6 Alasan Kenapa Penulis Satire Tak Bisa Punah - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

6 Alasan Kenapa Penulis Satire Tak Bisa Punah

Murdianto An Nawie oleh Murdianto An Nawie
28 November 2018
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Di antara semua profesi yang makin lama makin tergerus oleh kemajuan teknologi, kita masih bisa berharap pada profesi satu ini: penulis satire. Kenapa begitu?

Pak Hanif Dhakiri, Menteri Tenaga Kerja memang tak sedang menakut-nakuti kaum milenial dengan pernyataanya; “bahwa 56 persen tenaga kerja di dunia akan hilang akibat dampak disrupsi teknologi.” Dan memang, hilangnya beberapa jenis profesi ini sudah mulai terasa beberapa tahun belakangan.

Misalnya, semenjak teknologi telepon genggam alias hape ada, sopir bis kecil antar-kecamatan, angkodes (angkutan desa), dan tukang becak sudah merasakan akibatnya.

“Sepi, Mas, lha gimana mau nggak sepi, orang sekarang turun kereta atau bus lebih suka telepon saudara atau teman dijemput, beres tur irit.” Itu yang saya dengar dari pengakuan Pak Sodik yang ojek terminal sekira delapan tahun lalu.

Pedagang kain di Pasar Legi, pasar terbesar di kota tempat saya tinggal juga sama. Sudah hampir dua dasawarsa terakhir pasar Legi Kidul, pusat pakaian dan kain yang pernah masyhur di kota makin sepi peminat.

Baca Juga:

PHK Massal di Dunia Startup: Badai Ini Belum Akan Berakhir

Wisnu Prasetya: Netralitas Media Cuma Ilusi Belaka!

PNS Tetap Lebih Enak, Meski di Toilet Kantor Shopee Bisa Cebok Otomatis

Bahkan Kodin, sahabat saya kini telah melepas karier sebagai bakul kain, hampir 10 tahun lalu. Dan kini beralih profesi sebagai tenaga lepas yang dibayar khusus Pak DePeEr, untuk memilih menjadi makelar proyek.

Belum lagi berbagai aplikasi belanja online yang telah menggantikan pola berbelanja konvensional, bersamaan dengan semakin majunya teknologi smartphone.

Ya, tak ada yang abadi memang. Apalagi di jaman, yang kata para ahli zaman Revolusi 4.0. Istilah “Revolusi 4.0” ini belakangan menjadi idola para dosen dalam berbagai ceramahnya di atas mimbar kuliah, dan pejabat dalam berbagai sambutannya dalam acara peresmian gedung, peresmian pasar, dan sebagainya.

Oke, kembali ke persoalan hilangnya pekerjaan. Di antara semua profesi yang makin lama makin tergerus oleh teknologi, kita masih bisa berharap pada profesi satu ini: penulis satire. Kenapa begitu? Ya karena profesi ini adalah salah satu profesi yang susah digantikan oleh sistem kecerdasan buatan (artificial intellegence).

Pertama, humor dan satire berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia, yakni rasa aman dari ketakutan, setara dengan lapar, haus dan seks. Dengan membaca tulisan satire seperti yang sering nongol di media seperti Mojok ini (tentu saja ini kalimat penjilat biar tulisan ini dimuat) orang akan belajar menertawakan diri sendiri dan realitas.

Sama juga statusnya jika kita nonton acara komedi di televisi, kita bisa tertawa, entah menertawakan materi lawakan atau menertawakan diri sendiri. Artinya berdasar pengalaman saya, urusan ngakak, baik ditujukan bagi diri sendiri ataupun dunia di sekitar kita, kehadiran tulisan satire hampir-hampir tak tergantikan.

Meskipun ada tawaran ngakak dari berita politik di koran di televisi, namun ngakak karena nonton berita politik, masih disertai dengan perut mules—bonus getir. Oleh karena itu kebutuhan manusia untuk tertawa, pada masa depan makin lama bakalan mengalami tren naik, bersamaan dengan stress yang kian meninggi akibat hilangnya banyak pekerjaan.

