Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Perppu Ormas: HTI sebagai Paku dan Pancasila sebagai Palu

Azis Anwar Fachrudin oleh Azis Anwar Fachrudin
14 Juli 2017
A A
Esai Perppu Ormas Mojok

Esai Perppu Ormas Mojok

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Kalau Anda pendukung cita-cita Reformasi 1998, semoga Anda sepakat dengan saya: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membubarkan ormas anti-Pancasila itu tidak demokratis, dan menandakan satu langkah mundur menuju Orde Baru.

Perppu itu hendak merevisi UU Ormas 17/2013 yang menggariskan prosedur yang panjang dan memakan waktu berbulan-bulan untuk membubarkan ormas. Perppu mempersingkatnya dalam hitungan hari. Dan, ini yang lebih penting, UU Ormas 17/2013 mengharuskan putusan pengadilan untuk membubarkan ormas, sementara perppu menghapus aturan ini.

Menko Polhukam menyebutnya asas hukum administrasi contrarius actus: lembaga yang mengesahkan ormas adalah lembaga yang berwenang membubarkannya. Dengan tiadanya peradilan, saya menyebutnya pelanggaran prinsip pembagian kekuasaan yang merupakan rukun demokrasi.

Benar yang dikatakan Mohammad Samsul Arifin: dengan perppu itu, ormas tak bisa membela diri. Ormas bersalah begitu peringatan tertulis dilayangkan kementerian terkait yang bertindak sebagai penuntut/pendakwa dan hakim sekaligus.

Dengan demikian, kekuasaan untuk membubarkan ormas jadi terpusat, dan terpusatnya kekuasaan sangat rentan terhadap penyalahgunaan. (Tentang ini, tulisan “ilmiah” biasanya suka mengutip perkataan Lord Acton, yang perlu Anda hafalkan biar kelihatan keren: “Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely.”)

Pemerintah juga berpandangan bahwa perppu itu perlu guna mengisi kekosongan hukum karena UU Ormas belum memadai untuk menindak ormas anti-Pancasila dengan cepat. Bagi saya, yang kosong bukan hukumnya. Yang kosong adalah penjelasan tentang kekosongan hukum itu sendiri.

Alasan kekosongan hukum itu implisit mengandaikan bahwa target hukum sudah ada, tapi alat untuk menghukum belum, dan karenanya perlu diadakan. Pakunya sudah ada, maka palunya perlu diadakan kemudian. Salah dulu, alat untuk menyalahkan sediakan belakangan.

Sasaran pertama dari Perppu itu, kita tahu, ialah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Saya tidak suka HTI, tapi analogi yang dikatakan jubir HTI mengenai manuver pemerintah itu mengandung poin menarik: Ibarat main bola, pemerintah kesulitan membuat gol, maka yang disiasati adalah aturannya: lebarkan gawang.

Sesuai konstitusi, Perppu hanya bisa dikeluarkan bila ada “hal ihwal kegentingan yang memaksa”. Di sini ada kekosongan lagi: apa kriteria kegentingan yang memaksa? Lebih mengerucut, seberapa gentingkah kondisi bangsa ini karena keberadaan HTI? Pertanyaan ini harusnya dijawab di pengadilan, tapi naas, Perppu tidak memungkinkannya.

HTI itu besar omongannya, kadang bikin berisik yang tak perlu, juga mengampanyekan wacana yang kontraproduktif: mau menyatukan lebih dari satu miliar muslim sejagat di bawah satu bendera, tapi jumlah anggotanya sedikit.

Saya estimasi jumlah anggota HTI di kisaran setengah juta, sebagian besar adalah mahasiswa yang masih minta sangu dari orang tuanya. Yang lebih penting dari itu, HTI tidak punya sayap paramiliter. Tolong koreksi kalau saya keliru, HTI belum pernah terlibat secara langsung dan sendirian melakukan tindakan main hakim sendiri (vigilantisme) dengan kekerasan. Omongan yang bikin ribut di medsos, iya; tapi secara aktual, belum, atau paling banter mendorong dari belakang, bukan aktor utama.

Dengan hitungan di atas kertas, hampir mustahil kekuatan sekecil itu mampu mengumandangkan revolusi bersenjata menumbangkan negara.

Kalau tujuan dasar dari Perppu dan UU Ormas adalah untuk menjaga ketertiban umum dalam berormas, dan perlu ada skala prioritas, sesungguhnya ada ormas lain yang lebih kuat, beranggota lebih banyak, dan bisa jadi lebih berbahaya daripada HTI, dengan rekaman panjang vigilantisme dan kekerasan. Ialah ormas yang dipimpin oleh orang yang dulu menuntut segera ditahannya “penista agama” agar tak kabur, sementara kini justru dia sendiri yang melarikan diri.

Di sini perlu dicataat, perppu yang baru itu melarang ormas melakukan tindakan yang menjadi wewenang penegak hukum. Kira-kira, apakah ormas yang terakhir “itu” akan menjadi sasaran perppu? Satu clue untuk menjawab: sang imam besar sempat bersilaturahmi dengan Menko Polhukam dan keduanya mengafirmasi bahwa mereka berdua adalah (((kawan lama))).

