Pukul Tiga Dini Hari Bersama Suharto - Mojok.co
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
Home Cerbung Berbalas Fiksi

Pukul Tiga Dini Hari Bersama Suharto

Ruhaeni Intan oleh Ruhaeni Intan
28 Maret 2019
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Baca cerita sebelumnya di sini.

Dia bilang namanya Suharto. Tetapi alih-alih menyebut nama aslinya, aku justru menyebut nama tetanggaku yang mati ketiban papan baliho tiga hari yang lalu.

“Namamu Try Sutrisno, bukan?”

Setelah itu aku jackpot. Sambil tetap memaksakan diri, aku berjalan terhuyung-huyung menuruni anak tangga demi sampai di toilet. Kepalaku berat dan tenagaku rasanya sudah habis, seperti dihisap penyedot debu. Aku berdiri sambil berpegangan pada kran air yang menyala. Orang-orang patah hati memang suka berbuat aneh, tetapi terutama suka merepotkan orang lain.


Suharto berteriak dari luar toilet, “Hei, kau baik-baik saja?”

Baca Juga:

Alasan Saya Lebih Pilih Honda Genio daripada Scoopy

Lagu Sedih di Album Terbaru Adele, Easy on Me, Hadiah untuk Kaum yang Baru-baru Ini Patah Hati

Gesits, Si Vario KW: Motor Listrik Impresif dan Ilusi Pahlawan Lingkungan yang Menyertainya

Nama aslinya Suharto, tetapi pria dengan celana jins hitam super ketat itu memperkenalkan diri dengan nama Tom dan aku malah memanggilnya Try Sutrisno. Aku memang mabuk, tapi alkohol tidak lantas seketika mengubahku jadi pikun, hanya mungkin sedikit menyebalkan dan putus asa.

“Halo, apa kau baik-baik saja?”

Kukira tadinya aku sudah mulai membaik, tetapi mendengar pria itu berteriak, kepalaku kembali pening.

“Tunggu sebentar,” teriakku.

Aku sudah bisa berdiri tegak dan dapat melihat dengan jelas noda di kaosku. Buru-buru kubersihkan bekas memalukan itu dengan air. Sekarang aku dapat melihat dengan terang bagaimana rupa seorang gadis yang nyaris melenyapkan diri dan gagal (untuk yang kedua kali) karena bertemu dengan seorang pria bernama Suharto.

Di sebelah cermin toilet, seseorang menggoreskan kalimat dengan spidol warna hitam: Stephen was here. Yah, orang-orang datang dan pergi dan akan selalu begitu. Tiba-tiba naluriku untuk ikut mencorat-coret dinding toilet muncul begitu saja. Kugeledah isi tas tapi tak menemukan alat tulis. Seorang gadis, rambutnya pendek dengan baju jaring-jaring lantas masuk dan bercermin. Kesempatanku untuk bertanya.

“Bawa spidol?”

Tetapi gadis itu cuma menatapku dengan muka nanar sebelum akhirnya menjawab, “Go fuck yourself.”

Apa kubilang—alkohol tidak membuat seseorang lantas berubah menjadi tolol, hanya mungkin jadi menyebalkan. Terpaksa kutangguhkan keinginanku itu.

Selepas mencuci muka, aku keluar dan mendapati Suharto alias Tom alias Try Sutrisno berdiri di depan pintu, menyandarkan sebelah lengannya pada tembok, sedang merokok.

“Aku mau makan mi ayam,” kataku. Pria itu cuma melongo. Jaket kulitnya ternoda dan begitu juga sepatu buluknya. Aku ingin minta maaf, tetapi rasanya tenggorokanku tercekat benda tajam. Di luar dugaan, dia justru menuruti permintaanku.

Sambil menyapa satu dua orang pelayan, Suharto berjalan keluar menuju parkiran, sementara aku mengikutinya dari belakang. Kepalanya yang pelontos mengkilap terkena pantulan sinar lampu.

“Suharto seperti nama presiden,” kataku, sebelum kami berdua naik ke atas motor masing-masing.

“Kamu orang ke seratus sembilan puluh sembilan yang bilang begitu. Tapi sorry-sorry saja nih, malam ini namaku Tom, seperti katamu tadi. Tidak ingat?” jawabnya sambil menyeret keluar sepeda motor. Honda Supra 125 R buluk itu terjepit di antara dua motor Vario.

“Apa semua barang milikmu buluk?”