Kedua, stok kompetitor di sektor ini rupanya tidak sebanyak yang berebut untuk kursi CPNS. Rupanya para calon penulis satire—bisa dibilang—tidak bertambah dengan cepat, seperti jumlah sarjana yang diwisuda di kampus abal-abal.

Apalagi media yang mau memuat tulisan masih menyediakan wadah luas bagi penulis satire yang dapat meningkatkan traffic–nya, yang itu berarti terkait dengan hidup matinya media digital. Artinya kebutuhan para penulis satire ke depan masih akan sangat tinggi.

Ketiga, bahan baku satire makin ke sini makin bejibun. Perkara-perkara remeh temeh sampai persoalan hajat hidup orang banyak ternyata mengandung sisi paradoks. Menyebalkan di satu sisi, jenaka di sisi yang lain. Hal-hal demikian yang justru membuat bahan bakar untuk materi tulisan satire semakin banyak.

Bagaimana tidak? Urusan geruduk selingkuh aja bisa jadi berita utama dan trending topic di mana-mana. Lagu Wong Edan Kui Bebas yang liriknya cuma itu saja juga menjadi viral.

Kegaduhan di dunia nyata, pun olok-olok  dan kekacauan dunia maya banyak menjadi inspirasi bagi tulisan-tulisan satire. Artinya bahan baku tulisan satire tak akan pernah habis, bahkan makin lama makin menggunung.

Keempat, penulis merupakan orang-orang unik, apalagi mereka yang jago nulis satire. Banyak orang mau mencoba menulis, tapi selalu gagal dan tak mau mencobanya lagi. Terlalu banyak cobaan bagi penulis, yang hanya bisa dilakukan orang yang tahan banting, dan juga tahan lapar.

Mengapa? Bayangkan dari berpuluh-puluh kirim artikel, setelah lelah menulis, tak satu pun bisa terbit di media mainstream—atau media yang ada honornya. Apalagi bagi penulis satire, belum banyak media mau menampung model tulisan seperti ini. Hanya media-media dengan nyali tinggi saja, saya kira, yang mau menerima artikel jenis ini.

Jadi kalau nulis yang standar-standar saja kesulitan, apalagi harus bersaing di bidang penulisan satire? Bagaimana bisa tahan dengan ujian macam ini? Sementara ada pekerjaan yang dilakukan pagi hari, dan mendapat balasan penghasilan yang pantas di sore hari. Alias hal-hal yang secara konkret ada duitnya.

Keenam, lama-lama orang Indonesia ternyata makin senang baca tulisan satire. Portal kayak Mojok yang sedang kamu baca ini—misalnya, ternyata sudah menduduki posisi tinggi dalam ranking situs paling dicari oleh netizen.

Saya pernah cek ranking mereka, dan Mojok ada di posisi 150-an se Indonesia versi Alexa. Padahal media macam begini harus bersaing dengan media-media “normal” lainnya dengan jumlah sumber daya plus sumber dana jauh lebih besar.

Artinya, tren pembaca tulisan-tulisan satire juga relatif stabil. Hal yang kemudian menunjukkan bahwa pengakses tulisan satire merupakan tipikal manusia yang memiliki kesetiaan yang cukup tinggi. Bisa jadi karena tidak banyak media yang mau mengambil ceruk ini.

Oleh karena itu, saya tidak segan-segan memberi maklumat bahwa salah satu jalan menuju sukses dan hidup tanpa ancaman di era milenial adalah menjadi penulis satire. Karena cuma profesi penulis satire yang tidak bisa digantikan oleh robot atau kecerdasan buatan pada era disrupsi teknologi.

Nah, itulah beberapa alasan bagi kamu yang gagal CPNS, gagal masuk AKPOL atau AKMIL, atau DO dari kampus, mulai sekarang bisa segera belajar untuk jadi penulis satire. Sebab lapangan pekerjaan di masa depan akan banyak menanti.

Oke, jadi gimana, tulisan ini udah ada satirenya belum?

Tags: Artificial IntelligenceartikelCpnsDOHanif DhakiriMojokprofesiRanking AlexaRevolusi 4.0satireTeknologi
Murdianto An Nawie

Murdianto An Nawie

Dosen. Tinggal di Ponorogo.

