MOJOK.CO – Tidak ada salahnya Manchester United belajar dari pengalaman Real Madrid merawat kepercayaan kepada Luka Jovic. Ini demi kebaikan Odion Ighalo.
Emergency reinforcement. Istilah itu menjadi sebuah alibi, sebuah bangunan tempat berlindung Ole Gunnar Solskjaer ketika Manchester United mendatangkan Odion Ighalo. Emergency reinforcement. Setelah Marcus Rashford cedera untuk waktu yang tidak terlalu lama, United kehilangan pijakan di bursa transfer Januari 2020.
Jika saya tidak salah ingat, ada ratusan pemain yang masuk ke dalam shortlist target Manchester United sejak musim panas yang lalu. Perkiraan angka tersebut diledek banyak fans rival United. Namun, untuk sebuah klub profesional, adalah wajar jika mereka punya daftar target pemain hingga ratusan item. Ini menunjukkan kalau scout mereka bekerja dengan baik.
Tentu saja, yang dimaksud shortlist adalah daftar pemain yang sekadar layak dipertimbangkan. Meskipun masuk di dalam daftar tersebut tidak otomatis si pemain masuk daftar khusus bernama transfer target. Ya memang, jika hanya dilihat dari sisi angka saja, jumlah itu sangat besar.
Yang mengherankan adalah ketika Manchester United dibuat mundur teratur dalam perburuan tanda tangan Erling Haaland. Ke sampingkan dulu banter dan jokes, Manchester United tetap klub dengan sejarah panjang. Saya percaya, kok, kalau mereka masih punya daya tarik dan daya tawar untuk pemain di luar sana.
Oleh sebab itu, ketika di ujung jendela transfer Januari 2020 Manchester United “cuma” mendapatkan Odion Ighalo, mereka jadi bulan-bulanan fans rival di media sosial. Odion Ighalo bukan striker jelek, sih. Tapi, fans Manchester United tidak bisa dengan enteng juga berkata kalau dia striker yang akan mengubah peruntungan sebuah tim dalam periode pendek.
Makanya, Odion Ighalo dianggap cuma sebagai emergency reinforcement saja. Jika menit bermain Odion Ighalo terbatas, ya wajar saja. Namun, satu hal bisa dibaca dari kegagalan Manchester United mendapatkan nama besar di Januari dan berakhir hanya dengan Odion Ighalo.
Sekali lagi, tingkat kepercayaan Manchester United kepada striker yang ada sangat rendah. Hal ini berkaitan juga dengan kemampuan pelatih untuk meyakinkan pemain yang ada. Ole, sejauh ini, masih gagal memaksimalkan Anthony Martial dan Mason Greenwood. Dua striker yang seharusnya lebih dari cukup untuk menutup lubang yang ditinggal Rashford. Toh Rashford sudah akan kembali di akhir Februari 2020.
Saya pernah menulis kalau ada perbedaan level yang besar di antara Manchester United dan Real Madrid untuk soal mencari keseimbangan tim. Nampaknya, perbedaan level itu juga terlihat dari cara pelatih membangun kepercayaan dua arah.
Real Madrid dan Manchester United punya masalah yang sama, kok. Real Madrid dan Zinedine Zidane masih belum berhasil mengembalikan performa Luka Jovic. Luka Jovic diboyong dari Frankfurt karena selain masih muda, juga sudah menunjukkan performa yang luar biasa ketika bermain di kompetisi level tertinggi.
Mental dan kelebihan itu yang menarik hati Real Madrid. Sayangnya, sampai saat ini, Luka Jovic cuma “pewarna tambahan” dan kebangkitan Karim Benzema. Bahkan, Luka Jovic pun mengakui kalau kecewa dengan keadaan ini. Dia merindukan performanya yang seperti tertinggal di Bundesliga. Luka Jovic juga kecewa karena price tag hingga 60 juta euro belum juga lunas terbayar.
Namun, di Januari yang lalu, Real Madrid bergeming ketika banyak klub mendekati Luka Jovic. Zidane, memang punya level kesabaran yang tinggi untuk pemain tertentu. Toh Gareth Bale saja masih dipertahankan meski hubungannya dengan Real Madrid tak pernah sepenuhnya hangat. Kepercayaan yang bisa dibangun Zidane, salah satu hasilnya, adalah kembalinya Toni Kroos ke level permainan terbaik.
Manchester United perlu belajar lebih banyak kepada Zidane dan Real Madrid. Luka Jovic memang belum rajin membuat gol. Namun, dia hampir selalu terlibat di dalam fase-fase penting di kotak penalti lawan. Baik sebagai decoy atau pemantul bola.
Silakan tonton lagi cuplikan kemenangan Real Madrid atas Zaragoza. Kamu akan menemukan kalau Zidane bisa memaksimalkan Luka Jovic dengan cara yang berbeda. Striker modern tidak lagi bisa diukur dari jumlah gol. Striker modern, diukur kualitasnya dari kontribusinya secara utuh, kontribusi atas kemenangan.
Tidak ada yang salah dari niat untuk bertanya. Tidak ada salahnya Ole menelepon Zidane untuk minta nasihat. Apalagi, Manchester United kini menjadi sebuah klub yang sabar betul “memelihara” para medioker seperti Jesse Lingard dan Phil Jones.
Odion Ighalo bakal butuh waktu untuk beradaptasi setelah beberapa waktu bermain di Liga China. Datang di Januari adalah salah satu momen berat untuk pemain. Ketika Odion Ighalo tidak bisa memberi hasil instan, untuk kesekian kali, telunjuk menyalahkan akan tertuding ke arah Ole.
Saat itu, apakah Odion Ighalo bisa membayar kepercayaan Ole secara penuh? Saat itu, apakah Ole bisa telaten membantu Odion Ighalo beradaptasi secepat mungkin? Real Madrid membangun kepercayaan antara pelatih dan pemain dalam waktu yang tidak singkat. Kalau Manchester United bisa melakukannya, setidaknya, satu langkah menjauh dari sisi medioker bisa dilakukan.
BACA JUGA Tentang Perbedaan Level: Real Madrid Menunggu, Manchester United Mencari Keseimbangan atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.