Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Bertaruh dengan Masa Depan Pelajaran Sejarah di Indonesia

Andi Achdian oleh Andi Achdian
20 September 2020
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Banyak orang suka “sejarah”, tetapi banyak juga yang tidak suka “pelajaran Sejarah”. Sekilas keduanya mirip. Sekilas.

“Segala sesuatunya berantakan di rumah Oblinskii.”

Begitu kata orang Rusia mengutip dari novel Tolstoy Anna Karenina untuk menggambarkan dunia sosial mereka yang kacau balau.

Ada kisah istri yang mogok bicara saat aib perselingkuhan terbuka, pembantu rumah tangga yang mendadak minta berhenti bekerja, serta anak-anak yang berlarian kian kemari tanpa ada yang mengatur. 

Kekacauan serupa, berlaku ketika wacana mata pelajaran Sejarah tidak diwajibkan di tingkat SMA dan dihilangkan di tingkat SMK beredar luas di masyarakat.

Dokumen yang bocor ke media massa, guru-guru Sejarah yang merasa terancam kehilangan jam mengajar, siswa yang duduk di sekolah menengah, dan ribuan orang yang kehilangan satu-satunya milik mereka yang berharga: kisah bersama dalam rumah Indonesia.

Apa yang salah? 

Banyak orang suka sejarah, tetapi banyak juga yang tidak suka pelajaran Sejarah.

Kondisi ini berlaku bagi saya pribadi sebagai orang tua yang harus meladeni pertanyaan putri saya yang duduk di sekolah menengah tentang persoalan dalam pelajaran Sejarah.

Sering kali saya menjerumuskannya dengan jawaban keliru. Akhirnya putri saya mengambil langkah bijak untuk lebih mempercayai algoritma jawaban mesin pencari Google dibanding ayahnya. Bertahun-tahun belajar sejarah tetap bukan menjadi jaminan nilai yang baik dalam mata pelajaran Sejarah.

Keramaian di media sosial terkait pernyataan publik tentang pelajaran Sejarah mengingatkan ini.

Jika apa yang disebut sebagai pemahaman terhadap sejarah dimaksud sebagai kemampuan seseorang mengingat tanggal, nama, dan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi, dapat dikatakan banyak orang di Indonesia tidak paham sejarah.

Sebaliknya, jika pemahaman sejarah adalah kemampuan melihat pola dan proses perubahan, apresiasi terhadap perbuatan dan peristiwa yang terjadi pada masa lalu, serta membuat kaitan antara pengalaman besar negerinya dengan pengalaman pribadi dan keluarga kecilnya, kebanyakan orang menyukai sejarah.

Hal ini setidaknya seperti dibuktikan oleh ribuan orang yang turut menandatangani petisi penolakan penghapusan status wajib untuk mata pelajaran Sejarah di tingkat SMA.

Lalu apa yang salah?

Guru-guru Sejarah di Indonesia telah terbiasa dengan norma umum multitasking mengajar Olahraga pada pagi hari, dilanjutkan dengan Matematika, dan diakhiri dengan pelajaran Sejarah ketika siswa sudah berpikir untuk segera lari berhambur keluar meninggalkan ruang kelas.

Iklan

Begitu juga dengan para siswa yang terbiasa melihat guru yang itu-itu saja di depan kelas meski dalam sehari mereka mengikuti beberapa mata pelajaran berbeda.

Apabila guru-guru Sejarah merasa cemas dengan wacana penghapusan mata pelajaran Sejarah, semuanya bisa dimaklumi. Pundi-pundi mereka, apalagi mereka yang menyandang status honorer, sangat ditentukan jumlah jam mereka mengajar. Wacana yang beredar menjadi ancaman yang menipiskan kantong mereka. Aroma “perjuangan kelas” yang nyata tercium di luar kelas tempat guru mengajar.

Setiap anak di Indonesia sudah terbiasa dengan norma umum yang berlaku di masyarakat dan termasuk juga dunia pendidikan untuk menjadi orang sukses serta—syukur alhamdulillah—menjadi kaya raya dan berkuasa.

Meski ada ribuan kata berbunga, pada akhirnya tujuan orang tua mengirimkan anak-anak ke sekolah adalah untuk memenuhi harapan agar kelak anak mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang layak di dalam masyarakat.