Ia mengernyitkan kedua alisnya. “Kau tahu, mendengar hal semacam itu, Suharto yang dulu tidak akan segan-segan menculikmu saat dini hari begini.”

“Hehehe.”

“Kau yakin bisa bawa motor sendiri?”

“Nggak yakin.”

Aku jelas mampu mendengar dia berkata astaga sambil menepuk jidat dan menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum kemudian masuk lagi ke dalam bar. “Tunggu di sini sebentar.”

Tentu saja aku menunggu, atau, mungkin sebaiknya aku pergi saja? Sekarang hampir pukul tiga pagi. Deru angin yang cukup kencang menggoyangkan ranting pohon di seberang bar. Pohon itu—aku tidak tahu pohon apa—tegak berdampingan dengan lampu jalan.

Kau tahu, orang-orang patah hati suka bersikap berlebihan bahkan terhadap pohon sekalipun. Cahaya kekuningan yang berpendar dari lampu jalan membuat pohon itu terlihat seperti… entahlah. Kau bisa menemukan keindahan justru ketika segalanya hampir berakhir.

Seekor kucing belang berjalan dari arah utara, sementara tiga orang pria keluar dari bar sambil terkikik dan sebuah sepeda motor melintas. Tiba-tiba saja aku ingin tahu: apa yang terjadi jika seandainya dinosaurus tidak pernah punah?

Suharto atau Tom atau siapa pun itu lah sepertinya ketiduran. Hampir lewat lima belas menit dan ia belum juga kelihatan. Aku menunggunya sambil menghitung jumlah daun di dahan pohon. Mungkin sebaiknya aku pergi. Atau tidak? Aku tidak pernah pergi dengan orang asing.

“Sorry, ya, lama. Seseorang menahanku. Ingat pria yang menyanyikan lagu ‘Far From Me’? Nah, dia menahanku. Biasa, lah, masalah rumah tangga. Oh ya, kau bisa meninggalkan sepeda motormu sementara di sini.” Tiba-tiba dia sudah muncul lagi di belakangku.

“Apa kau orang baik?”

“Hah? Bagaimana?”

“Maksudku, namamu Suharto dan kau orang asing.”

“Ya dan aku baru saja menyelamatkanmu dari usaha bunuh diri. Lagi pula malam ini namaku Tom, ingat?”

“Kau bukan orang baik.”

“Hah?”

“Aku mau pulang.”

“Tapi kau belum mendengar cerita tentang sepatu futsal.”

“Aku tidak yakin apakah aku membutuhkan cerita itu.”

Kepalaku terasa berdenyut. Alkohol memang tidak pernah menyelesaikan masalah dan malah membuat segala sesuatunya semakin runyam.

“Kau kenal Robby Julianda?” tanyaku kemudian. Dia menggeleng dan setelah itu tidak mengatakan apa-apa. Padahal aku berharap dia akan balik bertanya. “Dia baru menerbitkan sebuah buku berjudul ‘Omong Kosong yang Menyenangkan’.”

“Ya, lalu?”

“Aku hanya mengatakan saja.”

“Astaga, kau meracau,” katanya. “Dengar ini. Oh, astaga aku bahkan tidak tahu namamu. Kau boleh tidak percaya denganku. Itu terserah padamu. Tapi aku hanya ingin mengatakan ini: setiap orang pernah mencintai orang yang salah dan itu cara Tuhan mengerjai kita. Tetapi, semuanya akan baik-baik saja. Perasaanmu akan berlalu sementara dunia terus berputar dan kau akan baik-baik saja. Ayolah, jangan bunuh diri hanya karena putus cinta.”

Ada saat-saat di mana kepalamu tiba-tiba punya kehendak sendiri. Dia punya kekuasaan untuk menyuruh tangan melempar kepala orang dengan batu kerikil atau memberi perintah kepada kaki untuk menendang sepeda motor sampai jatuh terguling. Atau menangis.

Aku melakukan yang terakhir.

“Namaku bukan Suharto. Bukan juga Tom, apalagi Try Sutrisno, eh Sutardjo, eh atau siapalah itu. Namaku Agus Muliadi,” katanya kemudian.

“Aku Kalis.”

Ayam berkokok. Kurasa sekarang sudah pukul empat pagi. Kepalaku masih pening dan hidungku ingusan dan aku bersama seorang pria bernama Agus Muliadi alias Suharto alias Tom alias Try Sutrisno. Terserahlah!

Baca cerita berikutnya di sini.