Artikel Terkait

PHK Massal di Dunia Startup: Badai Ini Belum Akan Berakhir MOJOK.CO

PHK Massal di Dunia Startup: Badai Ini Belum Akan Berakhir

26 Mei 2022
Wisnu Prasetya: Netralitas Media Cuma Ilusi Belaka!

Wisnu Prasetya: Netralitas Media Cuma Ilusi Belaka!

9 Mei 2022
PNS Tetap Lebih Enak, Meski di Toilet Kantor Shopee Bisa Cebok Otomatis MOJOK.CO

PNS Tetap Lebih Enak, Meski di Toilet Kantor Shopee Bisa Cebok Otomatis

18 April 2022
PutCast Spesial Akhir Tahun: Tanya-Jawab Puthut Ea dan Tim Video

PutCast Spesial Akhir Tahun: Tanya-Jawab Puthut Ea dan Tim Video

31 Desember 2021
ilustrasi Mitos Charge HP yang Nggak Ada Ngaruhnya ke Baterai Health mojok.co

Mitos Charge HP yang Nggak Ada Ngaruhnya ke Baterai Health

8 Desember 2021
ilustrasi 5 Kebohongan Surat Izin Tidak Masuk Kerja dari Karyawan Mental Mbolosan mojok.co

5 Kebohongan Surat Izin Tidak Masuk Kerja dari Karyawan Mental Mbolosan

7 Desember 2021
Pos Selanjutnya
AHOK PDIP MOJOK.CO

Bergabungnya Ahok ke PDIP Diklaim Beri Dampak Positif Untuk Jokowi-Ma'ruf Amin

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak MOJOK.CO

Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak

8 Agustus 2022

6 Alasan Kenapa Penulis Satire Tak Bisa Punah

28 November 2018
pola pengasuhan anak mojok.co

Psikolog UGM Jelaskan Tipe Pola Asuh yang Bisa Berdampak pada Hasil Akademik Anak

5 Agustus 2022
Asrama mahasiswa Sumatra Selatan, Pondok Mesudji dalam sengketa di pengadilan. Mahasiswa menilai ada campur tangan mafia tanah.

Mahasiswa Sumsel di Asrama Pondok Mesudji Jogja Terancam Pergi karena Mafia Tanah

11 Agustus 2022
Lampu merah terlama di Jogja. (Ilustrasi Ega Fansuri/Mojok.co)

Menghitung Lampu Merah Terlama di Jogja, Apakah Simpang Empat Pingit Tetap Juara?

9 Agustus 2022
Derita Gagal SBMPTN dan (Ditolak) Perguruan Tinggi Favorit MOJOK.CO

Derita Gagal SBMPTN dan (Ditolak) Masuk Perguruan Tinggi Favorit

5 Agustus 2022
Sri Sultan Mampu Redam Konflik Pemaksaan Jilbab Secara Taktis, Bukti Jogja (Mungkin) Masih Istimewa MOJOK.CO

Sri Sultan Mampu Redam Konflik Pemaksaan Jilbab Secara Taktis, Bukti Jogja (Mungkin) Masih Istimewa

9 Agustus 2022

Terbaru

Ibu Ruswo: Pembakar Api Revolusi Dari Dapur Umum

7 Fakta Ibu Ruswo, Kurir Rahasia yang Memasok Rokok untuk Para Pejuang

14 Agustus 2022
sim c mojok.co

Susahnya Ujian Sim C: Ini Tipsnya Biar Lulus Menurut Polisi, Ahli, dan Orang yang Gagal Berkali-kali

14 Agustus 2022
Sukarni: Soekarno-Hatta, Rengasdengklok, & Lahirnya Sebuah Republik

Sukarni: Soekarno-Hatta, Rengasdengklok, & Lahirnya Sebuah Republik

14 Agustus 2022
pangkat polisi mojok.co

Memahami Kasus Brigadir J, Ini Golongan Pangkat Polisi yang Perlu Diketahui

14 Agustus 2022
Kisah Bagaimana Gus Dur “Membela” Karya Salman Rushdie MOJOK.CO

Kisah Bagaimana Gus Dur “Membela” Karya Salman Rushdie

14 Agustus 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In