batu Sandungan di Lapangan Futsal: Emosi Tak Terkendali kala Tensi Tinggi, Bisa Hambat Karier Sendiri

10 November 2025
Pemkot dan Warga Kota Semarang Berduka atas Wafatnya V. Djoko Riyanto, Suami Wali Kota Semarang MOJOK.CO

Pemkot dan Warga Kota Semarang Berduka atas Wafatnya V. Djoko Riyanto, Suami Wali Kota Semarang

10 November 2025
rekomendasi indomaret di Jogja yang cocok untuk melamun. MOJOK.CO

3 Indomaret Unik di Jogja yang Cocok Disinggahi untuk Meromantisasi Hidup, Dijamin bikin Kamu Betah Melamun

10 November 2025
Summer Sale Banner
  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.