Terakhir diperbarui pada 1 April 2019 oleh

Tags: Honda Supra 125 RPatah HatiSuhartousaha bunuh dirivario
Ruhaeni Intan

Ruhaeni Intan

Ruhaeni Intan Hasanah tinggal di Yogyakarta. Novela pertamanya berjudul Arapaima diterbitkan oleh Buku Mojok.

Artikel Terkait

Alasan Saya Lebih Pilih Honda Genio daripada Scoopy

Alasan Saya Lebih Pilih Honda Genio daripada Scoopy

14 Januari 2022
ilustrasi Lagu Sedih di Album Terbaru Adele, Hadiah untuk Kaum yang Baru-baru Ini Patah Hati mojok.co

Lagu Sedih di Album Terbaru Adele, Easy on Me, Hadiah untuk Kaum yang Baru-baru Ini Patah Hati

28 Oktober 2021
Gesits, Si Vario KW: Motor Listrik Impresif dan Ilusi Pahlawan Lingkungan yang Menyertainya MOJOK.CO

Gesits, Si Vario KW: Motor Listrik Impresif dan Ilusi Pahlawan Lingkungan yang Menyertainya

29 September 2021
Rekomendasi Lokasi untuk Menangis di Surabaya dan Tidak Semua Patah Hati Perlu Dicari Hikmahnya MOJOK.CO

Rekomendasi Lokasi untuk Menangis di Surabaya dan Tidak Semua Patah Hati Perlu Dicari Hikmahnya

28 Juli 2021
Lupakan Skutik! Motor Paling Pas buat Cewek Adalah Suzuki Satria Injeksi

Lupakan Skutik! Motor Paling Pas buat Cewek Adalah Suzuki Satria Injeksi

21 Juli 2021
Patah Hati Nggak Enak Rasanya, Makanya Cuti dan Tunjangan Patah Hati Perlu Diperjuangkan Masuk UU Ketenagakerjaan MOJOK.CO

Patah Hati Lebih Mudah Dilalui Jika Kamu Orang Kaya. Konon Bisa Cepat Move On pula

13 Juni 2021
Pos Selanjutnya
panduan belajar bahasa sunda

Panduan Belajar Bahasa Sunda yang Tidak Baik dengan Benar

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Ketimbang Mengkloning Lionel Messi, Lebih Baik Kloning Monyet Ekor Panjang

Pukul Tiga Dini Hari Bersama Suharto

28 Maret 2019
Sinar Mandiri melaju di Pantura MOJOK.CO

Melintasi Pantura Bersama Roda Lusuh Bus Sinar Mandiri

21 Mei 2022
Horor Apartemen Tertua di Jogja yang Menghilang dari Ingatan MOJOK.CO

Horor Apartemen Tertua di Jogja yang Menghilang dari Ingatan

26 Mei 2022
makam giriloyo mojok.co

Makam Giriloyo, Rumah Peristirahatan Terakhir Sultan Agung yang Dibatalkan

26 Mei 2022
mie ayam om karman mojok.co

Mie Ayam Om Karman, Filosofi Meja Terisi, dan Semangat Perantau Wonogiri

22 Mei 2022
Rumah milik Mbah Ngadiyo yang jadi tempat syuting KKN di Desa Penari

Cerita Sebenarnya di Rumah Tempat Syuting Film KKN di Desa Penari

25 Mei 2022
gelanggang mahasiswa ugm mojok.co

UGM akan Bangun GIK, Pengganti Gelanggang Mahasiswa

24 Mei 2022

Terbaru

Jokowi: Buya Syafii Maarif Sosok yang Menyuarakan Toleransi 

27 Mei 2022
Buya Syafii Maarif

Haedar Nashir Sempat Menemui, Buya Syafii Maarif Ditangani Tim Dokter Kepresidenan

27 Mei 2022
Indonesia Berduka, Buya Syafii Maarif Wafat Jelang Usia ke-87

Indonesia Berduka, Buya Syafii Maarif Wafat Jelang Usia ke-87

27 Mei 2022
Rekap 11 Tahun Perjalanan AC Milan Menunggu Scudetto

Rekap 11 Tahun Perjalanan AC Milan Menunggu Scudetto

26 Mei 2022
Horor Apartemen Tertua di Jogja yang Menghilang dari Ingatan MOJOK.CO

Horor Apartemen Tertua di Jogja yang Menghilang dari Ingatan

26 Mei 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In