Sukses di lapangan pekerjaan dengan imbalan material dalam kehidupan sehari-hari adalah indikator utama dunia pendidikan kita. 

Jadi, ketika orang memasuki jurusan Sejarah, Sastra, Bahasa, dan Filsafat setelah lulus sekolah menengah, mereka bergerak melawan norma utama masyarakat. Mau jadi apa kelak?

Realitas ini terbukti pada akhir masa kuliah sebagai mahasiswa sejarah. Dari puluhan mahasiswa yang sama-sama belajar di jurusan sejarah, hanya satu dua orang yang tetap bersinggungan dengan dunia sejarah.

Selebihnya kembali pada norma umum menjadi pengusaha sukses, bankir, pialang saham, atau mencoba-coba usaha startup memanfaatkan setiap kesempatan yang didapat. Semuanya kembali berjalan normal sesuai laku zaman kapitalisme digital sekarang ini.

Ya, kenormalan adalah sesuatu yang kita sukai.

Pertaruhan besar

Namun memang orang tidak hidup sekadar dengan roti semata. Tidak adil menilai keresahan yang muncul dari kalkulasi ekonomi semata. Setiap kita memiliki narsismenya sendiri yang didapat melalui segala kisah (baik) tentang dirinya. Begitu juga bangsa.

Pengalaman dan aspirasi bersama pada masa lalu adalah cermin terbaik melihat diri sendiri dan sekaligus pembanding dengan bangsa lain.

Seperti kita, orang-orang Amerika Serikat memiliki kesadaran sejarah yang biasa saja. Namun negeri itu telah mewajibkan siapapun—saya maksud imigran—yang hendak menjadi warga negaranya untuk lulus ujian Sejarah Amerika. Ini prinsip yang tidak bisa ditawar.

Jadi, penjual hot-dog, supir taksi, penyapu jalanan, buruh-buruh pekerja kasar dengan upah murah dan mereka yang bekerja di lapis bawah dalam sektor pekerjaan yang umum tersedia bagi pekerja migran, adalah orang-orang yang sebelumnya telah dipaksa belajar sejarah.

Setiap bangsa memang memiliki pertaruhannya sendiri dengan masa lalu mereka. Loyalitas kewargaan dan patriotisme adalah standar utama di dalam kasus ini.

Oleh karena itu, wajar jika banyak yang merasa terusik, dan banyak yang melihat kebanggaan diri terpanggang dalam pragmatisme zaman. Sejarah adalah satu-satunya pakaian yang melekat ketika kita becermin dan membandingkan diri dengan orang lain.

Ketika ini pun akhirnya hilang, lalu apa lagi yang bisa dibanggakan?

Beruntung, segala sesuatu adalah kesalahpahaman belaka. Begitu katanya. Pada akhir cerita, rumah tangga Oblinskii pun berangsur normal.

BACA JUGA Kekonyolan Para Penguasa dalam Sejarah Indonesia dan tulisan Andi Achdian lainnya.

Terakhir diperbarui pada 21 September 2020 oleh

Tags: amerikaIndonesiapelajaran sejarahsejarah
Andi Achdian

Andi Achdian

Artikel Terkait

PKI dan Politik Ingatan: Dari Demonisasi hingga Penghapusan Sejarah
Video

PKI dan Politik Ingatan: Dari Demonisasi hingga Penghapusan Sejarah

27 September 2025
Mohammad Hatta : Mudur dari Kursi Wapres Bukan Karena Kalah
Video

Sebab-Sebab Mohammad Hatta Mundur dari Kursi Wapres, Bukan Karena Kalah

28 Juni 2025
Perang Dunia 3 Bukti Manusia Adalah Bajingan Maniak Perang MOJOK.CO
Esai

Perang Dunia 3 Menjadi Bukti Manusia Adalah Bajingan Maniak Perang yang Tidak Belajar dari Kehancuran karena Perang Dunia

24 Juni 2025
kerja sama indonesia prancis.MOJOK.CO
Sosial

Indonesia-Prancis Teken Kerja Sama Perfilman di Candi Borobudur, Angin Segar Industri Sinema Tanah Air

29 Mei 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.