Beda dengan Calon Dinasti Politik ala Jokowi, Raja Gadungan Memang Pantas Dibui - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

Beda dengan Calon Dinasti Politik ala Jokowi, Raja Gadungan Memang Pantas Dibui

Haris Firmansyah oleh Haris Firmansyah
21 Januari 2020
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Kalau mau ngaku sebagai raja imajiner mah itu jelas penipuan, beda dengan mereka yang mau bikin dinasti politik. Itu legal ya, enak aja.

Di belahan dunia lain, seorang pangeran mundur dari keluarga kerajaan demi menyelamatkan keluarga kecilnya. Di Indonesia, sepasang manusia justru nekat maju menjadi raja dan ratu sebuah kerajaan antah berantah untuk membahayakan keluarganya sendiri.

Tak lama setelah kerajaan imajiner Keraton Agung Sejagat itu viral, raja dan ratunya ditangkap polisi. Kenapa sih dua orang Indonesia ini kebelet banget jadi raja dan ratu? Sudah seperti Atta Halilintar dan Ria Ricis di Youtube saja.

Padahal dalam cerita Game of Thrones, menjadi raja dan ratu bukan pekerjaan mudah. Di tubuh kerajaan biasanya ada penghianat yang bisa kapan saja menusuk dari belakang, bahkan dari depan. Belum lagi serangan dari pihak luar yang ingin kudeta dengan berbekal sekawanan kuda dan tiga ekor naga.

Tahta pun jadi rebutan. Membuat orang-orang yang berambisi duduk di kursi kekuasaan sampai menghalalkan segala cara. Sesama saudara saling tikam.

Baca Juga:

Bernilai Rp 2,9 Triliun, Jokowi Resmikan Pelabuhan Terbesar di Kalimantan

Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak

9 Fakta Kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina, Datangi Reruntuhan Apartemen hingga Bawa Pesan untuk Putin

Bahkan seorang penghamba cinta pun bisa sampai hati menghunuskan pedang kepada sang kekasih demi kemaslahatan kerajaan. Membuat akhir kisahnya menjadi terasa depresif dan tidak bisa memuaskan semua orang.

Maka, cerita Keraton Agung Sejagat bagaikan serial tivi HBO Game of Thrones yang harus diakhiri sejak episode pilot. Sebuah hikayat kerajaan yang amat singkat. Namun, tak mengapa, ketimbang sudah investasi waktu mengikuti serial tivi sejak musim pertama tapi harus kecewa di tahun terakhir ya kan?

Yang tak kalah mengecewakannya dari akhir Game of Thrones ini adalah prolog dinasti politik dari keluarga pejabat idola masyarakat.

Seperti Jokowi dan anaknya dicitrakan sebagai antitesis Keluarga Cendana. Bahkan dulu, seorang penulis Mojok sampai membuatkan tulisan satire yang menyarankan Gibran Rakabuming untuk meniru jejak Ibas Yudhoyono sang Putra Mahkota Cikeas dan Tommy Soeharto sang Putra Mahkota Cendana.

Seperti yang kita ketahui, Tommy Soeharto terlahir dengan privilese sebagai anak presiden terlama di Indonesia. Kekuasaan sang ayah selama puluhan tahun membuat Bung Tommy sukses dan kaya-raya tanpa banyak usaha. Bahkan setelah Pak Harto pergi pun Bung Tommy masih punya kekuatan.

Buktinya lahir Partai Berkarya yang siap mengembalikan memori indah untuk para pendukung yang kangen dengan enaknya zaman buapaknya.

Tulisan satire itu tak ubahnya pujian untuk keluarga Jokowi yang sederhana dan nggak neko-neko. Keluarganya tidak aji mumpung dengan minta jatah kursi dan/atau proyekan. Pun tidak terpikat untuk terjun ke dunia politik memanfaatkan pamor sang kepala keluarga sekaligus kepala negara.

Di saat yang sama, Gibran Rakabuming fokus membangun usahanya sendiri di bidang kuliner. Begitu pula dengan Kaesang Pengarep dengan Sang Pisang yang dirintisnya.

Mereka berdua jadi percontohan dua anak pejabat paling tinggi negara yang bisa mandiri dan tidak serta merta memanfaatkan kekuasaan orang tua. Benar-benar keluarga pejabat yang anti dinasti politik.

Sayangnya, sekarang tulisan satire beberapa tahun lalu itu tak lagi relevan.

Padahal penulisnya bercanda ketika menyarankan Gibran untuk meneladani Ibas Yudhoyono dan Tommy Soeharto. Namun, kini pengusaha katering itu malah betulan maju ke pertarungan Pilwakot Solo dengan diusung partai berlambang banteng moncong putih.