Iklan

Hal lain, sebagaimana sudah banyak orang bilang, manuver pemerintah itu akan mengulang lagi politik asas tunggal Pancasila zaman Orde Baru. Korban politik asas tunggal pada waktu itu ialah partai atau ormas yang berasas Islam. Sasaran partai adalah PPP, dan di antara ormas yang jadi korban adalah PII dan HMI (yang pecah jadi Dipo dan MPO). Sakralisasi Pancasila dengan tangan militer turut mengakibatkan tragedi Tanjung Priok 1984 dan Talangsari 1989. (Jadi, kalau ada orang bilang Islam lebih baik di zaman Mbah Harto, dia kleru!)

Lebih dari itu, perppu bahkan mengatur hukuman pidana untuk angggota ormas yang dibubarkan—UU Ormas 1985 bikinan Orde Baru malah tak eksplisit menyatakan pemidanaan, hanya “pembinaan”. Dan melanjutkan UU Ormas 2013, perppu juga menyatakan eksplisit komunisme/marxisme-leninisme bertentangan dengan Pancasila. Saya tak bisa membayangkan, kalau penulis-penulis Marxis muda yang berbakat dan kritis akan dipidana dengan alasan menyebarkan pemahaman yang menentang Pancasila. Kacau!

Pancasila mengandung kalimat multiinterpretatif. Teksnya bisa ditafsirkan mulur-mungkeret. Seperti pedang bermata dua, ia hari ini bisa saja menyasar kaum Islamis, esok hari menyasar kaum Marxis, lusa mungkin menyasar kaum liberal.

Di zaman Orde Baru, marxisme dianggap bertentangan dengan Pancasila. Di zaman Orde Lama, Sukarno justru mengampanyekan Nasakom, satu bentuk penerapan dari ide yang ditulisnya pada 1926 mengenai persatuan tiga aliran besar: Nasionalisme, Islamisme, Marxisme.

Di sini ada ironi besar: bagaimana bisa marxisme dianggap bertentangan dengan Pancasila sementara “penggali” Pancasila sendiri seorang marxis?

Waktu kemarin ada kampanye “Saya Pancasila” itu, saya mengajukan pandangan bahwa yang penting itu bukan Pancasila, melainkan tafsirnya: apakah Pancasila dimaksudkan inklusif (“semua buat semua”) atau ditujukan sebagai instrumen untuk menghabisi lawan politik? Pertanyaan ini perlu menjadi bahan pertimbangan untuk Tuan dan Puan di DPR, juga Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang belum lama ini dibentuk.

Sesuai tata aturan perundang-undangan, perppu harus segera diajukan dan diputuskan dalam rapat DPR terdekat untuk disetujui (jadi UU baru) atau ditolak (sehingga batal). Masih ada waktu untuk berpikir lebih dalam.

Sembari berpikir, izinkan saya mengajukan usul kepada Tuan dan Puan di DPR. Ketimbang Pancasila yang multiinterpretatif, baiknya pakai standar yang lebih mudah diukur. Misalnya: hasutan kekerasan. Contoh konkretnya: ucapan “bunuh Ahmadiyah” dan “Ahmadiyah halal darahnya” dari salah satu petinggi ormas vigilante yang disampaikan dengan sengaja di muka umum.

“Wuih … tulisannya serius sekali, Mas. Kok nggak ada mojok-mojoknya?”

Maaf, Kisanak, pertanyaan begitu baiknya disampaikan ke redakturnya. Saya sendiri mau ke warung kopi. Untuk Anda yang lapang waktu, tolong sampaikan tulisan ini ke anggota DPR. Sebarkan! Jangan berhenti di kamu. Iya, kamu ….

Terakhir diperbarui pada 13 Agustus 2021 oleh

Tags: Hizbut Tahrir IndonesiaHTIkomunismeMarxisme-LeninismePerppu OrmasUU Ormas 2013
Azis Anwar Fachrudin

Azis Anwar Fachrudin

Artikel Terkait

bti, petani, tani.MOJOK.CO
Ragam

Rumus “3S-4J-4H” Wajib Dijalankan Pemerintah Kalau Mau Petani di Indonesia Maju

28 Januari 2025
amir sjarifuddin mojok
Video

Amir Sjarifuddin: Lahir Sebagai Islam, Menganut Kristen, Lalu Mati Sebagai Komunis

9 Juni 2023
diskusi ormas mojok.co
Politik

Tak Hanya HTI dan FPI, Sejak Indonesia Merdeka Ormas Dibubarkan Gara-gara Politik

10 Juni 2022
Dari Minggu Pagi (MP) dan Kedaulatan Rakyat (KR), Kita Jadi Ngerti PKI dan Komunis itu Asyik-Revolusioner MOJOK.CO
Esai

Dari Minggu Pagi (MP) dan Kedaulatan Rakyat (KR), Kita Jadi Ngerti PKI dan Komunis itu Asyik-Revolusioner

30 September 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.