Sebuah manuver yang tidak kita harapkan, tapi tetap saja mengejutkan. Mengingat dulu Gibran adalah anak yang paling terganggu dengan pemberitaan media tentang sang ayah yang notabene seorang pejabat negara.

Kala itu Gibran dilihat seperti pengusaha muda yang tak ingin ayahnya jadi presiden karena bakalan diserang privasinya. Sebab dirinya ingin fokus mengembangkan bisnis tanpa dikejar-kejar wartawan. Saat itu Jokowi pun santuy dan tidak mendesak si anak ikut jejaknya.

Berbeda dengan Ibas Yudhoyono dan AHY dari Keluarga Cikeas yang direkomendasikan oleh SBY untuk turun ke lantai dansa politik Nusantara.

Sepertinya Jokowi ingin mempraktikkan puisi Kahlil Gibran berjudul “Anakmu Bukan Milikmu”

“Bisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan pernah menuntut mereka jadi seperti dirimu.”

Namun, sekarang bait puisi Kahlil Gibran itu terpeleset untuk menyesuaikan kondisi terkini Gibran Rakabuming:

“Anakmu adalah anak partai yang mengusungmu. Solo adalah sasaran bidikannya. Dia tertantang untuk mendapatkan kekuasaan.”

Setelah menjadi anak presiden, mungkin Gibran tidak memanfaatkan kekuasaan Jokowi untuk mendapatkan tempat yang nyaman. Namun, tidak bisa dielak bahwa berkat kepopuleran sang bapak jugalah ladang usaha mereka bisa dikenal luas oleh masyarakat.

Etapi, menjadi pengusaha saja tidaklah cukup. Gibran ingin juga jadi penguasa. Atau barangkali hasrat pengusaha yang berkuasa itu menarik juga dijabanin. Kayak Om Surya Paloh, Om Erick Thohir, atau Pakde Jusuf Kalla.

Dengan kebesaran nama Presiden Jokowi pula peluang Gibran terpilih jadi wali kota Solo pun terbuka lebar. Berbeda dengan Faldo Maldini yang harus berjuang dari pilkada ke pilkada dan menclak-menclok ke berbagai parpol. Dari PAN sampai menyeberang ke PSI sambil kena bully kanan kiri.

Selain Gibran, menantu Jokowi, Bobby Nasution pun berniat maju di Pilwakot Medan. Menyusul keluarga dari besan Jokowi.

Orang-orang boleh saja membela langkah keluarga Jokowi ini, ya kalau memang punya kemampuan kenapa tidak boleh? Kan siapapun boleh maju jadi pemimpin, artinya anak Jokowi juga harusnya boleh dooong.

Oke, pertinyiinnyi…

…kalau memang benar-benar punya kemampuan, kenapa harus sekarang? Kenapa nggak 10 tahun lagi gitu? Waktu popularitas bapak atau mertua sedang nggak anget-anget tai ayam kayak sekarang?

Kalau kayak begini ceritanya ya jangan salahkan orang juga kalau menyebut langkah akrobat politik ini sebagai eksperimen membangun dinasti politik. Bukan cuma untuk keluarga Jokowi, tapi juga untuk partai pengusung yang ingin memanfaatkan sebesar-besarnya nama besar keluarga Jokowi.

Masalahnya lagi, lebih banyak dari kita merasa nggak masalah dengan hal-hal begitu. Eh, bukan merasa tidak masalah ding, lebih ke tidak peduli aja sih.

Di Indonesia, dinasti politik seolah hal yang lumrah walaupun sistem pemerintahannya adalah republik, bukan monarki. Contoh klasiknya, Dinasti Atut di Banten. Mantan Gubernur Banten itu menempatkan kerabatnya di kursi pemerintahan.

Contoh terkini, Syamsuar dan Yan Prana, Gubernur dan Sekda Riau yang lantik istri, menantu, adik, dan kakaknya menjadi pejabat. Seolah pemerintahan provinsi adalah kebon belakang rumah nenek yang bisa dibagi-bagi ke sanak-saudara.

Beberapa kasus dinasti politik berakhir setelah terkuaknya skandal korupsi. Ending yang klise ini bisa jadi pengingat: dinasti politik memang terbuka karena sistem pemerintahnya membolehkan, tapi bisa menjadi berbahaya karena rentan menjalankan sistem secara tak sehat.

Sebab nantinya segala masalah politik diselesaikan dengan cara kekeluargaan alias diselesaikan dengan cara dialog di grup wasap keluarga.

Barangkali karena memang bangsa kita adalah bangsa yang lekat dengan budaya kekeluargaan.

Maka kesimpulannya; menjadi raja dan ratu gadungan bisa ditangkap polisi karena mengkooptasi keuntungan untuk “keluarga” sendiri, tapi membangun dinasti politik boleh saja asal saling menguntungkan keluarga dan rekanan oligarki.

BACA JUGA Gibran Rakabuming Sebaiknya Belajar dari Ibas Yudhoyono dan Tommy Soeharto atau tulisan Haris Firmansyah lainnya.

Tags: dinasti politikGibran Rakabumingjokowi
Haris Firmansyah

Haris Firmansyah

Pegawai Bank Ibukota. Selain suka ngitung uang juga suka ngitung kata.

Artikel Terkait

Pelabuhan terbesar di kalimantan mojok.co

Bernilai Rp 2,9 Triliun, Jokowi Resmikan Pelabuhan Terbesar di Kalimantan

9 Agustus 2022
Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak MOJOK.CO

Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak

8 Agustus 2022
9 Fakta Kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina, Datangi Reruntuhan Apartemen hingga Bawa Pesan untuk Putin

9 Fakta Kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina, Datangi Reruntuhan Apartemen hingga Bawa Pesan untuk Putin

30 Juni 2022
Selain Paspampres, Jokowi Perlu Membawa 4 Benda Ini ke Rusia dan Ukraina MOJOK.CO

Selain Paspampres, Jokowi Perlu Membawa 4 Benda Ini ke Rusia dan Ukraina

27 Juni 2022
Klaim Abal-abal Program Kartu Prakerja ala Menteri Airlangga MOJOK.CO

Klaim Abal-abal Program Kartu Prakerja ala Menteri Airlangga

23 Juni 2022
subsidi energi mojok.co

Jokowi: Subsidi Energi Setara dengan Biaya Pembangunan Ibu Kota Baru

21 Juni 2022
Pos Selanjutnya
Arsenal vs Chelsea: Tentang 9 Poin yang Dirampok dan Busuknya Wasit Liga Inggris

Arsenal vs Chelsea: Tentang 9 Poin yang Dirampok dan Busuknya Wasit Liga Inggris

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak MOJOK.CO

Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak

8 Agustus 2022
Kolom: Ayam di Beranda

Beda dengan Calon Dinasti Politik ala Jokowi, Raja Gadungan Memang Pantas Dibui

21 Januari 2020
pola pengasuhan anak mojok.co

Psikolog UGM Jelaskan Tipe Pola Asuh yang Bisa Berdampak pada Hasil Akademik Anak

5 Agustus 2022
Derita Gagal SBMPTN dan (Ditolak) Perguruan Tinggi Favorit MOJOK.CO

Derita Gagal SBMPTN dan (Ditolak) Masuk Perguruan Tinggi Favorit

5 Agustus 2022
Asrama mahasiswa Sumatra Selatan, Pondok Mesudji dalam sengketa di pengadilan. Mahasiswa menilai ada campur tangan mafia tanah.

Mahasiswa Sumsel di Asrama Pondok Mesudji Jogja Terancam Pergi karena Mafia Tanah

11 Agustus 2022
Lampu merah terlama di Jogja. (Ilustrasi Ega Fansuri/Mojok.co)

Menghitung Lampu Merah Terlama di Jogja, Apakah Simpang Empat Pingit Tetap Juara?

9 Agustus 2022
Musimin, petani di lereng Gunung Merapi yang menolak ekspor kopi ke Jepang.

Mengenal Musimin, Petani Lereng Merapi yang Menolak Pesanan Kopi dari Jepang 

5 Agustus 2022

Terbaru

Buick, mobil dinas pertama Presiden Sukarno dipamerkan dalam pameran mobil kepresidenan dii Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Sabtu (13:8:2022) (ANTARA:Fathur Rochman)

Pameran 7 Mobil Dinas Kepala Negara, Buick yang Dipakai Sukarno Jadi Primadona

13 Agustus 2022
BANYAK YANG BILANG MINUMAN DI INDOMARET INI MERESAHKAN! | BAKUL

BANYAK YANG BILANG MINUMAN DI INDOMARET INI MERESAHKAN! | BAKUL

13 Agustus 2022
ujian praktik SIM C

Cerita dari Peserta Ujian Praktik SIM yang Gagal, tapi Terus Mencoba

13 Agustus 2022
ambulans bawa jenazah

Tak Bisa Pakai Ambulans Puskesmas, Keluarga Tandu Jenazah Sejauh 13 Kilometer

13 Agustus 2022
daya tahan tubuh mojok.co

Spesialis Anak UI: Imunitas Tubuh Dukung Tumbuh Kembang Anak 

13 Agustus 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In